Danganronpa Kirigiri Jilid 1 Bab 7

Danganronpa Kirigiri (ダンガンロンパ霧切) Volume 1 Chapter 7 - Setelah berhasil memcahkan Kasus Pembunuhan kini Kyoko kembali dihadapkan dengan Duel Noir.
Ilustrasi Pertama Bab 7 - Danganronpa Kirigiri Volume 1

Kehidupan Sehari-hari

Bagian 1

Aku tidak bisa masuk sekolah selama tiga hari karena urusan pasca-kasus. Tapi karena tempat tinggalku adalah asrama yang berada di area sekolah, teman-teman sekelas, penghuni asrama, dan bahkan gadis kecil dari klub kerajinan tangan yang sekecil tupai datang mengunjungiku karena khawatir. Aku selalu berpikir aku tidak punya sahabat karib atau teman yang bisa diandalkan, tetapi mungkin sudah cukup bahagia karena ada orang-orang yang mengkhawatirkanku seperti itu. Aku kembali merenungkan kehidupan sehari-hari yang biasa itu.

Kirigiri Kyōko tampaknya sudah masuk sekolah seperti biasa sejak hari setelah kasus itu. Aku mendengar namanya dipanggil di ruang guru SMP melalui pengeras suara sekolah. Bagiku, rasanya aneh sekali memikirkan dia berada di sekolah ini. Kasus yang baru saja terjadi terasa begitu tidak nyata, sehingga Kirigiri yang kutemui di sana pun terkesan sebagai sosok yang tidak nyata. Namun, dia tidak diragukan lagi ada di dunia ini, seorang gadis yang bersekolah di SMP biasa.

Lima hari setelah kasus itu selesai. Aku mengintip ke gedung sekolah SMP saat jam istirahat makan siang. Aku tahu kelas Kirigiri dari wali kelasnya.

Di dalam kelas yang dipenuhi wajah-wajah siswa kelas satu SMP yang masih polos, ada Kirigiri Kyōko.

Dia duduk di dekat jendela, menopang dagu, dan memandang ke luar. Di sekelilingnya, ada anak-anak yang menyatukan meja untuk makan bekal dan anak-anak yang mengobrol seperti kicauan burung. Di tengah suasana itu, Kirigiri Kyōko tampak terisolasi, tetapi di sisi lain, dia juga tampak benar-benar menyatu dalam kelas, seolah-olah menjadi bayangan.

Menyadari aku mengintip ke dalam kelas, anak-anak di kelas mulai berbisik-bisik. Bisikan itu menyebar hingga akhirnya sampai ke Kirigiri, dan barulah dia menyadari keberadaanku.

Mata kami bertemu.

Namun, dia kembali memandang ke luar dengan tatapan kosong, seolah tidak terjadi apa-apa.

“Hei, kenapa kau mengabaikanku?”

Aku masuk ke kelas dan berdiri di samping Kirigiri. Aku berkacak pinggang dan menatapnya. Sekarang, seluruh kelas tertuju pada kami. Anak-anak yang sedang mengobrol bahkan langsung terdiam.

“Tidak enak di sini, ayo kita keluar sebentar.”

Aku setengah memaksa Kirigiri keluar. Aku yakin setelah ini, seluruh kelas akan sibuk membicarakan kami.

Aku bersama Kirigiri berpindah ke area pintu masuk yang sepi. Kami berdiri rapat-rapat, seolah bersembunyi di balik kegelapan deretan loker sepatu.

Kirigiri bersandar di loker sepatu, melipat tangannya.

“Ada perlu apa?”

Kirigiri mendongak dan bertanya. Meskipun caranya bicara dingin, mungkin dia tidak sedang dalam suasana hati yang buruk. Sepertinya dia memang selalu seperti ini.

“Kau dengar soal kematian Asakura-san? Itu ada di koran. Katanya kecelakaan.”

“Begitu aku tahu dia ditangkap oleh Komite, hal itu sudah bisa kuduga. Kurasa dia sendiri juga tahu. Akhir hidupnya.”

Kirigiri menunduk dan menghela napas.

“Apakah pecundang ‘Tantangan Hitam’ memang ditakdirkan untuk dibunuh oleh Komite?”

“Entahlah. Kurasa itu terjadi jika mereka tidak mampu membayar biaya trik yang sudah dibeli.”

“Begitu...”

Aku menyandarkan satu tangan di loker sepatu dan menunduk.

Tepat di hadapanku, ada kepala kecil Kirigiri.

Tiba-tiba, aku melirik ke samping dan melihat beberapa anak berseragam SMP mengintip ke arah kami. Mereka dengan cepat bersembunyi begitu menyadari tatapanku.

Gara-gara kasus itu, sepertinya kami menjadi cukup terkenal. Dalam pemberitaan, kami disebut sebagai masyarakat biasa yang terlibat dalam insiden. Tidak disebutkan bahwa kami terlibat sebagai detektif.

“Hei, Kirigiri-chan. Ini tidak akan berakhir di sini, kan?”

“Apa maksudmu?”

Komite Penyelamat Korban Kejahatan—kita tidak bisa membiarkan mereka, kan! Dari nada bicara Asakura-san, sepertinya banyak game serupa yang sedang berlangsung. Kalau itu benar, berarti kita membiarkan sebuah organisasi kriminal berkeliaran.”

“Sungguh... kau orang yang sangat ingin menjadi pahlawan, ya, Yui Onee-sama.”

Aku senang karena panggilan Onee-sama masih berlanjut. Aku sempat berpikir hubungan kami akan di-reset setelah kami meninggalkan lokasi kasus, tetapi sepertinya tidak.

“Sudah menjadi fakta umum bahwa orang yang berusaha menjadi pahlawan adalah yang pertama kali mati.”

“Maksudnya, aku mempertaruhkan nyawaku!” Aku membusungkan dada. “Aku juga punya tekad untuk mempertaruhkan nyawa sebagai detektif. Itu bukan hanya hak patenmu.”

“Begitu...”

Kirigiri mendongak menatapku.

Matanya tepat di depan mataku.

“Ada apa? Kau khawatir?”

“Tidak.” Kirigiri segera menggelengkan kepala, lalu melanjutkan perkataannya dengan ragu. “Sejak hari itu, aku terus memikirkan detektif bernama Inuzuka.”

“Detektif sandiwara itu, ya. Parah sekali.”

“Bagiku, detektif adalah... utusan kebenaran yang tidak goyah dan kokoh. Makanya aku bangga menjadi seorang detektif. Tapi, itu...”

Dia berhenti bicara sampai di situ, dan tiba-tiba membungkam mulutnya seolah sedang memperingatkan dirinya sendiri karena terlalu banyak bicara.

“Tidak apa-apa, ceritakanlah.”

Ketika aku berkata begitu, dia mengalihkan pandangannya, lalu akhirnya mendongak menatapku. Tatapan khawatir dari bawah itu, terlihat lebih lemah dan rapuh dari ekspresi apa pun yang pernah dia tunjukkan sebelumnya.

“Detektif itu tidak mutlak... Aku terlalu acuh tak acuh terhadap fakta yang sudah jelas itu. Aku hanya sedikit terkejut ketika menyadarinya.”

Setelah berkata begitu, dia menundukkan wajahnya.

Mengabaikan gadis-gadis yang mengintip kami dan tampak ingin mengatakan sesuatu, aku meletakkan tanganku di kepala Kirigiri.

“Bagiku, kau benar-benar malaikat yang membawa kebenaran. Berkat dirimu, aku bisa mendapatkan kembali kehidupan sehari-hari yang biasa.”

“Kehidupan sehari-hari...”

Kirigiri bergumam seolah mengulangi kata yang tidak dia kenal, lalu terdiam.

“Sepulang sekolah hari ini, kau luang? Ada tempat yang ingin kutuju, mau ikut denganku?”

“Tempat yang ingin dituju?”

“Perpustakaan Detektif. Mungkin saja di sana ada kunci untuk mengungkap rahasia Komite Penyelamat Korban Kejahatan.”

Setelah keheningan yang panjang, Kirigiri mengangguk.

“Kalau begitu, di sini, sepulang sekolah.”

Aku segera meninggalkan tempat itu sebelum dia mengonfirmasi persetujuannya, dan keluar dari pintu masuk. Gadis-gadis dari sekolah SMP membuka jalan untukku.

“Ini kencan, lho, kencan!”

Saat aku mengatakan itu pada gadis-gadis itu, terdengar jeritan melengking mereka. Mendengar suara mereka di belakangku, aku kembali ke gedungku sendiri.

Bagian 2

Sepulang sekolah, ketika aku menuju pintu masuk (genkan), Kirigiri sedang duduk di sudut tangga, membaca buku.

Aku tiba-tiba berhenti dan mengamatinya. Kirigiri dengan penuh perhatian mengikuti setiap kata dengan matanya. Wajahnya yang tampak polos tidak menunjukkan dia sebagai detektif yang memecahkan kasus pembunuhan berdarah itu. Di tengah siswa yang terburu-buru pulang, sosoknya yang membaca buku sepulang sekolah tampak seperti sebuah lukisan yang sempurna.

Kirigiri menyadari tatapanku, mendongak, dan menoleh ke arahku.

“Kau mengamatiku?”

“Ah, maaf.” Aku bergegas mendekatinya. “Aku tak sengaja melihatmu karena kau manis.”

“Kau jahat.”

“Kau membaca apa dengan begitu gembira? Aku tahu, pasti novel terbaru Shimada Sōji, kan?”

“Bukan, ini buku catatan.”

Kirigiri menunjukkan buku catatan bersampul hitam. Ah, aku ingat pernah melihat buku catatan itu sebelumnya. Dia berdiri dari tangga, menepuk-nepuk bagian belakang roknya.

“Semua ilmu detektif yang diajarkan Kakekku tertulis di sini.”

“Bahkan di saat seperti ini, kau masih fokus pada riset, ya. Aku kagum.”

“Ini adalah kehidupan sehari-hariku.”

“Begitu. Yah, mengingat tempat yang akan kita tuju, mungkin kita memang harus menguatkan mental.”

Kami keluar dari pintu masuk bersama, melintasi kampus, dan melewati gerbang sekolah yang terlihat kuno. Tanpa topik pembicaraan khusus, kami berjalan beriringan dalam diam. Jalan perbelanjaan yang diiringi lagu Natal hanyalah pemandangan yang tidak ada hubungannya dengan kami.

Kami menunggu bus di halte.

Masih ada sedikit sisa salju di kaki kami, yang mudah hancur ketika kami menendangnya. Kami bermain dengan menendang salju saat menunggu bus. Kirigiri tidak ikut permainan itu sampai akhir.

Bus datang. Aku dan Kirigiri duduk bersebelahan. Apakah penumpang lain melihat kami sebagai siswi SMP dan SMA yang akrab? Aku berharap begitu.

“Ada hal yang berubah sejak kasus itu?” tanyaku.

“Hal yang berubah?”

“Kita sudah mendengar banyak rahasia tentang Komite Penyelamat Korban Kejahatan dari Asakura-san, kan? Aku tidak tahu bagaimana, tapi aku sempat berpikir apakah mungkin ada organisasi kriminal besar yang mengincar nyawa kita karena kita tahu rahasia mereka... begitu.”

“Tidak ada keanehan di sekitarku.”

“Apa Kakekmu mengatakan sesuatu? Aku ingin mendengar pendapat Kakekmu juga. Dia semacam gurumu, kan?”

“Kakekku sekarang ada di Los Angeles. Aku memberitahunya tentang kasus itu melalui telepon, tapi dia terlihat kurang tertarik. Mungkin itu bukan kasus yang cukup menarik perhatian Kakekku.”

“Hmm...”

Kakeknya punya skala yang besar. Apakah gadis kecil ini nantinya juga akan menjadi detektif terkenal yang melanglang buana ke seluruh dunia seperti itu?

“Hanya satu hal yang Kakekku katakan, yang membuatku penasaran.”

“Apa itu?”

“Ternyata Kakekku terlibat dalam pendirian Perpustakaan Detektif.”

“Wah... itu benar-benar hal yang luar biasa, kan? Seberapa hebatnya sih keluarga detektifmu itu?”

Aku kembali terkejut dengan latar belakangnya. Aku sudah menyadari bahwa harga dirinya sebagai detektif tidak biasa, dan itu mungkin terbentuk di lingkungan rumahnya.

Seperti apa sebenarnya keluarga Kirigiri itu?

“Padahal aku berasal dari keluarga biasa saja, tanpa keistimewaan apa pun.”

“Meskipun begitu, kau bilang bisa mempertaruhkan nyawa sebagai detektif, ya. Dari mana datangnya tekad itu?”

Kirigiri menatapku dengan mata penuh tanya.

“Kau meragukanku?”

“Tidak, aku tidak meragukanmu.”

Kirigiri mengalihkan pandangannya ke luar jendela.

“Kau masih marah karena aku terus menganggapmu sebagai pelaku, kan? Aku benar-benar merasa bersalah soal itu.”

“Aku tidak marah.”

“Ya, kalau begitu baiklah...”

Pemandangan di luar jendela bus berangsur-angsur berubah menjadi kawasan perumahan mewah yang tenang. Pohon-pohon besar ditanam dengan jarak yang sama di tepi jalan, merentangkan ranting-rantingnya yang gundul ke langit kelabu. Itu adalah pemandangan kota yang aneh, sepi dari keramaian.

“Pemberhentian Berikutnya, —Di depan Perpustakaan Detektif—”

Pengumuman bus memberitahu.

“Kirigiri-chan, biar kau yang menekan tombol turun, ya.”

“Aku tidak bilang aku mau menekannya.”

“Kalau begitu aku yang akan menekan, tidak apa-apa?”

“Silakan.”

“...Tidak, ayo kita tekan bersama. Hitung, sē no!”

“Cepat lakukan saja.”

“Hehe, cuma bercanda.”

Aku membungkuk melewati Kirigiri dan menekan tombol di dekat jendela.

Tak lama kemudian, bus berhenti.

Saat kami turun, angin dingin yang sunyi menyelimuti kami. Ada sesuatu yang jelas berbeda dari udara kota. Di hadapan kami, berdirilah pagar tembok tinggi yang panjang, dan di baliknya terlihat sebuah bangunan tua menyerupai rumah hantu.

Kami berjalan menyusuri pagar tembok, menuju gerbang Perpustakaan Detektif.

Akhirnya, kami tiba di gerbang besi yang diapit oleh dua pilar besar. Gerbang itu terbuka lebar, dan terlihat teras masuk bergaya bangunan Barat di baliknya. Kami berjalan perlahan menaiki tangga batu yang masih bersisa salju.

“Apa kau pernah ke sini?” tanyaku.

“Belum. Ini pertama kalinya.”

“Saat mendaftar, kau tidak datang ke sini?”

“Kakek yang mengurus semuanya.”

“Begitu, ya. Perpustakaan Detektif ini mungkin seperti tempat pelatihan bagimu.”

Kirigiri mengangguk.

“Awalnya aku tidak begitu mengerti pentingnya mendaftar, tapi setelah mendengar penjelasanmu, aku jadi sedikit paham.”

“Apa maksudnya?”

“Untuk diakui sebagai detektif, kau harus mengincar Zero Class.”

Ekspresi Kirigiri terlihat kaku.

Aku akhirnya mulai memahaminya.

Dia benar-benar hanya memiliki jalur detektif ini.

Pasti ada latar belakang keluarga yang luar biasa di baliknya. Ada alasan mengapa dia sangat ingin diakui sebagai detektif.

“Evaluasi akan datang dengan sendirinya. Kau pasti bisa. Jadi, kau tidak perlu terlalu membebani dirimu sendiri, kan?”

Kirigiri hanya melirikku sekilas, seolah tidak mendengarkan kata-kataku.

“Hanya karena rank-nya tinggi, tidak berarti dia detektif yang baik. Lihat saja, ada contoh seperti Inuzuka Kō, kan?”

“Tapi untuk mempromosikan diri sebagai detektif, dibutuhkan evaluasi yang sesuai.”

“Mempromosikan diri... ya. Nada bicaramu seperti punya tujuan tertentu.”

Tanpa menanggapi perkataanku, Kirigiri membuka pintu lebih dulu dan masuk ke dalam.

Aku buru-buru mengikutinya.

Begitu melewati pintu, aroma kayu tua dan buku langsung menusuk hidung. Meskipun Perpustakaan Detektif baru berdiri selama lima belas tahun, konon bangunannya menggunakan perpustakaan lama yang dibangun lebih dari lima puluh tahun lalu.

Kirigiri berhenti tepat setelah melewati pintu berikutnya, melihat sekeliling dengan bingung. Sepertinya dia langsung tersesat.

“Kirigiri-chan,” panggilku ke punggungnya. “Ayo ke konter, dan coba perbarui kartumu. Mungkin rank-mu naik karena telah memecahkan kasus yang lalu.”

“Baiklah.”

Kirigiri mulai berjalan sendiri, lalu tiba-tiba menghentikan langkah dan menungguku. Dia mungkin memutuskan lebih baik menyerahkan panduan padaku.

Aku membawanya ke konter.

Jika bicara perpustakaan modern, prosedur pendaftaran sudah terdigitalisasi, dan banyak konter yang terlihat stylish seperti di bank atau hotel. Namun, Perpustakaan Detektif tampak seperti perpustakaan kuno yang analog. Petugas di balik konter pun mengenakan pakaian jadul, dengan kemeja putih dan pelindung lengan hitam.

“Um... saya ingin memperbarui kartu...”

Aku menyerahkan kartuku sambil berbicara kepada petugas di balik konter. Petugas itu adalah seorang pria paruh baya berusia sekitar lima puluhan, dengan kesan seperti sastrawan berwajah tirus. Dia menatapku dengan waktu yang lama, mengambil kartu itu, dan kembali menatapnya dengan waktu yang lama pula.

“Tunggu sebentar, ya.”

Petugas itu berdiri dengan gerakan lambat, lalu berjalan menuju komputer di belakang konter. Sepertinya ada sekitar tiga monitor komputer di sana. Dia memasukkan kartuku ke slot di tangannya sambil melihat salah satu monitor.

“...Hmm, ada pembaruan, ya. Saya akan segera memprosesnya, mohon ditunggu. Apa fotonya tetap sama?”

“Ya. Tetap sama.”

“Baiklah.”

“Sekalian kartu dia juga, ya,” kataku, mendesak Kirigiri untuk mengeluarkan kartunya. Kirigiri mengeluarkan kartu dari buku catatannya dan menyerahkannya kepada petugas.

“Mohon tunggu sekitar lima menit.”

Sementara menunggu, kami melihat sekeliling tanpa tujuan. Ruangan konter ini memiliki pintu di depan dan belakang, menjadikannya ruangan yang terpisah. Jika kami melewati pintu di depan, kami bisa masuk ke ruangan tempat deretan berkas para detektif disimpan.

Di belakang konter, ada beberapa petugas yang sibuk dengan pekerjaan administrasi. Lingkungan yang mencekik, tanpa terdengar suara obrolan sedikit pun. Perpustakaan Detektif mengklaim dirinya sebagai entitas netral yang tidak memiliki hubungan dengan organisasi mana pun, tetapi siapakah sebenarnya para petugas ini? Ketika aku memikirkannya lagi, mereka yang bekerja tanpa henti seperti robot itu mulai terlihat menyeramkan.

“Ya, sudah selesai.”

Pria paruh baya di konter kembali ke tempatku dengan membawa dua kartu. Kami menerima kartu itu.

Samidare Yui, Nomor DSC: ‘887’

“Ah! Rank-ku naik satu tingkat! Horeee, keren sekali, keren!”

Aku berkata sambil tanpa sadar melompat di tempat.

“Ssst, mohon tenang di dalam gedung!”

Petugas itu menegurku.

“Maaf!”

Aku meminta maaf dengan suara pelan.

“Rank-ku naik berkat Kirigiri-chan. Soalnya aku tidak melakukan apa-apa. Bagaimana dengan kartumu, Kirigiri-chan?”

“Rank-ku juga naik.”

Kirigiri Kyōko, Nomor DSC: ‘917’

“Luar biasa! Naik dua tingkat!”

“Mohon tenang!”

“Maaf...” Aku meminta maaf lagi. “Rank 7 untuk anak kelas satu SMP itu hebat sekali. Mungkin ini yang pertama sejak Perpustakaan Detektif berdiri. Kau memang luar biasa, ya.”

“Dengan begini, untuk mencapai Zero Class, aku harus memecahkan setidaknya empat kasus lagi yang setara dengan kasus Observatorium Sirius.”

Kirigiri tetap tenang seperti biasa.

“Y-ya, benar... Tapi, selamat, deh. Rank-ku jadi setara dengan rookie sepertimu. Tapi, bukankah pasangan detektif Rank 7 siswi SMA dan siswi SMP itu keren?”

“Pasangan? Aku tidak ingat pernah membentuk pasangan seperti itu.”

“Y-yah, maksudku, di mata publik, catchphrase itu mungkin bisa dipakai, begitu.”

Aku berkata dengan sedikit gugup.

Bagaimanapun, aku senang rank-ku dan dia naik. Terutama, aku senang seolah itu adalah pencapaianku sendiri karena bakat Kirigiri diakui.

“Kau tidak senang?”

“Senang.”

“Kalau begitu, ayo, senyum. Bagaimana kalau kita foto kenang-kenangan?”

“Aku diajarkan untuk sebisa mungkin menahan emosi,” Kirigiri memasukkan kartu ke buku catatannya, lalu membuang muka. “Ngomong-ngomong, aku punya satu ide bagus. Ide untuk mendekati Komite Penyelamat Korban Kejahatan.”

"Ehh, dalam situasi ceria seperti ini, kau masih bisa memikirkan langkah selanjutnya, ya.”

“Yang ceria hanya Yui Onee-sama saja, kan.”

“I-itu benar, sih...”

“Antarkan aku ke ruangan tempat berkas-berkas detektif disimpan.”

“Ya, ya, Nona, aku akan mengantarmu.”

Aku melewati depan konter dan membuka pintu yang ada di seberangnya.

Pandanganku terbuka lebar.

Itu adalah Hutan Para Detektif. Di ruangan beratap tinggi itu, rak-rak buku menjulang seperti pepohonan. Yang tumbuh lebat di sana bukanlah dedaunan hijau, melainkan profil para detektif. Berkas dari sekitar enam puluh lima ribu lima ratus detektif berjejer, menghalangi cahaya yang masuk dari jendela, membuat area di bawahnya gelap.

Di rak-rak buku tertempel plat yang mencantumkan Nomor DSC. Pengunjung bisa menggunakan ini sebagai referensi untuk mencari detektif yang mereka tuju. Selain kami, ada beberapa pengunjung lain. Orang-orang dengan berbagai masalah mulai dari masalah perceraian, pencarian anjing, kasus pembunuhan, hingga masalah internasional berkumpul di sini.

“Jadi, apa idemu?”

“Aku menyadarinya setelah rank kita naik. Kasus tingkat apa yang harus dipecahkan untuk menaikkan rank.”

“Ya... lalu?”

“Kasus Observatorium Sirius yang kita tangani menjadi salah satu indikatornya.”

“Mhm.”

“Apa kau masih belum menyadarinya, Onee-sama?”

“Hnngh...”

Aku melipat tangan dan bergumam.

“Kasus Observatorium Sirius dilakukan dengan trik yang disiapkan oleh Komite Penyelamat Korban Kejahatan. Dengan mengatasinya, rank-ku naik dua tingkat. Tapi itu bisa dibilang keberuntungan atau kemalangan... karena kebetulan aku bertemu dengan ‘kasus dengan tingkat kesulitan yang bisa menaikkan rank jika dipecahkan’. Sebaliknya, Yui Onee-sama tidak pernah bertemu kasus seperti itu, makanya kau hanya bisa naik satu rank dalam tiga tahun.”

“Sering dikatakan bahwa bertemu kasus juga merupakan syarat menjadi detektif ulung, sih...”

“Jadi kesimpulannya... mungkinkah di antara para detektif dengan rank tinggi, ada juga yang pernah menerima ‘Tantangan Hitam’ di masa lalu? Terutama, orang yang baru terdaftar, tetapi rank-nya sudah tinggi.”

“Ah, begitu!”

“Mungkin ada detektif yang tidak hanya sekali atau dua kali, tetapi sudah berkali-kali berhasil mengatasi ‘Tantangan Hitam’.”

“Pasti ada, aku yakin! Bukankah itu yang ingin Asakura-san sampaikan?”

“Ayo kita cari detektif yang mencurigakan.”

Kirigiri bergerak di antara rak-rak buku sambil mendongak ke plat nomor DSC. Tempat pertama yang ia tuju adalah rak bernomor ‘000’. Yaitu, rak untuk Triple Zero Class—‘Umum, Umum, Rank Zero’.

Rak itu berada di bagian paling belakang ruangan. Sebuah rak kecil diletakkan di sana, seperti singgasana atau peti harta karun rahasia.

Ada tiga berkas yang tersimpan di sana.

“Ini cuma rumor, tapi katanya dulu ada empat detektif Triple Zero, tapi yang satu dihapus. Tidak ada yang tahu alasannya,” bisikku kepada Kirigiri.

Kirigiri diam-diam mengambil salah satu berkas.

Berkas itu menggunakan map berlapis kulit mewah. Di punggungnya tertulis nama detektif dan Nomor DSC.


Ryūzōji Gekka, Nomor DSC: ‘000’


Tiga angka nol itu terlihat berkilauan.

Saat berkas dibuka, halaman pertama berisi resume dengan format Perpustakaan Detektif. Melihat foto wajahnya, dia terlihat lebih muda dari yang kubayangkan. Dan juga tampan. Bukan tipe pemuda sastra yang lembut, melainkan playboy jantan yang cocok dengan brewok dan rambut sisir belakang. Dari tanggal lahirnya, dia sekarang berusia 42 tahun.

“Dia memecahkan kasus dalam jumlah yang luar biasa banyaknya,”

Jumlah halaman yang terlampir di berkasnya adalah yang terbanyak di antara tiga detektif Triple Zero Class.

“Setahuku, orang ini adalah detektif kursi malas yang punya julukan ‘Sang Armchair Earl’. Dia bisa memecahkan kasus sebanyak ini secara paralel di atas meja kerjanya, karena dia tidak menghabiskan waktu untuk pindah lokasi atau penyelidikan.”

“Hmm, detektif yang santai, ya.”

“Jangan bicara begitu tentang detektif Triple Zero,” tegurku pada Kirigiri.

“Maaf.”

Kirigiri meminta maaf dengan tulus.

“Oh ya. Kau tidak boleh melupakan rasa hormat.”

“Bagaimana dengan yang ini?”

Kirigiri mengambil berkas di sebelahnya.


Johnny Arp, Nomor DSC: ‘000’


“Orang ini terkenal. Dia orang Amerika,” aku langsung memamerkan pengetahuan yang kumiliki. “Dia satu-satunya detektif di negara ini yang diizinkan membawa senjata api oleh polisi. Yah, aku hanya tahu sedikit tentang itu, yaitu ada semacam kesepakatan antara FBI dan polisi... Konon, ketika dia mengunjungi negara ini, gelarnya bukan detektif, melainkan ‘petugas penegak hukum’.”

“Aku juga mengenalnya.”

“Oh, ya?”

“Aku belajar cara menembak darinya di Amerika.”

“Hee... Tunggu, Eehhh!? Kalian saling kenal?”

“Aku tidak tahu apakah dia mengingatku.”

“Tidak kusangka kau kenal detektif Triple Zero... Fotonya juga keren seperti Brad Pitt! Kenalkan aku!”

“Dia tinggal di New York. Yui Onee-sama, kau bisa bahasa Inggris?”

“Aahhh...”

Aku hanya bisa terdiam.

“Aku tidak tahu dia adalah detektif Triple Zero.”

Kirigiri meletakkan berkas Johnny dan mengambil berkas yang ketiga.


Mikagami Rei, Nomor DSC: ‘000’


Saat berkas dibuka, resume-nya banyak sekali bagian yang kosong. Tidak ada foto wajah. Jenis kelamin tidak jelas, dan usia pun tidak diketahui. Jumlah kasus yang dipecahkan memang sedikit, tetapi semuanya adalah kejahatan aneh yang memikat para detektif dan penggemar misteri di seluruh dunia. Misalnya, ‘Kasus Pembunuhan Lord Hill House’ di Inggris, dan ‘Kasus Pembunuhan Mutilasi Berantai Great Lakes’ yang melintasi Kanada dan Amerika, kasus-kasus yang bahkan pernah kudengar.

“Berkas ini tidak bisa dijadikan referensi,” Kirigiri langsung mengembalikan berkas itu ke rak. “Tidak ada informasi kontak yang tertulis. Kalau kita bilang ke petugas di sini, apa mereka mau menghubungi orangnya?”

“Tidak, itu tidak mungkin. Petugas tidak akan menjadi perantara antara detektif dan klien secara langsung. Kita hanya bisa meninggalkan pesan tertulis melalui konter.”

“Mau bagaimana lagi,” Kirigiri menyentuh kepang rambutnya dengan wajah tidak puas. “Tapi Triple Class terlalu istimewa, kurasa mereka berbeda dari detektif yang kita cari.”

“Kalau begitu, kita cari yang Double?”

“Ya.”

Kami berpindah ke rak yang lain.

Double Zero mengacu pada detektif yang memiliki klasifikasi sekunder nol, dan rank-nya adalah nol, yang merupakan tingkat tertinggi. Karena klasifikasi primer mereka bukan nol, kami harus mencarinya di setiap rak klasifikasi.

Kami mengembara di Hutan Para Detektif, bergerak sambil melihat-lihat berkas yang tak terhitung jumlahnya.

“Aku pernah dengar detektif Double Zero ada sekitar dua puluh orang.”

“Ternyata cukup banyak, ya.”

“Meskipun begitu, itu bakat satu di antara tiga ribu orang, lho? Kalau dipikir-pikir, orang-orang Triple dan Double benar-benar orang di atas awan.”

Aku menghela napas berat.

Setelah itu, kami menghabiskan waktu sekitar satu jam dan memilih tujuh detektif Double Zero Class. Kami memilih mereka yang baru terdaftar.

Apakah di antara detektif-detektif ini ada yang pernah menerima ‘Tantangan Hitam’?

Kami pindah ke ruang baca dan memeriksa ringkasan kasus yang disematkan di dalam berkas. Tentu saja, tidak tercantum apakah kasus-kasus itu adalah ‘Tantangan Hitam’ atau bukan. Kami hanya bisa menilai dari kemiripannya.

“Ternyata di berkas Double juga tidak tercantum informasi kontak langsung, ya.”

“Apa yang harus kita lakukan?”

Kirigiri mencondongkan tubuh dari kursi di sebelahku, bertanya sambil mengintip berkas.

“Satu-satunya cara adalah meninggalkan pesan tertulis.”

Perpustakaan Detektif sangat analog. Bahkan di era e-mail, pesan tertulis masih berlaku.

Aku dan Kirigiri merapatkan wajah kami, lalu menulis catatan untuk para detektif Double. Tulisannya sangat sederhana. Kami pikir cara ini akan menarik perhatian detektif.


Kami ingin tahu tentang Komite Penyelamat Korban Kejahatan. Mohon hubungi. Samidare Yui.


“Selesai, deh.”

Aku menyerahkan catatan itu ke konter, dan memutuskan untuk meninggalkan Perpustakaan Detektif.

“Nah, ayo pulang, Kirigiri-chan.”

Kirigiri mengangguk dan mengikutiku.

Kami melewati gerbang dan keluar ke jalan yang ditiup angin musim dingin. Kami berjalan bersama ke halte bus dan menunggu bus.

“Kau tidak tinggal di asrama, kan? Kau pulang ke rumah orang tuamu?”

“Ya. Kakek yang mengurusku.”

“Lho? Ayah dan Ibumu?”

“Keduanya tidak ada.”

Kirigiri berkata sambil melihat ke ujung jalan.

“...Maaf, aku bertanya hal yang aneh.”

Kalau kuingat-ingat, dia pernah menunjukkan reaksi rumit soal ayahnya. Mungkin sebaiknya aku menghindari topik tentang keluarganya.

Bus datang, dan kami duduk bersebelahan, seperti saat datang tadi.

Kirigiri menekan tombol turun di tengah perjalanan.

“Jalan kaki dari pemberhentian berikutnya lebih dekat.”

“Begitu. Kalau ada kabar dari Double Class, aku akan segera memberitahumu.”

Kirigiri hanya mengangguk sekali, lalu turun dari bus tanpa mengucapkan selamat tinggal.

—Anak yang rumit.

Tapi, aku juga berpikir dia adalah anak yang sangat tulus. Keseriusan dan sikapnya yang lurus terhadap kegiatan detektif tidak bisa hanya dijelaskan sebagai rasa tanggung jawab belaka.

Dia murni mencintai pekerjaan detektif.

Pemandangan di luar jendela sudah mulai gelap. Aku memutuskan untuk turun dari bus di jalan perbelanjaan di tengah perjalanan, dan pulang dengan berjalan kaki dari sana.

Di sana-sini, pohon Natal menghiasi jalan perbelanjaan.

Tak lama lagi akan tiba Natal.

Sebelum itu, ada ujian akhir semester.

Setelah itu selesai, liburan musim dingin.

Apakah Natal tahun ini aku juga akan menghabiskan waktu sendirian sambil makan kue cokelat?

Bagian 3

Hari-hari berlalu tanpa ada respons dari catatan yang kutinggalkan di Perpustakaan Detektif, dan liburan musim dingin pun tiba.

Begitu liburan musim dingin dimulai, asrama tiba-tiba menjadi sepi. Karena semua orang pulang ke rumah. Apalagi liburan musim dingin singkat, jadi banyak yang langsung pulang begitu liburan dimulai.

Aku tidak ingin pulang ke rumah orang tuaku. Kedua orang tuaku bekerja, jadi tidak ada kumpul keluarga yang menanti di rumah, dan ada alasan lain mengapa aku tidak ingin pulang.

Apakah Natal tahun ini aku akan menghabiskannya di asrama—

Aku berbaring telentang di tempat tidur, menatap langit-langit yang biasa kulihat. Saat sedang begitu, wajah Kirigiri Kyōko muncul di benakku.

Apa yang sedang dia lakukan sekarang, ya...

Seharusnya aku menanyakan kontaknya. Apa dia punya ponsel?

Tiba-tiba aku terpikir.

Mungkinkah aku bisa mengetahui kontaknya jika pergi ke Perpustakaan Detektif? Apalagi detektif yang masih baru cenderung mencantumkan informasi kontak di berkas mereka. Itu akan mempermudah mereka menerima permintaan.

Aku segera bergegas ke Perpustakaan Detektif.


Perpustakaan Detektif tampak sunyi seperti biasa, tetapi pengunjungnya lebih banyak dari biasanya. Mungkin orang-orang yang punya masalah juga bertambah menjelang akhir tahun.

“Apa ada pesan tertulis yang ditujukan untukku?”

Aku bertanya di konter, tetapi ternyata tidak ada pesan apa pun.

Setelah itu, aku memeriksa berkas Kirigiri Kyōko. Catatan kasusnya sudah mencantumkan insiden Observatorium Sirius.

Di halaman resume-nya tertulis nomor telepon. Aku mencatatnya, lalu meninggalkan Perpustakaan Detektif.

Setelah kembali ke asrama, aku mencoba meneleponnya.

Yang terdengar dari gagang telepon adalah suara pria tua.

"Ya... Halo..."

“Halo, saya Samidare Yui, teman satu sekolah Kyōko-san. Sebelumnya, Kyōko-san sudah banyak membantu saya...”

“Oh, Detektif Samidare, ya. Justru cucuku yang sepertinya sudah banyak dibantu.”

“Ah, tidak, tidak. Kyōko-san benar-benar menyelamatkan saya.”

“Begitu, ya, begitu, ya.”

Lawanku tampak senang menimpali. Sepertinya ini kakeknya. Mungkinkah dia sudah kembali ke rumah dari Los Angeles?

“Apa Kyōko-san ada di sana?”

“Sebentar, akan aku berikan.”

Tak lama kemudian, suara Kyōko terdengar dari gagang telepon.

“Ya.”

“Ah, Kirigiri-chan!”

“Yui Onee-sama?”

“Ya, lama tidak bertemu!”

Aku merasa bersemangat mendengar suaranya setelah beberapa hari.

“Kurasa belum sampai satu minggu.”

“Lupakan itu. Lusa, bisakah kau datang ke sekolah?”

“Aku bisa datang.”

“Kalau begitu, mari kita bertemu di gerbang sekolah jam tujuh malam.”

“Pada jam itu, gerbang sekolah pasti sudah tutup.”

“Namun, lusa gerbangnya akan terbuka. Nah, kenapa begitu? Jawabannya kejutan saat kau datang. Pastikan kau datang, ya!”

Aku menutup telepon sebelum mendengar jawabannya.

Saat ini, dia pasti sedang bingung.

Aku membayangkan ekspresinya dan masuk ke dalam tempat tidur.

Bagian 4

Hari itu, cuaca diwarnai salju yang turun sesekali sejak pagi. Entah mengapa, langit abu-abu yang berat itu terasa bisa kumaafkan hari ini.

Aku bersandar di pilar gerbang sekolah, menunggu Kirigiri muncul. Waktu sudah mendekati jam tujuh yang kami janjikan. Lampu mobil yang melaju kencang di jalan di depanku menerangi kristal salju yang halus, menyebarkannya ke langit malam yang dingin. Udara yang kuembuskan untuk menghangatkan jari-jari yang kedinginan tetap putih sejenak.

Tak lama kemudian, Kirigiri Kyōko berjalan dari ujung jalan.

Dia mengenakan seragam biasa yang dilapisi mantel, mendekat dari temaram malam bersalju.

“Maaf sudah memanggilmu selarut ini,”

Aku melambai, memanggilnya sebelum dia mencapai gerbang.

“Jawabannya, karena ada Misa Natal.” Kirigiri berkata sambil memasukkan kedua tangannya ke saku mantel. “Itu jawaban dari kuis teleponmu tadi. Karena kau sudah menutup telepon sebelum aku bisa menjawab, aku datang hanya untuk mengatakan itu. Kalau begitu, aku akan pulang sekarang.”

Kirigiri membalikkan badan dan benar-benar mulai berjalan kembali.

“Tunggu sebentar!”

“Ada apa?”

Kirigiri berbalik.

Tidak ada perubahan ekspresi di wajahnya. Malah, dia terasa lebih jutek dari biasanya.

“Bisakah, hanya untuk hari ini, kau sedikit lupakan kehidupan sehari-harimu, dan temani kehidupan sehari-hariku?”

“—Apa maksudmu?”

“Sudahlah, ayo!”

Aku meraih lengan Kirigiri dan menariknya masuk ke dalam gerbang.

Gereja yang terlihat di depan sepertinya sudah memulai Misa. Lampu yang biasanya padam, malam ini bersinar terang menerangi langit bersalju. Hanya gereja yang terlihat mengambang samar-samar di kegelapan, pemandangan itu sangat fantastis.

“Ke sini.”

Aku memberi isyarat, mengajak Kirigiri.

Pintu masuk gedung sekolah terbuka. Biasanya sudah ditutup pada jam segini, tetapi pada malam Natal, pintu dibuka karena paduan suara menggunakan kelas untuk persiapan.

Namun, karena listrik dimatikan, di dalamnya gelap gulita.

“Kita masuk ke sini?”

Kirigiri menghentikan langkahnya, tampak ragu.

“Ya. Jangan bilang kau takut hantu?”

“...Aku rasa tidak ada hantu di sini.”

“Kau tidak tahu? Katanya, sekolah di malam hari sering muncul hantu, lho.”

“...Bohong. Mana mungkin ada hantu. Itu tidak logis.”

Kirigiri menyapu pandangannya ke sekeliling dengan waspada. Tubuhnya juga tampak tegang.

“Tidak apa-apa, ayo.”

Aku menarik pergelangan tangan Kirigiri yang ramping itu, berjalan menyusuri koridor yang gelap gulita. Sekolah yang sepi di malam hari terasa menyeramkan, meskipun ini adalah malam kudus. Kalaupun ada yang muncul, mungkin itu hantu kalkun, atau Sinterklas berkapak, monster-monster semacam itu.

Aku membawa Kirigiri menaiki tangga sekolah.

Sesampai di lantai paling atas, aku dengan paksa mendorong pintu di hadapan kami hingga terbuka.

“Bagaimana kau membukanya padahal tidak ada kuncinya?”

“Sebenarnya, ada sedikit trik. Jika kau menggoyangkan kenop ke atas dan ke bawah, kuncinya akan terbuka.”

“—Begitu.”

Kami keluar ke atap.

Salju tipis menumpuk di atap. Tentu saja, tidak ada tanda-tanda kehadiran orang. Kami adalah orang pertama yang meninggalkan jejak kaki di sana, setidaknya pada malam Natal ini.

Kami berjalan bersama mendekati pagar, melihat ke bawah ke arah gereja yang terlihat di seberang.

Gereja itu menerangi sekitarnya seolah-olah itu adalah lampu itu sendiri. Terlihat orang-orang yang menuju Misa. Ada anak-anak berseragam, keluarga dengan anak, dan pasangan pria dan wanita.

“Lihat, indah, kan?”

Aku mencuri pandang ke samping wajah Kirigiri, seolah meminta komentarnya. Namun, dia hanya menatap ke bawah, ke balik pagar, dengan ekspresi yang sama seperti biasanya.

“Dengar, Kirigiri-chan. Aku sangat berterima kasih padamu, lho.”

Ketika aku mengatakan itu, dia menoleh ke arahku dan memiringkan kepalanya.

“Cara kita bertemu memang aneh sekali, tapi aku senang orang itu adalah dirimu. Bagaimana ya... Selama ini aku sekolah sambil menjadi detektif, tapi aku selalu merasa ada yang aneh dengan keberadaanku. Sejujurnya, aku bertanya-tanya, kenapa aku harus menjadi detektif.”

“Ya.”

“Ada hal yang... belum pernah kukatakan padamu. Aku kehilangan adik perempuanku saat aku masih kecil.”

Kirigiri menatapku tanpa kata.

“Adikku diculik, dan kemudian dibunuh. Kasusnya tetap tidak terpecahkan. Ya, itulah alasan aku ingin menjadi detektif. Aku menyesal tidak bisa melindungi adikku, jadi aku memutuskan untuk menjadi detektif. Mungkin saja yang diculik adalah aku. Karena aku dan adikku sangat mirip. Kalau dipikir-pikir seperti itu, semakin—”

Aku berhenti bicara sampai di situ, tidak bisa melanjutkan kata-kataku lebih jauh.

Aku mencengkeram pagar dengan jari-jariku, menatap jauh ke langit bersalju.

“Terkadang, aku hampir kehilangan alasan untuk terus menjadi detektif. Tentu saja, aku punya keinginan untuk membantu seseorang atau menolong orang yang kesulitan. Tapi, bukankah itu hanya caraku untuk menipu diri sendiri? Pada akhirnya, bukankah aku hanya mencoba melarikan diri dari rasa bersalahku sendiri dengan bertindak sebagai detektif...”

“Begitu.”

“Tapi melihatmu, perasaanku yang setengah-setengah ini terasa konyol. Alasanmu menjadi detektif—aku tidak tahu, tapi dirimu sebagai detektif terlihat sangat bersinar bagiku. Aku ingin mencontoh dirimu yang begitu jujur.”

“Alasanku menjadi detektif...”

Kirigiri bergumam, melihat salju seperti yang kulakukan.

“Kau tidak pernah memikirkannya?”

“Tidak pernah.”

Dia menjawab dengan cepat.

“Itu keren. Kau adalah detektif yang terlahir. Tapi suatu hari... kau mungkin akan bingung dengan alasan itu, sama sepertiku. Saat itu tiba, aku mohon, tetaplah menjadi dirimu yang murni. Hanya itu yang ingin kusampaikan padamu.”

Pintu gereja terbuka, dan paduan suara yang memegang lilin mulai berbaris di luar. Sepertinya Misa sudah selesai. Cahaya lilin yang berkedip-kedip itu, seperti penunjuk jalan, mengarah ke gerbang sekolah.

“Oh, ya, ada yang harus kuberikan padamu.”

Aku mengeluarkan sebuah kantong kertas kecil dari saku mantelku. Aku menyerahkannya kepada Kirigiri, kantong itu tertutup stiker pita.

“Apa ini?”

“Hadiah Natal.”

“...Boleh kubuka?”

“Ya.”

Kirigiri mengambil kantong kertas itu, melepas stiker pita, dan mengeluarkan isinya.

Itu adalah benda yang kubeli setelah melihatnya di jalan perbelanjaan. Sekuntum mawar kecil nan indah yang diletakkan di dalam tabung reaksi. Entah mengapa, itu sesuai dengan citranya, jadi kupikir itu akan menjadi hadiah yang sempurna.

“Ini namanya In Vitro Rose. Mirip sepertimu... kalau kukatakan itu, apa kau akan marah?”

Mata Kirigiri berbinar, dan dia menggelengkan kepala.

“Anu... Eeto... terima kasih. Indah sekali...”

Pipinya sedikit bersemu, dan dia menatap mawar itu lekat-lekat. Sepertinya dia sangat menyukainya. Salju menempel pada tabung reaksi, membuat kristalnya semakin berkilauan.

“Nee... Yui Onee-sama.”

“Ya?”

“Apa aku ini pengganti adikmu yang sudah meninggal?”

Kirigiri mendongak menatapku, melihatku melewati mawar di dalam tabung reaksi.

“T-tidak! Sama sekali tidak! Kau adalah dirimu sendiri. Tidak ada yang bisa menggantikan adikku yang sudah meninggal.”

“Begitu, syukurlah kalau begitu.”

“Kau mengerti?”

“Aku mengerti,” kata Kirigiri, memeluk In Vitro Rose di dadanya. “Sekalian saja kukatakan... aku juga harus berterima kasih padamu, Yui Onee-sama. Terima kasih karena kau tetap percaya padaku sampai akhir dalam kasus itu.”

“Tidak kok... Aku sama sekali tidak melakukan apa pun yang pantas mendapat ucapan terima kasih...”

Aku merasa malu dan buru-buru menyangkalnya.

Tiba-tiba, aku teringat malam itu.

“Oh, ya! Kita belum menepati janji kita waktu itu, ya.”

Aku berkata begitu, mengulurkan tangan kananku.

“Janji?”

“‘Mari kita berjabat tangan yang sesungguhnya ketika semuanya sudah selesai dan kita berdua selamat,’ ingat?”

Kirigiri mengangguk, lalu melangkah mendekatiku.

Kemudian, dia mengulurkan tangan kecilnya.

Kami dengan lembut menyatukan ujung jari kami yang sama-sama dingin.

“Senang bekerja sama denganmu, Kirigiri Kyōko-chan.”

“—Senang bekerja sama, Yui Onee-sama.”

Saat itu, ponsel di saku mantelku bergetar.

Ketika kuperiksa, itu adalah nomor tak dikenal.

Aku memberi isyarat mata kepada Kirigiri. Dia mengangguk. Aku menekan tombol panggil.

“Halo...?”

Tidak ada respons.

“Halo?”

Setelah memanggil lagi, aku menajamkan telinga pada suara dari gagang telepon.

Lalu, dari seberang saluran, terdengar musik heroik.

Volume musik itu berangsur-angsur membesar.

Lagu ini—Ride of the Valkyries karya Wagner?

Seiring dengan membesarnya volume musik, terdengar suara gemuruh entah dari mana. Suara itu bukan dari seberang telepon, melainkan dari langit malam bersalju di kejauhan.

Cahaya merah dan putih berkedip-kedip di kegelapan.

Itu mendekat ke arah kami dengan suara bising yang tak tahu diri dan kecepatan yang luar biasa.

Itu adalah helikopter.

Tak lama kemudian, sebuah benda terbang berwarna abu-abu dan mulus turun tepat di atas kepala kami. Tekanan angin dari putaran rotor mengacak-acak rambut kami. Kirigiri berpegangan pada pagar sambil memegangi roknya.

Jika kulihat lebih dekat, ada seorang pria berdiri tegak di pintu pendaratan yang terbuka. Ujung jasnya yang ramping berkibar-kibar, dan dasi chic-nya menari-nari ditiup angin. Dan yang paling parah, pom-pom putih dari topi Sinterklas melompat-lompat di atas kepalanya.

“MERRY CHRISTMAS!”

Tiba-tiba, suara pria itu terdengar dari ponselku. Bersamaan dengan itu, pria di helikopter dengan gaya yang sok mengacungkan ponsel di tangan kirinya ke arahku agar bisa kulihat.

Apa-apaan—ini?

Helikopter itu mendekat ke atap sekolah sambil melakukan hovering. Ternyata Ride of the Valkyries adalah musik latar yang diputar di dalam helikopter. Dan dilihat dari pria itu yang membawa terompet di tangan kanannya, sepertinya sebagian dimainkan secara langsung.

Ilustrasi Kedua Bab 7 - Danganronpa Kirigiri Volume 1

Aku mendongak dengan terkejut, dan pria itu, sambil membawa terompetnya, melompat dari helikopter ke atap!

Sambil membetulkan kerah jas dan dasinya yang kusut, pria itu memberi isyarat kepada helikopter. Helikopter itu segera naik ke angkasa dan terbang menjauh.

Pria itu berjalan dengan tenang ke arahku dan Kirigiri.

Siapa pria ini?

Jangan-jangan dia adalah pembunuh bayaran yang dikirim oleh Komite Penyelamat Korban Kejahatan.

Aku dan Kirigiri bersiaga, merapatkan diri.

Tunggu?

Tapi pria ini—aku seperti pernah melihatnya di suatu tempat. Seorang pria dewasa dengan wajah garang berusia pertengahan tiga puluhan—

“Salam sejahtera! Kalian berdua detektif muda nan jelita!”

“Jangan-jangan, Anda adalah...”

“Tepat sekali! Akulah Nananamura Suisei, detektif ulung dengan julukan ‘Gairah dan Kecepatan Tertinggi Allegro Agitato’!”

Aku ingat!

Dia adalah Nanana-mura Suisei, salah satu detektif Double Zero Class yang kami kirimi catatan di Perpustakaan Detektif. Nomor DSC: ‘900.’ Double dengan nomor ‘9’ cukup langka.

“Jangan-jangan... ini ‘Tantangan Hitam’?”

“Tepat sekali.”

Nanana-mura mengeluarkan amplop hitam itu dari balik jasnya.

Rencana kami berhasil. Kami mendapat kesempatan untuk mendekati Komite Penyelamat Korban Kejahatan.

Meskipun, aku tidak menyangka detektif Double Zero Class yang kami hormati akan muncul secepat ini... dan sebegitu hebohnya...

“Sepertinya tempat kejadian sudah menunggu kedatangan kita.”

Aku menerima amplop hitam itu, dan memeriksa isinya bersama Kirigiri.

Ini adalah...

“Ini adalah kasus yang sampai-sampai harus memanggilku, seorang detektif Double. Bagi kalian para rookie, ini bisa menjadi pengalaman yang mengerikan—tapi, bagaimana? Maukah kalian ikut bersamaku?”

Aku dan Kirigiri saling pandang.

Dan kami mengangguk bersamaan.

“Tentu saja!”


—To Be Continued.

Ilustrasi Ketiga Bab 7 - Danganronpa Kirigiri Volume 1

Ilustrasi Keempat Bab 7 - Danganronpa Kirigiri Volume 1

Ilustrasi Terakhir Bab7 - Danganronpa Kirigiri Volume 1

About the author

Koyomin
Yomi Novel adalah blog fan translation yang menerjemahkan web novel (WN) dan light novel (LN) Jepang pilihan ke dalam Bahasa Indonesia. Nikmati kisah fantasi, romansa, hingga dark story dengan terjemahan berkualitas dan update rutin.

Gabung dalam percakapan