Steins;Gate The 1st Act Time Travel Paranoia: Reverse

Kisah paranoia perjalanan waktu berlanjut di The 1st Act dari Steins;Gate: Reverse. Baca bab ini dan selami konflik batin Makise Kurisu.

Steins;Gate Chouyoku no Divergence - The 1st Act - Time Travel Paranoia: Reverse

Babak ke-1 | Paranonia Perjalanan Waktu: Terbalik

Translated by : Koyomin

Sakit sekali.

Sedih sekali.

Saat aku menyadari bahwa hal yang selama ini aku impikan ternyata hanyalah khayalan yang tidak pernah ada di dunia nyata.

Sakit sekali rasanya.

Sedih sekali.

Saat aku tahu bahwa harapan yang selalu kujaga dengan hati-hati ternyata mustahil untuk diwujudkan.

Demi "keingintahuan", kita selalu harus membayar dengan sesuatu. Waktu, kekayaan, kehidupan, cinta, atau perasaan. Kadang bahkan nyawa harus dikorbankan.

Tidak, mungkin yang harus dikorbankan justru sesuatu yang lebih penting dari semua itu.

Aku... telah merasakannya sendiri.

Bayangan kematian yang kian membesar. Dari kejauhan, suara-suara pun terdengar.

"Belum... terkonfirmasi... pergeseran worldline..."

Apa maksudnya? Tidak terdengar jelas.

"Sangat mirip dengan time leap... tapi... titik waktunya... ada kesalahan..."

Meski aku bisa mendengarnya, perlahan-lahan aku kehilangan kemampuan untuk memahami. Aku bisa merasakannya.

"Jenis yang berbeda... tidak terkonfirmasi... dalam kategori lain..."

Menakutkan... menakutkan sekali... Aku takut... aku sangat takut...

Gelap gulita... ruang hampa yang tak memiliki apa-apa... semakin luas.

Aku... aku takut... aku... sangat... takut...

Aku takut sekali... Papa... aku takut... Oka... be...

“——!”

Di tengah kesadaranku yang kabur, aku menggeliat karena kesedihan dan rasa sakit yang menyiksa...

Dengan teriakan tanpa suara, mataku tiba-tiba terbuka.

Aku langsung duduk, napas tersengal-sengal, bahu naik turun.

“Hah... hah... hah... Eh?”

...Mimpi?

Aku menoleh dan melihat sekeliling. Ini adalah kamar hotel tempatku menginap semalam, aku masih berada di tempat tidur.

Aku—Makise Kurisu—duduk di atas kasur, menggenggam seprai erat-erat, tidak tahu bagaimana harus menghadapi kepalaku yang masih terasa pusing karena baru bangun.Satu tanganku memegangi perut yang entah kenapa terasa nyeri.

“Eh? Kenapa... mimpinya... terasa aneh, seperti ada yang tidak beres?”

Sepertinya aku baru saja mengalami mimpi yang sangat menakutkan.

Tidak, bukan hanya itu—seolah mimpi itu juga menyedihkan, dan juga menyakitkan...

Seluruh tubuhku masih menyisakan rasa kehilangan yang mendalam. Aku menggeleng-gelengkan kepala yang pusing, mencoba mengingat mimpi buruk yang membuatku terbangun tadi.

Namun ingatan itu seperti terputus, otakku yang sadar menolak mengakses kenangan tersebut.

“Tidak bisa kuingat... padahal rasanya itu hal yang sangat penting...”

Aku meletakkan tangan di kening, dan yang kurasakan hanyalah keringat dingin yang membasahi. Tidak hanya kening—seluruh tubuhku berkeringat.

Mimpi tadi... apakah benar-benar menakutkan sampai seperti ini?

“Mimpi seperti apa... yang bisa membuatku sampai ketakutan seperti ini?”

Walaupun mimpi buruk menyisakan jejak ketakutan, karena aku sudah lupa isinya, rasa takut itu pun perlahan menghilang. Tidak peduli seberapa menakutkan mimpi itu, selama kita melupakannya, ia tak bisa lagi mempertahankan kekuatannya di dunia nyata.

Aku sengaja menarik napas panjang, mengisi paru-paruku dengan udara segar. Oksigen menyebar ke seluruh tubuh dan membantu menghilangkan rasa takut serta cemas—itu adalah fungsi otak yang sudah dikenal luas. Setelah pikiranku tenang, aku berpikir, sepertinya aku bermimpi tentang kematianku sendiri.

Belakangan ini ada teori bahwa tidur membantu mengorganisir dan menyatukan memori, dan mimpi adalah bagian dari proses tersebut. Di institut riset ilmu otak tempatku bekerja, ada orang yang mencoba menggunakan mimpi sebagai rekaman aktivitas otak saat tidur—barangkali bisa berguna dalam penelitian tertentu.

Namun saat melakukan eksperimen nyata, banyak faktor yang tidak terduga seperti subjektivitas pemimpi dan visualisasi acak, membuat hasilnya tidak jauh berbeda dari ramalan atau penelitian psikologi. Sama seperti kali ini—dengan hanya bayangan samar tentang kematian, tidak ada yang bisa disimpulkan.

“Kalau tidak ingat, ya sudah.”

Aku bergumam sambil mengarahkan pandanganku ke jam yang tertera di ponsel.

2010/07/28 – 11:27

“Eh!?”

Suhu tubuhku langsung menurun drastis—dan bukan karena mimpi buruk tadi.

Seharusnya aku bangun pukul 09:30. Tapi sekarang sudah hampir dua jam lebih lambat dari jadwal.

“————————!!”

Aku menjerit lagi tanpa suara.

“K-kenapa!? Kenapa aku bisa tidur selama ini!? Bagaimana bisa?!”

Tidak sempat lagi memikirkan mimpi buruk tadi. Konferensi pers “Kesuksesan Pengembangan Mesin Waktu” yang digelar oleh papa-ku akan dimulai pukul 12:00. Aku hanya punya waktu tiga puluh menit!

Aku tak sempat memikirkan penampilan.

Dengan panik aku berlari ke kamar mandi dan bersiap secepat yang belum pernah kulakukan seumur hidup.

Tak ada waktu untuk ragu...

12:12

Aku berdiri terpaku beberapa ratus meter dari Radio Kaikan.

Itu karena sekitar empat puluh menit yang lalu, sebuah kecelakaan terjadi di Radio Kaikan.

Sebuah satelit buatan jatuh.

Benda yang—entah milik negara mana—tapi jelas-jelas terlihat seperti satelit, jatuh di atap Radio Kaikan. Katanya sekarang satelit itu menancap dari atap sampai lantai 8 di sisi utara gedung.

Kukatakan "katanya"... karena aku belum melihatnya langsung.

Saat satelit itu jatuh...

Aku masih berada di hotel, sedang berganti pakaian. Ledakan keras yang terdengar saat itu membuatku mengira telah terjadi ledakan besar.

Jadi aku yakin memang terjadi kecelakaan di Radio Kaikan Akihabara. Tapi tentang jatuhnya satelit, aku masih agak ragu.

Kalau benar satelit jatuh, seharusnya dampaknya tidak sekecil ini.

Namun di sekitar sini banyak orang yang mengungsi dari Radio Kaikan, dan menurut mereka memang ada benda yang jatuh.

Yang lebih penting, setelah kecelakaan itu, polisi langsung menutup area sekitar Gedung Radio dan Jalan Chuo, melarang siapapun masuk. Orang-orang yang awalnya berada di dalam juga langsung digiring keluar.

—Seperti aku, yang tadi baru saja diusir polisi dan dibawa ke sini.

Tentu saja, konferensi pers “Kesuksesan Pengembangan Mesin Waktu” yang tadinya akan diadakan di Radio Kaikan, juga dibatalkan. Katanya, Dr. Nakabachi—papa-ku—sudah marah-marah dan langsung pulang ke Aomori tempat tinggalnya sekarang.

Itu aku tahu dari wartawan yang tadinya akan menghadiri acara itu, jadi seharusnya bisa dipercaya.

Namun, jika itu benar, maka aku telah kehilangan alasan utama-ku datang ke Jepang

Aku, yang seharusnya berada di Amerika dan bekerja di Viktor Chondria University di bidang ilmu otak, datang ke Jepang karena papa-ku, Dr. Nakabachi—Makise Shouichi—mengirimi surat undangan untuk menghadiri konferensi pers ini.

Kebetulan sekali, pada hari yang sama dengan konferensi pers, aku juga dijadwalkan mengisi seminar di Akihabara—dan karena beberapa alasan, aku terpilih menjadi pembicara pengganti. Melihat ini sebagai kesempatan besar, jadi aku langsung menerima tawaran itu dan datang ke Jepang, berharap bisa bertemu papa-ku.

Tujuh tahun lalu, karena suatu masalah kecil, papa jadi membenciku. Jadi saat ia akhirnya menunjukkan sikap melunak dan mengundangku, aku langsung datang ke Jepang, berharap bisa berdamai dengannya. Tapi...

"Mau bagaimana lagi, ya..."

Kulihat makalah di tanganku, tak tahu harus berbuat apa.

Makalah ini pun kutulis demi berdamai dengan papa—tentang penelusuran teori mesin waktu.

Kalau bukan demi papa, aku tidak akan pernah menulis makalah tentang mesin waktu. Karena aku sangat membencinya... Dari sudut pandang tertentu, mesin waktulah yang merenggut papa dariku.

Papa pernah meneliti banyak hal, tapi sebagian besar berkaitan dengan mesin waktu, atau dilakukan demi mendapatkan dana riset. Dengan kata lain, hidup papa sepenuhnya didedikasikan pada penelitian mesin waktu, dan penelitian itu adalah segalanya baginya.

...Bahkan lebih dari keluarganya.

Saat aku memutuskan untuk belajar di luar negeri, mama ikut ke Amerika bersamaku dan berpisah dari papa. Itu wajar. Aku bisa memahaminya.

Apalagi sejak awal, penelitian tentang mesin waktu tidak dianggap sebagai ilmu pengetahuan yang sah oleh dunia akademis—melainkan pseudosains atau semacamnya.

Nyatanya, papa tidak pernah mendapat pengakuan dari masyarakat. Tentu saja. Meneliti mesin waktu hanya membuatmu dikucilkan.

Tak ada yang mengundangnya memberi kuliah.

Tulisan ilmiahnya tidak diterbitkan di jurnal akademik. Tidak banyak lembaga riset yang mau menerimanya.

Dalam kondisi seperti itu, bagaimana seorang peneliti bisa bertahan hidup? Tapi meski begitu, papa tetap tidak menyerah meneliti mesin waktu. Baginya, mungkin mesin waktu lebih penting dari apapun. Itulah sebabnya aku sangat membenci mesin waktu. Aku juga membenci pseudosains.

Aku sungguh tidak ingin berakhir seperti papa...

Tapi aku tetap menulis makalah tentang mesin waktu—karena aku mencintai papa. Karena aku ingin kembali merasakan waktu yang dulu kami habiskan sebagai keluarga.

Dengan teknologi manusia saat ini, membuat mesin waktu jelas mustahil. Itu fakta. Tapi setelah melakukan beberapa eksperimen pemikiran berdasarkan inspirasi tertentu, aku menemukan satu kemungkinan. Memang belum bisa langsung diaplikasikan, tapi mungkin punya harapan di masa depan.

Jika riset ini diteruskan, mungkin suatu hari kita bisa mengungkap rahasia mesin waktu. Jika papa dan aku bersama-sama menerbitkan makalah ini, reputasi papa sebagai ilmuwan bisa dipulihkan.

—Tapi di sisi lain, karierku sendiri sebagai peneliti akan sangat terhambat. Itulah kenyataan. Mungkin terdengar kontradiktif, tapi aku rela. Asalkan aku bisa kembali menjadi putri papa-ku sekali lagi.

“Sayangnya, bahkan kesempatan untuk bertemu pun tidak ada...”

Perasaan menyesal yang amat sangat berkecamuk dalam hatiku.

Namun sebagai peneliti, kegagalan seperti ini sudah menjadi makanan sehari-hari.

Meski kali ini aku tidak bisa berdamai dengan papa, mungkin di masa depan masih ada kesempatan. Aku mengubah cara berpikirku dan menenangkan diri.

Setelah ini, pukul 15:00, aku masih ada sesi seminar ATF.  

Meskipun secara emosional, aku datang ke sini untuk menemui papa-ku sambil bekerja, tapi seminar itulah alasan resmi aku datang ke Jepang. Tentu saja, aku tidak boleh mengabaikan pekerjaan karena alasan pribadi.  

Sebagai seorang profesional, aku harus bisa membedakan urusan pribadi dan pekerjaan.

Tentu saja, bisa saja acara ATF ikut terganggu karena insiden satelit jatuh. Gedung tempat acara diadakan berada di seberang zona evakuasi, jadi acara bisa dibatalkan sewaktu-waktu.

Tapi sejauh ini, belum ada perubahan jadwal. Aku harus kembali fokus ke pekerjaanku.

“Kalau sampai kacau, bisa-bisa aku tak punya muka untuk kembali ke institut.”

Akhirnya, blokade di sekitar gedung dicabut sebelum pukul 15:00, dan seminar berjalan sesuai jadwal.

Tentang itu tidak masalah.

Masalah yang lebih besar adalah konten seminarku. Seperti sudah kusebutkan, institusiku adalah Viktor Chondria University Brain Science Institute. Meski punya latar belakang fisika, pada dasarnya aku adalah ahli neurosains.

Mengundang ahli otak sepertiku untuk bicara tentang mesin waktu itu keterlaluan—apalagi seperti sudah kukatakan, aku sangat membenci hal-hal seperti mesin waktu dan pseudo-sains.

Tapi sepertinya ATF sengaja mengundang orang luar yang bisa berpikir fleksibel. Mereka ingin pendekatan dari sudut pandang berbeda untuk mendapatkan wawasan baru.

Terlepas dari apakah aku bisa memenuhi harapan mereka, sebagai perwakilan lab, aku tak boleh sembarangan. Sebagai peneliti, di saat-saat genting, terkadang kita harus mengandalkan kecerdikan politik. Profesor pembimbingku sering menekankan hal ini.

Karena itulah aku tiba lebih awal di lokasi seminar ATF di lantai 5, berbincang dengan peserta untuk menjalin hubungan baik atau diskusi akademis singkat. Ini juga bagian dari tugasku di sini.

Mendekati waktu seminar, semakin banyak orang datang. Bahkan ada mahasiswa seusiaku. Ada atmosfer unik dalam acara penelitian yang mempertemukan orang-orang dari segala usia dan gender, selalu terasa unik.

Kemudian, Sekitar lima menit sebelum seminar dimulai.

Saat aku bersandar di pilar di lobi, menyusun logikaku sebelum mulai, dua pria muda tiba dengan lift. Satu bertubuh pendek dan gemuk. Satunya lagi berambut acak-acakan, kurus, mengenakan jas lab.

Kombinasi keduanya membentuk kontras yang kuat, ditambah lagi penampilan jas putihnya entah mengapa membuatku tertarik, sehingga pandanganku tak bisa lepas dari mereka.

Lalu pria berjas lab itu berjalan ke arahku.

Tadi aku tidak menyadarinya di kejauhan, tapi saat dia mendekat, aku baru sadar ekspresinya tampak sangat terkejut. Apakah dia pernah membaca makalahku di majalah *Science*?

Siapa pun di bidang ini pasti mengenaliku sebagai ahli otak. Di era internet ini. Sebagai peneliti yang terkadang harus tampil di publik, wajahku bisa ditemukan dengan mudah.

...Jadi mungkin dia heran melihat ahli otak seperti aku datang untuk bicara tentang mesin waktu.

Tapi saat dia mendekat hingga tinggal beberapa langkah, kusadari tebakanku salah.

Dia jelas terkejut, dan tidak diragukan lagi bahwa dia berada dalam kondisi syok yang begitu hebat hingga mendekati rasa takut.

"...Kenapa!?"

Dia mendekat, memeriksa wajahku. Begitu dekat hingga dalam pupil matanya yang bergetar, kulihat pantulanku sendiri.

Lalu seketika—dia berputar dan tiba-tiba berada di belakangku!

Aku panik, tak mengerti situasinya, tapi dia mengabaikanku dan memegang rambutku. Lalu dengan hati-hati, seolah ingin mengukirnya dalam ingatan, dia berbisik:

"Ada... wujud fisiknya ada..."

Ha? Apa yang kau bicarakan?

Tindakan tak terduga dan ucapan anehnya membuat pikiranku kacau. Saat aku masih bingung, pria ini tanpa peringatan menyentuh pipiku—melecehkanku!

Dalam 18 tahun hidupku, belum pernah aku dilecehkan di depan umum seperti ini!

Rasa malu dan marah membuat seluruh tubuhku gemetar. Tak hanya itu, dia bahkan...

"Kau bukan hantu...!?"

Mengucapkan omong kosong seperti itu!

"Kau ingin ku panggilkan polisi, ya?"

Kukeluarkan ancaman dengan nada dingin, tapi pria ini tak menyadari amarahku dan terus mengoceh. Lalu, dia mengulurkan tangan—

"Aku hanya ingin tahu kebenaran... Seingatku yang tertusuk seharusnya di sini..."

—dan menyingkap bajuku ke samping.

Aku sudah mengancam, tapi dia masih terus saja!?

Titik didih kemarahanku langsung melampaui batas. Biasanya aku sudah bertindak, tapi mungkin kali ini kemarahan naik terlalu cepat hingga tubuhku tak sempat bereaksi.

Pria itu memeriksa sisi perutku atau mungkin karena aku terlalu marah hingga waktu terasa lebih lama dari sebenarnya, lalu kali ini tangannya mencoba meraih perutku.

Tak tahan lagi, kudorong dia. Ah, andai bisa, rasanya ingin kuhajar dengan tendangan dan pukulan. Seharusnya aku belajar bela diri dari senpai.

“Kebenaran apanya! Bodoh! Mau mati?”

Matilah! Benar-benar mati saja!

Ah, jika tak kutinju, rasa kesalku takkan hilang, dasar mesum bajingan! Percayalah, akan kujadikan otakmu asinan!!

Saat kumelototi pria berjas lab itu, temannya yang gemuk tiba-tiba berseru dengan kagum:

"Ini kalimat ikonik dari Louise-san!"

Main Heroine Zero no Tsukaima

Kalimat itu datang seolah-olah itu adalah serangan mendadak.

Mendengarnya, aku langsung berubah dari mendidih menjadi membeku. Jantungku hampir copot, terlalu terkejut untuk bicara.

Kalimat yang baru saja tak sengaja kuluapkan itu—

Itu adalah istilah slang daring yang sering digunakan di forum anonim besar "@channel", Rupanya, ini awalnya merupakan kalimat terkenal dari seorang karakter dalam novel ringan terlaris yang kemudian diadaptasi menjadi anime.

Namun, kini bahasa ini telah tersebar luas sebagai bahasa gaul internet—dikenal sebagai " bahasa gaul @channel"—yang begitu umum sehingga bahkan orang yang tidak tahu asalnya atau belum pernah menikmati karya aslinya pun mungkin pernah mendengarnya.

—Sebagai catatan, aku sendiri pernah membeli seri lengkap novel itu karena penasaran, tapi tidak pernah benar-benar menyelesaikannya. Kesanku, "Yah, aku bukan target pembacanya". Mungkin cocok untuk selera tertentu.

Dan bagi mereka yang tahu frasa ini meski tak mengenal sumbernya, hampir selalu memiliki satu kesamaan:

Mereka adalah pecandu berat "@channel".

"@channel" pada dasarnya adalah ruang unik—dari mulai topik ilegal hingga menu makan malam, masalah ibu mertua dan menantu perempuan, hingga diskusi anime, debat filosofis tingkat lanjut—semua ada di sini. Karena itu, pengguna aktifnya sering dianggap sebagai makhluk misterius.

Sebenarnya, sangat sedikit "@channeler" yang benar-benar membahas hal ilegal, tapi persepsi masyarakat cenderung hiperbola, menekankan sisi gelapnya. Banyak yang menganggap "pengguna @channel adalah entitas yang memalukan secara sosial".

Dalam arti tertentu, mungkin aku juga berpikir begitu.

Tapi harus kusampaikan—misalnya pria gemuk di depanku—seorang pria muda yang aktif di @channel tidak meninggalkan kesan buruk. Dan secara pribadi, aku tidak masalah dengan siapa pun yang menjelajahi @channel.

Namun, anggapan bahwa gadis sepertiku yang belum dewasa adalah pengguna berat @channel pasti menjadi sasaran prasangka. Kalau orang lain, itu cuma hobi, jadi tidak masalah. Tapi jika aku yang melakukannya, aku khawatir bagaimana orang memandangku.

Itulah sebabnya aku menyembunyikan fakta bahwa aku pengguna @channeler. Namun, terkadang, ketika aku sedang senang atau kesal, aku tanpa sadar menggunakan bahasa gaul @channel. Di tempat kerja Amerika, kecuali jika itu kata yang sangat umum, tidak ada yang memperhatikan—tapi di Jepang lain cerita.

Aku belum menyesuaikan pola pikirku dengan cukup baik dalam hal itu. Terlalu Ceroboh!

Dalam hati, aku ingin mengejek diriku yang sedang panik membela diri dengan "Kau bodoh, malu sendiri, www", tapi begitu memikirkannya, aku kembali membeku karena alasan berbeda.

Sama kayak wkwk di indo (pandanan "www" dalam bahasa jepang)

Tapi kebekuanku hanya sesaat.

Mungkin karena itu, lelaki berjas putih itu sama sekali tidak menyadari keresahanku dan malah menunjuk-nunjukku sambil berteriak:

"Aku dengan jelas melihatnya!... Melihatmu ditusuk!"

Nada bicaranya yang tegas menciptakan sensasi aneh dalam diriku.

"...Eh?"

Tadi dia juga bicara tentang wujud fisik dan hantu. Saat mengangkat bajuku, dia menyebut penusukan. Itu tampak seperti alasan aneh untuk pelecehan seksual.

"Sekitar tiga jam lalu, saat konferensi Dr. Nakabachi di Radio Kaikan!"

Konferensi Dr. Nakabachi?... Maksudnya konferensi pers papa?

Aku menatapnya, keraguanku semakin dalam. Konferensi pers papa seharusnya sudah berlangsung tiga jam yang lalu. Tapi kecelakaan satelit menyebabkannya dibatalkan. Jadi, meskipun disebut konferensi pers, acaranya tidak pernah terjadi.

—Benar. Dibatalkan. Itu sebabnya papa marah dan langsung pulang ke Aomori. Aku kecewa tidak bisa bertemu... Tidak ada yang aneh.

Tidak ada yang aneh.

Tiba-tiba, rasa tidak nyaman muncul.

Tidak ada yang aneh?

Aku datang ke Jepang khusus untuk menemui papa, tapi sekarang harapanku pupus—dan aku tidak terlalu kecewa. Tentu saja aku menyesal, tapi seharusnya perjalanan sejauh ini tidak berakhir hanya dengan "sayang sekali".

Bukankah itu aneh?

Dan saat rasa tidak nyaman ini muncul, kusadari—bagian perut yang diperiksa pria berjas lab tadi persis tempat yang terasa nyeri pagi ini setelah mimpi buruk.

Jangan-jangan... tindakannya tadi adalah untuk memeriksa "luka tusukan"?

Bayangan menyeramkan ini sesaat memenuhi pikiranku.

Pria ini tahu sesuatu?

Kurasakan sesuatu muncul dalam kesadaranku.

Tapi "sesuatu" dan rasa tidak nyaman ini hanya bertahan sekejap—bahkan lebih singkat. Seperti ide sekilas yang sulit diingat, ketidaknyamanan ini menghilang begitu kudengar kalimat berikutnya:

"Okarin, simpan delusimu untuk diri sendiri. Bukankah konferensi Dr. Nakabachi dibatalkan~?"

Saat aku pulih dari keterkejutanku, pria gemuk yang menemani pria berjas lab itu menghentikannya.

Benar. Konferensi papa dibatalkan.

Kalimat ini dengan tegas mengonfirmasi realita dan menghapus ketidaknyamananku.

...Seperti saat kau terbangun dari mimpi dan tidak dapat mengingatnya lagi.

"Tapi...!"

Meski dihentikan temannya, pria berjas lab tetap bersikeras. Dia dan pria gemuk itu tampaknya tidak menyadari ketidaknyamanan singkat yang kurasakan.

Aku sendiri sudah mengabaikannya, hanya menganggapnya sebagai "perasaan aneh".

"Makise-san, sudah hampir waktunya..."

"Ah, ya..."

Selagi kami mengobrol, rasanya waktu seminar sudah tiba. Mendengar suara staf, aku pun mulai berjalan dari aula menuju tempat seminar, meskipun aku khawatir dengan pria berjas putih itu.

"Tunggu, kau mau lari!?"

Pria berjas lab yang ditahan temannya berteriak padaku. Ekspresinya membangkitkan sisa "ketidaknyamanan" yang masih tersisa.

Papa... Konferensi pers... Penusukan... Kata-kata ini berputar di kepalaku.

Ada yang salah.

Kecurigaan intuitif itu memang hanya bisa digambarkan seperti itu. Kehadiran samar yang akan menghilang bagai salju musim semi yang ringan jika tak diperhatikan. Aku tak yakin apa itu, tapi ada sesuatu yang menarik perhatianku.

Tanpa sadar aku berhenti. Mungkin sebaiknya aku mendengarkan lebih saksama apa yang dia katakan.

"...Kau?"

Pria berjas lab menjawab dengan ekspresi nekad. Matanya membara, seolah mencoba membangkitkan ingatanku:

"Jangan panggil 'kau'...Hououin Kyouma!"

Setelah naik ke podium, staf mengumumkan dimulainya seminar ATF.

Berdiri di atas podium, aku menyadari sekali lagi bahwa ada lebih banyak orang daripada yang kuduga. Seperti yang telah aku katakan sebelum acara dimulai, wajar saja jika ada beberapa profesor yang cukup terkenal yang hadir.

Meski hadirin begitu banyak, "keyakinan teguh"-ku membantuku tetap tenang memulai presentasi.

"Hari ini, ATF mengundangku untuk membahas topik 'Mesin Waktu'. Meski berbeda dengan makalahku di Science, aku akan berbagi perspektif berdasarkan pengetahuanku."

Mesin waktu.

Sejak papa mengundangku ke konferensi pers—"Konferensi Kesuksesan Pengembangan Mesin Waktu"—aku terus mendalami topik ini.

Ini bukan bidang keahlianku, tapi aku yakin jumlah dan kedalaman pemikiranku tidak kalah dengan siapa pun. Inilah "keyakinan teguh" yang kumiliki saat presentasi. Apapun pertanyaan, sanggahan, atau komentar provokatif, aku siap menjawabnya.

Ketika aku mulai mempertimbangkan topik ini, kesimpulan pertamaku, seperti yang aku sebutkan sebelumnya, itu sederhana:

Mesin waktu tidak mungkin dibuat.

Setidaknya dengan teknologi dan teori ilmiah saat ini yang dimiliki manusia.

Ini fakta sederhana, terlepas dari kebencianku pada pseudo-sains. Ini fakta tak terbantahkan. Berpikir dan menguji teori ribuan kali pun tak akan mengubahnya.

"Berdasarkan kesimpulanku..."

Tapi saat akan mengucapkannya, kata-kata itu agak tercekat di tenggorokanku.

Mesin waktu tidak mungkin dibuat.

Meski sangat yakin, sulit bagiku mengatakannya. Karena ini juga berarti menyangkal papa yang kusayangi—meski dia membenciku.

Tapi akhirnya harus kukatakan juga.

Karena inilah kebenaran yang kudapat sebagai peneliti—"keyakinan teguh"-ku.

"...Mesin waktu adalah konsep yang tidak layak dipertimbangkan, Mengenai mengapa aku sampai pada kesimpulan ini, aku akan menganalisis dan menjelaskannya..."

Menyampaikan kesimpulan di awal membuat presentasi lebih jelas. Juga menegaskan bahwa pembahasan hanya dalam lingkup kesimpulan ini.

Banyak peneliti telah melakukan eksperimen pikiran tentang mesin waktu. Materinya sangat luas. Mustahil membahas semuanya dalam waktu terbatas. Karena itulah aku mempersempit ruang lingkup.

—Terlebih, aku tak mungkin berasumsi "mesin waktu bisa dibuat". Apalagi sudah menulis makalah untuk papa. jadi aku harus menyiapkan garis pertahanan untuk menghindari penyebutan isi makalah secara tidak sengaja.

Tapi tiba-tiba, sebuah suara mengacaukan rencanaku.

"Keberatan!"

"Eh?"

Tak menyangka ada yang berkomentar di saat seperti ini, aku bereaksi aneh. Ternyata pria berjas lab tadi—Hououin Kyouma—berdiri dari kursinya.

"Mesin waktu tidak bisa dibuat? Hah... Jangan terlalu cepat mengambil kesimpulan!"

Mataku membelalak.

Aku tidak bisa menahan diri untuk tidak mengeluh dalam hatiku: Kau tidak bisa membaca situasi? Ini bukan waktu yang tepat. Pertanyaan atau keberatan seharusnya diajukan di akhir. Rasanya ingin kuhajar dia selama satu jam penuh.

Aku merasakan amarah berbeda menyala dalam diriku.

Kemarahan yang berbeda dari sebelumnya. Atau mungkin itu cara melampiaskan rasa frustrasinya? Perasaan seperti itu berkecamuk dalam diriku. Kalau dipikir-pikir, aku belum membalas pelecehan seksual yang kuterima sebelumnya.

Kuberi isyarat pada staff yang akan menghentikannya, menunjukkan bahwa ini tak perlu. Lalu dengan tegas kukatakan padanya:

"Aku tidak menyimpulkan terlalu cepat, atau lebih tepatnya, menurutku secara teoritis, mesin waktu seharusnya tidak ada."

"...Apa?"

Kerangka presentasiku hancur berantakan di pikiran. Tidak—aku sendiri yang menghancurkannya. Seketika, otakku menyusun ulang materi menjadi format diskusi. Kuserahkan senyum tipis dan tatapan tantangan pada Hououin Kyouma yang menggeram di depanku.

"...Kalau begitu, mari kita ubah menjadi format diskusi? Dengan begitu, orang keras kepala sepertimu pun akan bisa mengerti. Bukankah begitu, Hououin Kyouma-san?"

"Eh, dia sudah pulang?"

Usai seminar, ketika aku mencari Hououin Kyouma untuk diajak bicara, tetapi aku diberitahu bahwa dia sudah pergi

Orang yang memberitahuku—teman Hououin Kyouma yang bernama Hashida Itaru—mengangguk mantap.

"Iya~. Okarin gampang tersinggung... Lagipula Makise-shi terus menerus menyerangnya tadi..."

Hashida—@channeler berat—berbicara dengan bahasa @channel sambil menunjukkan sedikit simpati dan celaan. Maksudnya, aku terlalu kekanak-kanakan menjadikan Hououin Kyouma sebagai sasaran amarah.

Selama seminar, aku menggunakan semua pengetahuanku untuk menyangkal kemungkinan mesin waktu.

Tentu saja, Hououin Kyouma sebagai pendukung mesin waktu membantah, tapi setiap kali dia membantah, kusangkal balik hingga tak bisa berkutik.

Ya, aku melakukannya karena emosi.

Aku memang agak malu.

Meski mengubah format menjadi diskusi untuk membahas topik luas dalam waktu terbatas, alasan utamanya adalah melampiaskan amarah—aku tak bisa menyangkalnya.

Sepertinya saat marah, aku tak bisa mengendalikan emosi dan bertindak tanpa berpikir.

Bahkan tanpa sadar, pikiranku menganalisis cara paling efektif untuk melukai lawan dan menyerang tanpa ampun. Ini bukan sekadar kebiasaan buruk. Inilah sebabnya aku tak punya teman sebaya—harus banyak introspeksi.

Aku tak bisa membenarkan tindakanku tadi.

Di tengah seminar, kusadari meski dia mendukung mesin waktu, pengetahuannya tentang teori dan realisasinya sangat awam. Dan aku malah mempermalukannya di depan umum. Sungguh tidak profesional.

"Tapi berkat itu, presentasinya jadi mudah dimengerti dan menarik, sih."

Di sisi lain, kehadirannya sebagai orang awam—seperti kata Hashida—membuat penjelasanku lebih mudah dipahami dan suasana menjadi hidup.

"Jadi, meski Okarin yang salah duluan melecehkanmu, tolong maafkan dia ya."

Aku terkejut dan menatap Hashida. Rupanya dia mengira aku mendatanginya karena masih ingin melampiaskan amarah.

"T-Tunggu. Bukan itu maksudku..."

"Lho, bukan~? Makise-shi terlihat sangat menikmati diskusi tadi, lalu langsung mencarinya setelah selesai, jadi kupikir—"

Menikmati...?

Rupanya ini sumber salah pahamnya. Tapi dia bilang aku menikmati? Aku hanya marah karena seminarku kacau olehnya, lalu melampiaskannya...

Tapi...

Kuingat lagi ucapan-ucapanku tadi.

"Dari sini, dapat dilihat bahwa menggunakan teori string kosmik untuk perjalanan waktu adalah pendekatan yang sangat tidak praktis... Masih mau mencoba, Hououin-san?"

"Benar juga. Kalau begitu, silakan temukan materi penyangkalnya, Hououin-san."

"Hukum kekekalan massa tidak berlaku di skala makro kosmos atau mikro partikel dasar. Itu hanya untuk reaksi kimia. Tidak valid dalam fisika modern... Dalam fisika modern, sesuatu bisa tercipta dari ketiadaan."

Setiap kalimat dirancang untuk menyangkal Hououin Kyouma dan mempermalukannya. Orang biasa sudah akan diam dan duduk manis setelah diperlakukan seperti itu. Tapi dia hanya mengurangi intervensi, matanya tetap berapi-api, bertahan sampai akhir tanpa kabur.

Dia punya nyali untuk menghadapiku.

Kalau dipikir-pikir, rasanya ini pertama kalinya aku bisa berdiskusi panjang lebar dengan seseorang seusiaku, meskipun mereka sedikit lebih tua. Ini sebagian besar karena kepribadianku, tapi juga karena kebanyakan orang yang bisa kuajak bicara jauh lebih tua.

...Aku menikmatinya.

Kurenungkan kata-kata Hashida dan menganalisisnya. Sepertinya aku memang menikmatinya.

Sebab, selain rasa senang karena bisa berbicara secara setara—entahlah apakah ini cara yang tepat untuk mengungkapkannya—aku juga merasa seolah-olah dia sedang membela papa.

Aku membenci mesin waktu, dan seminarku menyangkal impian papa. Penelitian adalah tentang menyangkal terus menerus hingga menemukan kebenaran, tapi aku tetap merasa bersalah pada papa.

Jadi, meskipun pendiriannya yang menegaskan keberadaan mesin waktu sama sekali tak dapat kuterima, pada saat yang sama, aku merasa seolah-olah dia melindungi papa dan memihaknya.

Fakta bahwa dia tahu tentang konferensi pers yang seharusnya diadakan papa juga mempengaruhi persepsiku. Mungkin dia penggemar Papa - Dr. Chubachi? Pikiran itu membuatku semakin ingin berbicara dengannya secara langsung.

Bahkan jika perasaanku hanya kesalahpahaman, itu tidak masalah, aku harus menemuinya lagi untuk memastikan...

"Bukan begitu. Aku hanya ingin menanyakan sesuatu... Bisakah kau memberiku kontaknya?"

"...Eh?"

Hashida terkejut. Aku langsung sadar telah melakukan kesalahan lagi. Harusnya kupikir bagaimana seorang gadis muda meminta kontak pria akan terlihat. orz

"...Okarin biasanya ada di lab dekat sini. Kalau ada perlu, mampirlah ke sana."

Hashida yang masih bingung menuliskan alamat "lab" itu untukku di sebuah catatan. Dia tak bertanya lebih jauh. Mungkin dia baik hati. Kubicarakan hal lain untuk mengalihkan topik.

"Te-Terima kasih. Ngomong-ngomong, 'Okarin' itu panggilan untuk Hououin? Dari tadi kamu menyebutnya begitu."

"Hm? Iya, bisa dibilang panggilan~. Hououin Kyouma cuma nama yang dia buat sendiri, aslinya Okabe Rintarou. Makanya dipanggil Okarin."

Okabe = Oka, Rintarou = rin. Oh, begitu...

…………

...Tidak, mengapa aku mengangguk!?

Chuunibyou macam apa itu!! Nama palsu lagi, dasar mata iblis!!

Intinya Kang Halu

Tak heran kenapa namanya aneh...!!

Mungkin melihat ekspresiku yang tiba-tiba muram, Hashida, yang berdiri di depanku, buru-buru menjelaskan:

"Dia sebenarnya baik, aku jamin~... Cuma melelahkan kalau sering bersama."

Membela temannya seperti ini menunjukkan Hashida orang yang baik dan ramah—mungkin pelengkap kepribadian pria itu.

"Yah... terima kasih. Akan kusempatkan berkunjung."

Setelah seminar selesai dan kembali ke hotel, aku berdiri di bawah aliran air hangat, merenungkan segala yang terjadi hari ini.

Suara aliran air yang stabil menghalangi kebisingan yang tidak perlu, membantuku fokus berpikir.

Dengan dibatalkannya konferensi papa dan selesainya tugas utamaku—presentasi ATF—tujuan kedatanganku ke Jepang praktis sudah tercapai.

Tinggal mengunjungi Shoubuin Academy tempatku pernah belajar singkat, bertemu beberapa peneliti Jepang untuk diskusi, dan jadwalku di sini selesai. Itu pun bukan kewajiban. Jika ada urusan mendesak di AS, aku bisa segera terbang pulang.

"Artinya, aku harus bersiap pulang kembali."

Aku bergumam pada diri sendiri, menghitung sisa anggaran dan hari libur, serta rencana penelitian selanjutnya.

Profesor pembimbingku memberiku cuti hingga akhir Agustus, tapi jujur saja, aku tak punya banyak waktu untuk bersantai. Ada topik penelitian baru yang ingin kukerjakan, dan dananya juga tidak banyak.

"Tapi..."

Meski begitu, aku tak ingin bersiap pulang. Memang tidak bertemu papa sangat disayangkan. Tapi itu bukan alasan utamanya. Aku sadar betul.

"...Lalu, apa penyebab sebenarnya?"

Aku mencoba bertanya pada diri sendiri, tapi tak mendapat jawaban pasti.

Hanya ada perasaan samar yang berkata "Aku tidak bisa kembali seperti ini".

Seperti intuisi yang sering muncul saat meneliti.

"...Pasti ada sesuatu yang terlewat!"

Setelah mengucapkannya dengan tegas, kumatikan keran. Air langsung berhenti.

Aku berdiri di depan cermin, menatap diriku sendiri.

Yang terpantul adalah sorot mata yang menyembunyikan tekad kuat.

Otak manusia adalah mesin komputasi yang sangat kuat. Terutama area yang sering disebut alam bawah sadar, yang terus melakukan perhitungan lebih masif daripada kesadaran aktif.

Alam bawah sadar seringkali menyadari informasi yang tidak terdeteksi oleh kesadaran—atau ego—dan memprosesnya tanpa sepengetahuan pemiliknya.

Inilah yang disebut intuisi.

Jika intuisiku merasakan sesuatu, berarti otakku telah mendeteksi "hal yang tidak bisa kusadari saat ini".

Kalau begitu, aku harus mencari tahu apa sebenarnya "hal yang tidak bisa kusadari saat ini" itu.

"Aku tak boleh pulang sebelum memahaminya... Sama sekali tidak."

Aku menyeka rambutku yang basah dengan handuk, memakai jubah mandi, lalu keluar dari kamar mandi. Udara dingin dari AC terasa nyaman di kulitku yang hangat setelah mandi.

Aku langsung menuju meja kecil, meneguk kopi kaleng yang kubeli, lalu menghela napas.

Pandanganku tanpa sengaja tertuju pada map berisi makalah yang tergeletak di atas meja. Baru tiba di hotel, aku meletakkannya begitu saja di tempat tidur.

Makalah yang seharusnya diberikan kepada papa—"Tinjauan Tentang Mesin Waktu".

Sambil menatap makalah itu, entah mengapa aku teringat pria yang kujumpai tadi siang.

Hououin Kyouma—alias Okabe Rintarou—pria berjas lab yang baru pertama bertemu sudah berani meraba-raba dan menyebutku hantu.

Makalah yang kutulis untuk membantu papa, dan dia yang begitu bersemangat tentang mesin waktu, sepertinya memiliki kesamaan tertentu.

Siang tadi, gaya bicaranya terasa seperti membela papa, melawanku yang mengkritik papa. Tentu saja, sebagian besar kesan ini hanya anggapanku sendiri... atau lebih tepatnya, khayalan.

Dia tidak benar-benar mengucapkan kata-kata pembelaan untuk papa. Mungkin dia memang menyukai mesin waktu, sehingga bersikap seperti itu.

Namun, meski begitu.

Aku tetap merasa dibandingkan diriku sekarang, dia lebih dekat dengan papa. Dan perasaan ini mungkin benar.

"Aku tidak menerima mesin waktu... Aku benci itu."

Aku menulis makalah ini murni untuk papa.

Mesin waktu memang topik eksperimen pikiran yang menarik dan memicu rasa ingin tahu, tapi kebencianku lebih besar daripada rasa penasaranku.

"...Ini sangat kontradiktif."

Membenci mesin waktu, membencinya karena telah mengambil papa dariku, mencapnya sebagai pseudo-sains.

Tapi di saat yang sama, mesin waktu yang dikejar papa seumur hidupnya juga satu-satunya cara agar papa diakui akademisi dan agar kami mungkin menjadi sebuah keluarga lagi.

Aku membenci mesin waktu, tapi untuk memenangkan hati papa, aku harus menggunakannya. Ini adalah sisi gelap yang terus menghantuiku.

Jadi tentu saja.

Aku tidak punya sedikit pun hasrat terhadap mesin waktu. Tidak seperti Okabe atau papa yang begitu terobsesi. Bagiku, mesin waktu hanyalah alat untuk mendapatkan pujian dari papa.

"Namun hal itu tidak serta merta menjadikanmu seorang peneliti yang buruk."

Berapa kali profesor pembimbing dan senpai mengingatkanku.

"Kapan pun, hasrat 'keingintahuan' adalah teman terkuat peneliti. Kita harus menghargai dan mempertahankannya. Jika tidak, sains bisa dengan mudah menjadi senjata atau alat mencari keuntungan."

Mereka juga berkata:

Dengan hasrat "keingintahuan", manusia berevolusi, menciptakan peradaban yang maju seperti sekarang.

Meski dalam prosesnya ada kesalahan dan tragedi, pada akhirnya sains dan peradaban seharusnya membawa lebih banyak kebahagiaan. Dan—

"Jika sains dan peradaban membuat manusia sengsara, maka kita sebagai peneliti yang menciptakannya punya kewajiban memperbaikinya."

Apakah aku mengingat ini saat menulis makalah itu? Jawabannya TIDAK.

Seorang peneliti hebat bisa menyelaraskan tujuannya dengan kebahagiaan dunia.

Inilah pelajaran pertama yang aku pelajari di Viktor Chondria University. Tapi saat menulis makalah ini, aku melupakannya... dan setengahnya sengaja.

Kuulurkan tangan, mengambil map dari meja.

"Ini bukan sesuatu yang 'ingin kuketahui'. Yang 'ingin kuketahui' adalah cara mendapatkan kembali hati papa..."

Aku benar-benar tidak layak disebut peneliti.

Dari segi hasrat saja, Okabe Rintarou yang pemahamannya dangkal tentang teori mesin waktu, atau papa yang reputasinya buruk di akademisi, lebih pantas disebut peneliti sejati.

...Bukan orang sepertiku.

"Setelah menulis makalah ini, aku terus membayangkan reaksi papa. Tapi sekarang kupikir, mungkin lebih baik tidak menunjukkannya padanya..."

Kalau papa marah setelah membaca makalah yang kutulis dengan niat tersembunyi ini, mungkin aku benar-benar tidak akan bisa bangkit lagi.

Memilih topik yang tidak kusukai, menulis makalah dengan tema yang kubenci. Bahkan mengabaikan sikap tulus sebagai peneliti.

Ini hampir seperti mengkhianati hatiku sendiri, posisiku, bahkan papa. Seharusnya aku menyadarinya lebih awal. Tapi baru setelah aku bertemu seseorang yang benar-benar bersemangat tentang mesin waktu, aku mampu menyadarinya.

Kuhela napas panjang.

"Kurasa perjalananku masih panjang."

Disebut jenius oleh banyak orang, tapi kenyataannya seperti ini.

Seberapa pun tajam pemikiranku atau kuat ingatanku, tanpa hasrat, aku tidak bisa melewati jalan terjal. Tanpa hasrat "ingin tahu" yang paling mendasar...

"Lalu, sekarang... apa yang paling 'ingin kuketahui'?"

Menatap makalah, aku bergumam pelan.

Orang pertama yang terlintas dalam pikiran adalah Hououin Kyouma, juga dikenal sebagai Okabe Rintaro.

Mengapa dia menyebutku hantu? Dan perasaan tidak nyaman yang muncul saat bertemu dengannya.

Tidak diragukan lagi, inilah yang paling "ingin diketahui" Makise Kurisu saat ini. Sebagai peneliti, seharusnya aku mengikuti hasrat ini.

Kukembalikan makalah ke meja, mengeluarkan ponsel untuk memeriksa jadwal besok. Siang hari rencananya bertemu profesor dari Tokyo Denki University, setelah itu tidak ada agenda lain.

"Baik, akan kujumpai dia besok sore."

Tentu saja, aku juga punya waktu di siang hari. Tapi jujur saja, di Akihabara yang dilanda efek Island Heat musim panas ini, aku tidak ingin beraktivitas di luar saat terik.

Besok, aku akan menemui Okabe Rintarou.

Dengan begitu, aku bisa memahami hasrat yang dimilikinya dan papa, sekaligus menjawab pertanyaanku. Begitu tekadku bulat, bahu terasa lebih ringan.

"...Alasan aku tidak bisa pulang, mungkin ini?"

Kurenungkan sejenak, tapi sepertinya tidak ada jawaban. Sepertinya kesimpulannya masih jauh.

"Terima kasih atas makanannya~"

Sambil berterima kasih pada pemilik kedai, aku keluar dari restoran ramen.

Di luar masih banyak pelanggan yang mengantre.

Melewati barisan orang yang sedang mendiskusikan menu, aku masih merasakan kenikmatan ramen yang baru saja aku makan.

Kuahnya berasa tonkotsu (tulang babi), tapi tidak amis dan memiliki rasa yang bersih dan unik. Awalnya terasa agak ringan, tapi pas dengan mie tipisnya yang lezat, sampai-sampai aku sempat berpikir untuk menambah porsi mie.

Tapi karena makan malam ini lebih larut dari biasanya, aku menahan diri untuk tidak memesan mie tambahan karena tidak ingin mengonsumsi terlalu banyak kalori, tetapi mungkin aku akan mencobanya lain kali.

Makan malam ini mengingatkanku kembali pada kelezatan ramen Tokyo. Makan siang tadi di Kitchen Jiro dengan masakan Baratnya juga enak, benar-benar hari yang membahagiakan.

Dengan perasaan senang, aku berjalan menuju arah Kanda Myoujin.

Dari restoran ramen ini, lebih cepat kembali ke hotel dengan melewati Kanda Myoujin.

Jalan lurus dan sedikit belok, akan sampai pada tangga tinggi Kanda Myoujin. Lewat depan kuil, melewati torii, dan sampai di jalan Hongou di depan hotel.

Saat melewati Kanda Myoujin, teringat belum membeli jimat yang diminta senpai. Kulihat kantor administrasi kuil yang menjual jimat tampaknya sudah tutup.

Mengusap perut yang kenyang, dengan perasaan bahagia setelah menikmati makanan enak, aku membuka ponsel. Hampir tanpa sadar, jemariku refleks membuka situs "@channel".

Perangkat lunaknya pun menyala dan secara otomatis mencari papan buletin dengan tingkat pembaruan tinggi—dengan kata lain, papan buletin dengan kiriman terbanyak.

Browser khusus ini adalah perangkat lunak penjelajah web khusus untuk "@channel"—yang biasa disebut browser khusus.

Peramban khusus tersebut tampaknya dikembangkan sebagai respons terhadap dugaan upaya penghancuran "@Channel" - sebuah insiden di mana server tempat program "@Channel" disimpan kelebihan beban dengan pengguna yang mengaksesnya, dan seluruh thread hampir menghilang.

Dengan browser khusus ini, beban server "@channel" bisa sangat dikurangi, dan berkat usaha banyak pihak, kepunahan "@channel" berhasil dicegah.

Sejak saat itu, sebagai etika, para "@channeler" akan sebisa mungkin menggunakan browser khusus ini.

Selain mengurangi beban server, browser khusus juga memiliki beberapa fitur unik, sehingga banyak orang menggunakannya untuk pengalaman browsing yang lebih nyaman. Tentu saja, aku salah satunya; ada banyak jenis browser khusus, dan aku memilih yang fokus pada fungsi pencarian.

Saat membuka situsnya, seperti diduga, seluruh "@channel" sedang membahas insiden jatuhnya satelit di Radio Kaikan siang tadi. Katanya sampai sekarang belum ada negara yang mengakui satelit itu sebagai miliknya, bahkan orbit dan tujuan penggunaannya pun masih misteri.

Bisa ditebak, di papan fenomena supernatural tempat semua topik paranormal didiskusikan, banyak komentar yang mengklaim satelit ini mungkin UFO. Dalam istilah umum disebut kondisi "spam".

Sambil men-scroll layar, aku cepat membaca komentar-komentar ini. Lalu, aku melihat beberapa komentar aneh. Entah mengapa, banyak yang menulis "penjelajah waktu muncul www" atau "tolong jelaskan detail mesin waktu".

"Kebetulan yang tidak menyenangkan..."

Kebahagiaan kecil dari makanan enak langsung lenyap saat ini juga.

Meski membuka "@channel" sudah jadi kebiasaan, tidak perlu melihat topik mesin waktu yang kubenci di saat seperti ini. Tapi tetap saja kulakukan.

Dan sekarang setelah aku memulainya, rasanya aku takkan bisa mengakhirinya kecuali aku menemukan semacam penyelesaian. Aku menutup ponselku untuk sementara waktu.

Aku masih di jalan. Hanya melihat ponsel tidak apa-apa, tapi membuka "@channel" sambil berjalan terlalu berbahaya. Lagipula aku sedang agak emosional, bisa-bisa terjadi sesuatu.

Aku memutuskan untuk cepat kembali ke hotel.

Dengan perasaan jengkel pada mesin waktu yang kembali muncul...

Sesampainya di kamar hotel, aku membuka kembali situs "@channel".

Sambil mengoperasikan browser khusus, aku melacak sumber komentar-komentar aneh sebelumnya.

Tampaknya ada seseorang yang tidak memahami etika "@channel", mengabaikan norma-norma tidak tertulis, sehingga memicu banyak tanggapan.

Newbie yang tidak paham aturan seringkali mengambil tindakan di luar batas karena tidak memahami situasi. Kuharap mereka mau belajar dulu budaya "@channel" sebelum memposting.

Atau dalam istilah umum: "ROM dulu setengah tahun pertama".

"ROM" (Read Only Member) = diam-diam mengamati forum

Tapi setelah memahami situasi, masalahnya ternyata bukan di situ. Fokus utamanya adalah seorang pengguna yang mengaku sebagai penjelajah waktu dari masa depan.


079   Nama: JOHNTITOR [age]  ID:aA4nAOfm0  

Bahkan jika kalian tidak percaya aku dari tahun 2036, tidak masalah.  

Tampaknya kalian di worldline ini ingin tahu lebih banyak tentang mesin waktu.  

Mesin waktu dikembangkan oleh SERN. Mereka menyelesaikannya pada tahun 2034.  

2010/07/28  (Wed)  20:11:45  


Reaksiku saat membaca komentar ini: "Rahangku hampir copot". Kebencianku pada mesin waktu langsung menyala, dan tanpa berpikir aku menulis balasan:


081   Nama: KuriGohan & Kamehameha [sage]  ID:hdly4EPIO  

Rincian mesin waktu kwsk  

2010/07/28  (Wed)  20:15:08  

"kwsk" (kakushite kudasai) = "tolong jelaskan" 

Ngomong-ngomong, "KuriGohan dan Kamehameha" adalah nama samaran yang aku gunakan di "@channel" Orang yang aku kirimi pesan sepertinya tidak mengerti cara menggunakan "@Channel", jadi butuh waktu cukup lama untuk mendapatkan balasan.


124   Nama: JOHNTITOR [age]  ID:aA4nAOfm0  

SERN telah memonopoli mesin waktu.  

Baik masyarakat umum, negara, maupun perusahaan tidak bisa mengaksesnya.  

Mereka hanya menggunakan mesin waktu untuk kepentingan sendiri, mengubah dunia menjadi dystopia.  

Meskipun semua konflik dihilangkan, tapi itu hanya kedamaian palsu.  

Apa itu kwsk?  

2010/07/28 (Wed) 20:47:42  


Akhirnya dapat jawaban, tapi kalimat terakhir membuatku mengelus dada.

"Tidak tahu kwsk... dan pakai [age], jelas-jelas newbie. Terima kasih banyak~."

Orang yang mengaku "JOHNTITOR"—seharusnya dibaca John Titor—ini apa tidak pernah internetan? Jika ini akting, berpura-pura sebagai newbie "@channel", sangat tidak meyakinkan.

Ditambah lagi dia mengaku penjelajah waktu dengan imajinasi liar. Saat kepalaku pusing memikirkan setting tidak masuk akalnya, John Titor kembali memberi komentar:


206   Nama: JOHNTITOR [age]  ID:aA4nAOfm0  

Aku datang ke era ini untuk mengubah masa depan.  

Tujuanku adalah menghancurkan dystopia SERN dan merebut kembali kebebasan.  

2010/07/28 (Wed) 20:59:31  


Dystopia—masyarakat otoriter mimpi buruk tanpa hak asasi... Kepalaku pusing menanggapi omong kosong John Titor:


081   Nama: KuriGohan & Kamehameha [sage]  ID:hdly4EPIO  

Maksudmu SERN = Diktator

2010/07/28  (Wed)  21:01:44  


Apa John Titor tidak tahu organisasi seperti apa SERN itu?

Sepengetahuanku, kecuali dia bicara tentang organisasi fiktif, hanya ada satu SERN di dunia ini.

SERN.

Nama resminya: European Organization for Elementary Atomic Nuclear Research.

Tapi "SERN" bukan singkatan nama resmi itu. Ini berasal dari bahasa Prancis "Société Européenne pour la Recherche Nucléaire"—yang merupakan singkatan dari "Research Institute Establishment Preparatory Committee", dan telah digunakan hingga saat ini.

Lembaga penelitian internasional yang didanai negara-negara Eropa ini berpusat di perbatasan Swiss dan Prancis, sebelah barat Canton Geneva.

Pencapaian mereka yang paling terkenal mungkin adalah pengembangan World Wide Web—sistem yang kita gunakan saat browsing "@channel".

Lebih tepatnya, merekalah yang pertama kali membuat server dan halaman web—saat itu istilahnya belum ada—hampir dua puluh tahun lalu.

Sebagai catatan, teknologi web awalnya dikembangkan agar peneliti SERN bisa berbagi hasil penelitian dan berkomunikasi dengan cepat. Namun bukan tujuan utama organisasi ini.

Seperti namanya, misi sebenarnya SERN adalah meneliti partikel elementer dan nuklir—misteri dunia mikroskopis.

Dengan kata lain, organisasi yang meneliti struktur fundamental alam semesta.

Sebagaimana lazimnya di lembaga penelitian semacam itu, SERN adalah organisasi yang fokus utamanya adalah penelitian dasar dan tidak melakukan penelitian praktis apa pun.

Dengan kata lain, saat mereka melakukan penelitian terhadap mekanisme fisik yang menggerakkan mesin mobil dan gesekan antara ban dan jalan, mereka tidak melakukan penelitian terhadap mobil itu sendiri.

—Kecuali untuk penelitian web tadi, itu memang pengecualian.

Jadi, jika SERN meneliti mesin waktu—paling banter hanya eksperimen pikiran—itu hanya sebatas riset dasar perjalanan waktu. Mustahil mereka benar-benar membuat mesin waktu.

Siapa pun yang mengenal SERN tahu mereka tidak akan mengembangkan produk praktis—kecuali untuk keperluan penelitian internal sendiri. Klaim John Titor ini sungguh menggelikan.

Tidak, jika ini diucapkan penganut pseudo-sains, itu sudah termasuk penghinaan.

Untuk memastikan, aku melakukan pencarian, tapi organisasi yang disebut John Titor—bahkan sebagai fiksi ilmiah!—hanya satu: SERN yang kukenal.

Percakapan kami berlanjut beberapa saat, tetapi John Titor tampaknya tidak hanya tidak memahami budaya "@channel", bahkan konsep etika berinternet pun tidak dimilikinya.

Untuk Sesaat, aku bertanya-tanya bagaimana seseorang bisa hidup di era digital ini tanpa pengetahuan dasar tersebut—tapi setelah dipikir-pikir, mungkin dia adalah orang tua yang baru mulai menggunakan internet.

"Aku benar-benar tidak mengerti dia ini siapa."

Dengan sedikit niat jahat terhadap pseudo-sains, aku mencoba menebak identitas John Titor sambil terus berdiskusi dengannya bersama anonim lainnya di papan diskusi.

Beberapa saat berikutnya. Topiknya perlahan beralih ke perjalanan waktu.

Yang paling membuat penasaran para netizen di papan diskusi tentu saja adalah paradoks yang muncul dari perjalanan waktu—yang biasa disebut Paradoks Kakek (Grandfather Paradox).

Isi paradoksnya: "Jika seseorang melakukan perjalanan waktu ke masa lalu dan membunuh kakeknya sendiri, apa yang akan terjadi?"

Jika aku kembali ke masa lalu dan membunuh kakekku, anak kakek (ayahku) tidak akan lahir; dan tentu saja, anak ayah (aku) juga tidak akan ada.

Tapi jika aku tidak lahir, tidak akan ada yang membunuh kakekku, sehingga ayahku akan lahir dengan selamat, dan aku pun akan ada. Dengan begitu, "aku" yang akan membunuh kakek tetap lahir, sehingga kakek tetap mati...

Dengan kata lain, situasi ini akan berputar dalam looping tak berujung.

Paradoks waktu yang seharusnya mustahil ini menjadi mungkin jika perjalanan waktu ada.

Untuk menghindari kontradiksi ini, para peneliti perjalanan waktu dan mesin waktu telah mengajukan banyak hipotesis logis.

Seorang profesor berpendapat bahwa semua fakta dan fenomena sudah ditentukan, jadi meski seseorang kembali ke masa lalu, sejarah tidak bisa diubah.

Artinya, karena "aku" yang melakukan perjalanan waktu sudah ada, semua tindakan yang bertentangan dengan hasil ini pasti akan gagal—membunuh kakek adalah hal yang mustahil.

Ilmuwan lain percaya bahwa perjalanan waktu pada dasarnya tidak bisa dilakukan secara bebas—pelaku perjalanan tidak akan pernah bisa mencapai lokasi atau waktu yang bisa mempengaruhi kelahirannya sendiri.

Menurutnya, meski seseorang ingin pergi ke waktu atau tempat di mana mereka bisa membunuh kakeknya, mesin waktu tidak akan aktif—atau akan meledak seketika.

Peneliti ketiga menganggap perjalanan waktu bukanlah berpindah ke waktu lain, melainkan ke dunia paralel yang sangat mirip dengan dunia asal. Dunia paralel ini hampir sama, tapi memiliki perbedaan kecil.

Karena berpindah ke dunia lain, membunuh kakek di sana tidak akan mempengaruhi masa lalu dunia asal. Dengan kata lain, kakek yang dibunuh bukanlah "kakek kandungmu"—hanya seorang asing yang mirip.

Masih banyak teori lain tentang penghindaran paradoks perjalanan waktu, tapi tidak akan kubahas di sini.

Dari semua teori ini, penjelasan John Titor paling mirip dengan teori dunia paralel—sangat dekat dengan interpretasi Dunia Berganda Everett.

Seperti teori dunia paralel, dia percaya dunia tidak hanya satu, tapi terdiri dari alam semesta paralel yang tak terhitung.

Tapi menurutnya, dunia-dunia ini tidak ada sejak awal—mereka terpisah ketika terjadi "divergensi worldline", membentuk satu atau lebih dunia baru.

Maksudnya, ketika aku membunuh kakekku, terjadi divergensi worldline—dunia terpecah menjadi "worldline di mana kakek tidak dibunuh" dan "worldline di mana kakek dibunuh".

Aku sendiri lahir di worldline pertama, jadi membunuh kakek tidak mempengaruhiku.

Kita bisa mengibaratkan teori ini seperti pohon.

Pohon bernama "dunia" awalnya memiliki satu batang, tapi saat kakek dibunuh, ia bercabang menjadi dua: "worldline kakek hidup" dan "worldline kakek mati".

Kedua cabang ini akan terus bercabang setiap kali sesuatu terjadi, berulang tanpa akhir.

—Sebagai catatan, John Titor sendiri mengibaratkannya sebagai "sungai yang mengalir paralel". Apa pun analoginya, konsep ini harus dijelaskan dengan perumpamaan, atau akan sulit dipahami.

"Penjelasan ini memang bisa menyelesaikan masalah paradoks..."

Tapi perlu diingat: dalam mekanika kuantum modern, interpretasi Dunia Berganda Everett bukanlah penjelasan utama. Karena teori ini belum bisa dianggap lengkap.

Terutama saat melakukan kalkulasi mekanika kuantum berdasarkan interpretasi Everett—beberapa variabel masih belum diketahui. Singkatnya, ada angka penting yang belum jelas.

Tentu saja, tanpa angka-angka itu, tidak ada rumus yang lengkap.

Everett sendiri berkata kita tidak membutuhkan perhitungan selengkap itu sejak awal.

Bahkan dengan variabel yang belum diketahui, akurasi perhitungan hampir tidak terpengaruh—dan dalam praktiknya, error-nya sangat kecil, bahkan bisa diabaikan.

Tapi itu hanya untuk sekarang.

Selama ketidaklengkapan teori Everett berpotensi menimbulkan masalah serius di masa depan, sebagian besar peneliti enggan menjadikannya dasar teori.

Ini agak mirip dengan pseudo-sains yang ditolak kalangan akademis—terlalu banyak celah teoritis.

Dan aku sendiri juga tidak sepenuhnya menerima interpretasi Dunia Berganda Everett.

Dalam keadaan normal, aku mungkin akan menganggap ini sebagai "trolling"dalam bahasa gaul @channel—cara berkomunikasi di forum dengan menciptakan topik palsu untuk memancing respons, sekadar hiburan. Tapi kali ini, "umpan"—nya agak aneh.

Dalam istilah "@channel", ini disebut "kailnya terlalu besar".

Tidak masuk akal seseorang berbohong dengan mengaku sebagai penjelajah waktu. Sebagian besar yang berdiskusi dengan Titor di thread ini pun mungkin tidak percaya klaimnya.

Dengan kata lain: "Kalau mau bohong, setidaknya buat yang masuk akal."

Namun, John Titor tetap pada pendiriannya—bersikeras bahwa dia berasal dari masa depan.

Baik sebagai "troll" maupun "penipu", konsistensinya patut diacungi jempol—kecuali jika dia benar-benar penganut pseudo-sains yang mengaku penjelajah waktu.

Aku menekan tombol refresh untuk memeriksa komentar baru.

Yang muncul adalah posting dari pengguna bernama "Hououin Kyouma".


617   Nama: Hououin Kyouma  [age]  ID:1Kz727Sn0  

Tak kukira ada idiot yang mengaku sebagai John Titor sekarang!  

2010/07/28 (Wed) 20:42:27  


"...! H-Hououin!?"

Aku nyaris berteriak.

Tapi wajar saja. Siapa sangka orang yang kujumpai siang hari akan "bertemu" lagi dalam bentuk seperti ini di malam hari?

Kalau dipikir, dia memang sangat bersemangat tentang mesin waktu.

Jika ada penjelajah waktu muncul dan membuat keributan, wajar jika dia ingin ikut berkomentar—meski tidak tahu apakah itu nyata.

Tapi situasinya agak aneh.

Orang yang mengaku sebagai Hououin Kyouma ini pastilah Okabe—mengklaim bahwa pada tahun 2000 juga pernah muncul John Titor, dan yang sekarang berkomentar hanyalah peniru yang buruk.

"Sepuluh tahun lalu juga ada John Titor?"

Aku mencoba mencari informasi tentang John Titor tahun 2000 seperti yang dikatakannya.

Tapi tidak menemukan apa pun. Sama sekali tidak ada jejak John Titor versi Okabe.

Lagipula, jika tokoh yang diklaimnya benar-benar ada, pasti ada yang ingat—termasuk aku atau netizen lain di thread ini.

Namun, satu-satunya yang menyebutkan Titor tahun 2000 hanyalah Hououin Kyouma.

"Apa yang terjadi? ...Dia mengarang? ...Atau delusi?"

Muncul dugaan—mungkin John Titor adalah akun palsu yang dibuat Okabe sendiri. Mungkin saja, tapi tingkat leluconnya terlalu rendah, sepertinya bukan gayanya dan aku selalu merasa bahwa jika dia ingin menyombongkan diri, dia harus menggunakan cara yang berbeda.

Kalau dikatakan sebagai khayalan, juga ada kejanggalan.

Faktanya, John Titor menyangkal keberadaan Titor tahun 2000 yang diklaim Okabe. Lebih tepatnya, dia berkata "Setidaknya, aku tidak pergi ke tahun 2000".

Dengan kata lain, jika Hououin Kyouma—Okabe—mengetahui keberadaan Titor dari tahun 2000, maka itu berarti dia adalah John Titor dari worldline lain.

"Hmm... Tapi kalau begitu, kenapa Okabe ingat keberadaan Titor tahun 2000?"

Aku mencoba memikirkan beberapa hipotesis, tapi tidak ada yang masuk akal.

Jika Titor tahun 2000 yang dia kenal berasal dari worldline lain, berarti Okabe sendiri berasal dari worldline berbeda—atau mampu melihat worldline lain.

Penjelasan ini terlalu fantastis, dan tidak sepenuhnya sesuai dengan interpretasi Dunia Berganda Everett. Atau mungkin ini sama sekali bukan teori Everett, melainkan interpretasi multi-dunia lain?

—Bagaimanapun, keduanya masih terdengar konyol.

Hououin dan John Titor terus dibombardir komentar negatif di thread, tapi mereka tidak peduli dan beralih ke topik mesin waktu.

Dan yang mengejutkanku... teori mesin waktu yang mereka bahas ternyata sebagian mirip dengan makalah yang kutulis!

"...!?"

Menurut John Titor, mesin waktu yang digunakannya memanfaatkan Silinder Tipler dan Lubang Hitam Kerr.

Silinder Tipler adalah silinder (atau susunan materi) dengan kepadatan dan gravitasi ekstrem yang berputar sangat cepat. Momentumnya bisa mempercepat atau memperlambat waktu di sekitarnya, memungkinkan perjalanan ke masa lalu atau depan.

Tapi Silinder Tipler hanya memengaruhi aliran waktu di sekitarnya. Jadi, tidak bisa mengirim benda ke masa sebelum silinder itu ada.

—Sebagai catatan, menurut perhitungan, dibutuhkan silinder dengan diameter 10 km, panjang 100 km, dan massa setara matahari yang berputar 2500 kali per detik. Jelas tidak mungkin ada di Bumi.

Sedangkan Lubang Hitam Kerr adalah lubang hitam yang berotasi.

Lubang hitam biasa (statis) disebut Lubang Hitam Schwarzschild, yang hanya memiliki massa. Tapi Lubang Hitam Kerr juga memiliki momentum karena berputar.

Artinya, Lubang Hitam Kerr memiliki energi lebih banyak. Energi ini membuat singularitas di dalamnya—yang biasanya berbentuk titik—berubah menjadi cincin.

Singularitas adalah titik dengan gravitasi tak terhingga di mana hukum fisika tidak berlaku. Lubang hitam disebut "bintang dengan gravitasi begitu kuat hingga cahaya pun tidak bisa lolos" karena singularitas ini.

—Ini penyederhanaanku, tapi cukup untuk penjelasan singkat.

Di dalam singularitas cincin khas Lubang Hitam Kerr ("singularitas mikro"), ada daerah waktu tertutup negatif. Karena waktu di dunia kita mengalir maju, di daerah ini waktu mengalir mundur.

Jadi secara teori, dengan melewati daerah ini, kita bisa kembali ke masa lalu—tapi perlu dicatat: waktu yang bisa dilompati terbatas. Untuk kembali jauh ke masa lalu, harus melewatinya berulang kali.

Kedua metode ini termasuk teori perjalanan waktu yang lebih realistis. dan jika bisa diwujudkan, membangun mesin waktu bukanlah hal yang mustahil. Namun, ada beberapa masalah dengan teori-teori tersebut. Aku pun tak kuasa menahan diri untuk bertanya:


719   Nama: KuriGohan & Kamehameha  [sage]  ID:hdly4EPIO  

Perjalanan waktu dengan Lubang Hitam Kerr memang mungkin secara teori, tapi ada masalah:  

1. Bagaimana membuat lubang hitam berotasi?  

2. Bagaimana melewati singularitas mikro di dalamnya?  

2010/07/28 (Wed) 22:16:02  

Aku mengirim pertanyaan dan menatap layar ponsel, menunggu balasannya. Sekitar sepuluh menit. Tapi bagiku, sepuluh menit ini terasa sangat lama.


760   Nama: JOHNTITOR [age]  ID:aA4nAOfm0  

Di mesin waktuku, ada alat distorsi gravitasi.  

Mesin waktuku bukan buatan SERN, tapi dibuat secara mandiri dengan merujuk desain SERN.  

Karena itu, alat distorsi gravitasinya agak tidak stabil.  

Dengan alat ini, bisa menciptakan singularitas mikro dan mengatur gravitasi saat melewatinya.  

Dengan menyuntikkan elektron ke singularitas mikro, lubang hitam akan berotasi.  

Setelah disuntik elektron, singularitas akan berputar sangat cepat dan menciptakan gelombang gravitasi lokal.  

Aku bukan ahli, jadi tidak bisa menjelaskan mekanismenya lebih detail.  

Yang pasti, Lubang Hitam Kerr bisa dibuat secara buatan.  

2010/07/28 (Wed) 22:28:23  


"Seperti yang kuduga..."

Aku bergumam sambil menatap layar ponsel.

Lubang Hitam Schwarzschild memiliki massa, sedangkan Lubang Hitam Kerr memiliki massa dan momentum. Selain itu, lubang hitam juga bisa memiliki muatan electron.

Memberi momentum pada lubang hitam sulit, tapi memberinya muatan—elektron—tidak terlalu rumit. Sudah lama kupikirkan bahwa jika ingin membuat Lubang Hitam Kerr buatan, lebih mudah membuat versi Kerr–Newman yang memiliki massa, momentum, dan muatan.

—Karena membuat benda bermuatan bergerak tidaklah sulit.

Dan jika bisa membuat Lubang Hitam Kerr-Newman, tidak perlu melewati singularitas cincin (singularitas mikro). Sebab di Lubang Hitam Kerr–Newman yang berputar cepat, daerah waktu tertutup akan meluas ke luar singularitas.

—Meski begitu, efek gravitasi kuat tetap tidak terhindarkan, jadi tetap butuh cara untuk menetralisirnya.

Ini juga kusebutkan dalam makalahku.

Saat ini memang belum mungkin, tapi jika suatu hari kita bisa menciptakan lubang hitam buatan, teknologi ini bisa digunakan untuk membuat mesin waktu. Inilah inti makalahku "Tinjauan Tentang Mesin Waktu".

—Dan kebetulan, SERN sedang melakukan eksperimen menciptakan lubang hitam buatan.

Dari sini jelas bahwa setidaknya John Titor memiliki pengetahuan lebih dari orang awam. Tapi ini juga berarti satu hal:

Dengan kata lain, teori mesin waktunya murni teoretis dan tidak memiliki penjelasan teknis yang konkret. Ia telah mengambil langkah pencegahan dengan mengatakan bahwa ia bukan seorang ahli, tetapi pada akhirnya, ia belum sampai pada inti permasalahan, yaitu "Bagaimana membuat mesin waktu?".

Pertama-tama, ia bahkan tidak membahas pertanyaan mendasar tentang dari mana mendapatkan sejumlah besar energi yang dibutuhkan untuk melakukan sesuatu yang begitu gegabah.

Singkatnya, John Titor tidak pernah mengatakan apa pun yang hanya bisa dikatakan oleh seseorang dari masa depan... Hingga saat ini, bahkan peneliti modern pun dapat membicarakannya.

Diskusi di forum anonim berlanjut sebentar sebelum tiba-tiba terhenti.


807   Nama: JOHNTITOR [age]  ID:aA4nAOfm0  

Hari ini aku lelah. Kita lanjut lain kali.  

Senang berdiskusi dengan kalian.  

2010/07/28 (Wed) 23:49:26  


Kabur?

Aku menghela napas dan berbaring di tempat tidur sambil memegang ponsel. Sejujurnya, aku merasa sedikit kecewa. Aku mulai mengantuk, jadi aku berhenti browsing dan menutup peramban. Aku merangkak di bawah selimut, berharap bisa tertidur.

...Tiba-tiba, aku tersadar dan langsung duduk!

"Kenapa... aku kecewa?"

Awalnya aku menganggap ini cuma "trolling", tidak serius.

Aku sudah tahu diskusi tentang mesin waktu tidak akan melampaui apa yang pernah kupikirkan.

Lalu kenapa perasaan ini muncul?

Aku mengerutkan bibir. Jika persepsiku berubah, pasti sejak melihat komentar "Hououin Kyouma". Aku berhenti menganggap John Titor sebagai troll karena dia.

"Kenapa...?"

Pertanyaan yang sudah kulontarkan berkali-kali sejak kemarin—tepatnya sejak dua hari lalu—keluar lagi. Sepertinya aku tidak bisa melangkah lebih jauh tanpa jawaban.

"Kurasa aku tidak punya pilihan selain menemuinya..."

29 Juli, keesokan harinya.

Setelah diskusi dengan profesor dari Tokyo Denki University dan menyelesaikan semua agenda, hari kian mulai sore. Awalnya hanya rencana makan siang santai, tapi obrolan berlangsung seru.

Setelah berpamitan, aku menuju lab Okabe Rintarou sesuai seperti yang telah aku putuskan malam sebelumnya.

"Daerah Chiyoda-ku, Sotokanda 3-chōme..."

Melihat papan jalan dan alamat di kertas yang diberikan Hashida, aku berjalan di sekitar Akihabara. Untungnya peta buatan tangannya cukup detail.

Tidak lama, aku sampai di sebuah gedung dengan toko "Braun Tube Workshop" di lantai satu. Aku bersiap naik tangga di sebelah kiri menuju lab di lantai dua.

Tiba-tiba, dari jendela lantai dua yang terbuka, terdengar suara familiar.

"Aku mengerti...! Microwave ini bisa melakukan teleportasi!"

Tidak salah.

Meski terdengar bersemangat, itu pasti suara Okabe Rintarou. Lalu, sepertinya ada suara Hashida yang membantah, tapi tidak begitu jelas.

"Mereka sedang apa?"

Teleportasi?

Setelah mesin waktu, sekarang ada istilah tidak masuk akal lagi.

Lupakan, lebih baik naik saja.

"Lalu, bagaimana kau menjelaskan pisang yang sudah ambil dari tandanya dan dimasukkan ke microwave—...!?"

Saat mulai menaiki tangga, suara Okabe yang bersemangat kembali terdengar. Sangat jelas meski dari jauh. Suara itu pasti akan berguna untuk presentasi.

Tapi situasinya aneh.

Tadi dia bicara teleportasi—apa yang terjadi? Aku sampai di depan pintu lab dan mengetuk dua kali.

...Tidak ada respons.

Sepertinya mereka sedang asyik berbicara.

Kuketuk lagi.

...Sama sekali tidak ada tanggapan.

Kuketuk sekali lagi, kali ini lebih keras.

...Tetap diabaikan. Aku mulai kesal.

Mungkin mereka tidak sengaja, tapi tidak ada yang suka ditolak seperti ini. Aku bukan tipe yang bisa tetap sabar ketika tahu ada orang di dalam tapi tidak membukakan pintu.

Sebagai protes, kuputar gagang pintu dengan keras—dan pintu terbuka tanpa perlawanan apa pun.

Pintunya... tidak dikunci?

Aku terkejut menatap pintu yang terbuka. Awalnya tidak berniat masuk paksa, tapi sudah terlanjur.

Langsung saja, aku melangkah masuk.

Ruangan ini agak sempit untuk sebuah lab. Terbagi menjadi:

ruang belakang dengan berbagai peralatan yang berantakan, PC, dan microwave

Ruang depan dengan sofa, meja, dan dapur kecil, dll

Sepertinya ruang belakang untuk pengembangan, depan untuk diskusi. Ada tirai yang bisa memisahkan keduanya. Meski penuh barang, cukup rapi dan nyaman.

Lebih mirip markas rahasia anak-anak daripada lab sungguhan.

Begitu masuk, dua pria terlihat berdiri di dekat meja di ruang depan, sama sekali tidak menyadari kedatanganku, fokus menatap sesuatu.

Eh...? Ada yang aneh.

Mereka sedang menatap pisang di atas meja.

Anehnya, satu pisang di ujung bukan berwarna kuning biasa, tapi hijau terang. Bukan warna pisang mentah, tapi seperti hijau transparan—seperti plastik atau agar-agar.

Bahkan, pisang itu tampak meleleh seperti bubur.

"Eksperimen yang menarik ya."

Bahkan saat kami sampai di pintu masuk, mereka berdua masih belum menyadari kehadiranku, jadi aku memanggil mereka. Suaraku membuat mereka kaget. Okabe Rintarou langsung tersentak. Dia berbalik dengan wajah terkejut.

Aku, di sisi lain, berusaha tersenyum. Lalu berkata:

"Okabe Rintarou... Bukan, Hououin Kyouma kan?"

"Okabe Rintarou... Bukan, Hououin Kyouma kan?"

Awalnya aku memanggilnya dengan nama asli yang diberikan Hashida, tapi kemudian teringat mungkin lebih baik menggunakan nama yang dia akui sendiri. Namun, ekspresi Okabe Rintarou tetap sama kacau—hanya bergumam, "Makise... Kurisu." Mungkin aku terlalu mengejutkannya.

"...Tadi aku sudah mengetuk pintu."

Mendengar aku berkata begitu, dia masih tampak bingung:

"K-kenapa... ada di sini—"

"Aku tanya pada Hashida-san."

Begitu kusebut nama Hashida, tiba-tiba mulutnya berbusa mengoceh tanpa henti:

"DARU! Jangan bilang… kau mengkhianatiku? Terpesona oleh pesona wanita 3D ini...! Sial, —aku tidak akan memaafkanmu, tidak pernah! Dasar Bitchhhhhh—!!"

Okabe Rintarou yang tadi masih grogi, sekarang malah mendekatiku dengan agresif, mengeluarkan rentetan makian. Fluktuasi emosinya ekstrem sekali...

Kemarin tidak sempat berbicara panjang, baru sekarang kusadari betapa sulitnya berkomunikasi dengannya. Bingung harus berkata apa, aku memandang orang lain di ruangan itu.

"Bisakah lalukan sesuatu tentang hal ini?"

Kuhilangkan kata "orang ini".

"Anggap saja dia sedang bingung dengan keadaan ini."

Hashida menjawab dengan nada pasrah.

Sementara kami berbicara, Okabe mengeluarkan ponsel dari sakunya, menempelkannya di telinga—tanpa menekan tombol apapun—lalu berbicara:

"Keadaan darurat. Organisasi akhirnya menemukan lokasi lab dan mengirim agen...! Apa? Kau bilang ini juga pilihan Steins;Gate!?"

Sekali lagi kutegaskan: dia tidak menekan tombol panggilan.

Tapi dia terus berbicara—dengan udara kosong. Chuunibyou? Jashin-chan? Sepertinya pernah terpikir olehku sebelumnya. Aku hanya bisa terdiam, bingung harus bereaksi bagaimana.

"Steins;Gate...?"

Hashida dengan datar menjawab kebingunganku:

"Itu cuma settingan di kepala Okarin. Tidak ada arti khusus."

"Sudah kuduga. Lagipula kata-katanya campuran bahasa Jerman dan Inggris..."

Tak ingin terus berdiri di pintu, aku melangkah masuk. Tiba-tiba Okabe berseru:

"Lepas sepatumu!"

Kulihat interior lab. Ternyata lantainya ala Jepang—harus lepas alas kaki. Setelah sedikit meminta maaf, aku melepas sepatu dan masuk, lalu menghampirinya dengan mengulurkan tangan untuk berjabat tangan.

"Perkenalkan kembali, aku Makise Kurisu."

Biasanya orang akan mengulurkan tangan balik. Tapi tidak dengannya. Dia gemetar, memandangiku dan tanganku secara bergantian tanpa bicara.

Melihat tingkahnya, mungkin dahiku sedang mengembang urat marah.

"Tidak bisa berjabat tangan? Laki-laki Jepang sungguh tidak tahu sopan santun."

Ilustrasi Pertama Jilid 1 The 1st Act

Mendengar itu, dia mengerang kesal, lalu dengan ragu-ragu mengulurkan tangan kanannya. Tapi belum pernah kulihat orang berjabat tangan dengan gemetaran seperti ini. Untuk pertama kalinya, kurasakan sorot mataku sendiri semakin mengerikan.

"Terlalu gemeteran!"

"Kau memancarkan aura pembunuh! Ini pasti yang disebut seni bela diri Timur yang legendaris!"

Aku menyerah berkomunikasi normal, langsung berjalan lebih dalam. Melihat itu, Okabe panik:

"Mau ke mana!?"

Mau ke mana apanya? Lab ini tidak cukup luas untuk bikin orang tersesat…

Dalam hati aku menghela napas, lalu berjongkok di depan pisang, mengamatinya.

"Awalnya, aku ingin tahu apa kau benar-benar melihatku ditusuk, atau itu hanya alasan pelecehan. Aku kemari untuk memastikan… Tapi sekarang—"

Semakin aku melihatnya, semakin aku menyadari bahwa itu adalah pisang yang aneh.

Dilihat dari percakapan mereka, ini hasil "teleportasi", kan?

Dari luar, bentuknya seperti sekumpulan pisang, tetapi salah satu di antaranya telah berubah menjadi gel kental, dan berwarna hijau neon transparan.

Secara logika, mungkin seseorang mengganti satu pisang dengan model gelatin atau agar-agar. Tapi...

"Sambungannya tidak rusak. Sepertinya itu bukan sulap."

Bagian yang menghubungkan pisang normal dan pisang gel tidak memiliki garis pemisah jelas. Dulu ada senpai yang merebus telur dengan tingkat kematangan berbeda—kuning telur padat dan setengah matang menyatu. Pisang ini mirip seperti itu.

Terus mengamati pisang, kutanya kedua pria yang berdiri agak jauh:

"Punya pinset?"

"Tidak ada!"

Jawaban dingin. Tapi tidak seperti sebelumnya, kali ini aku tidak marah.

Atau lebih tepatnya, rasa penasaranku mengalahkan amarah. Keingintahuan akan fenomena aneh ini lebih besar.

"Oh."

Meskipun aku tidak bisa mendapatkan hasil yang benar, tidak ada yang bisa kulakukan. 

Setelah menjawab dengan singkat, Kutusuk pisang itu dengan jari telunjukku. Lebih lunak dari yang kuduga—jariku tenggelam ke dalam.

Dari belakang terdengar teriakan kaget:

"Apa!?"

Jangan kaget dengan sesuatu seperti ini, menyedihkan.

"Di dalamnya lembek..."

Kujilat lendir hijau pisang yang menempel di jariku.

"Tidak berasa... tidak enak."

Rasa dan tekstur asli pisang sudah hilang. Fakta ini menyentuh sesuatu dalam diriku. Keingintahuan sebagai peneliti perlahan bangkit.

"Dasar Zombie. Kalau lapar bilang saja. Kalau mau pisang akan kuberi."

Mengonfirmasi komposisi pisang berwarna hijau neon berbentuk gel dari sudut pandang rasa ternyata membuat Okabe Rintarou cukup terkejut. Sekarang dia menganggapku mayat hidup.

Kalau dulu hantu, sekarang jadi zombie. Apa dia benar-benar ingin aku mati?

"Tidak usah! Siapa yang mau makan pisang orang mesum..."

"Apa? kau sebut orang mesum!"

"Kau yang seenaknya mencolek pipiku dan mau meraba tubuhku!"

Saat kami berdebat, Hashida yang awalnya bersikap acuh tak acuh tiba-tiba berkata padaku:

"Makise-shi, Makise-shi..."

"Ya?"

Ada apa?

"Bisakah kau ulangi lagi 'Siapa yang mau makan pisang orang mesum'? Kalau bisa dengan ekspresi kesal."

Mendadak disuruh bicara begitu tanpa alasan.

"Ekspresi kesal...?"

Aku bingung. Butuh beberapa detik untuk memahami maksud Hashida. Saat akhirnya mengerti, wajahku langsung memanas.

D-Dasar Mesum ini! Berani-beraninya menyuruhku bicara begitu!?

Seolah menyadari hal ini, Okabe Rintaro menyeringai penuh kemenangan.

"Hehe, kenapa mukamu merah? Jangan-jangan kau membayangkan sesuatu?"

Ditertawakan dengan suara dalam dan jelasnya bikin tambah kesal. Sungguh memalukan.

"Coba bilang, Gadis Jenius! Ayo kita dengar penjelasan jenius tentang apa yang baru saja dibayangkannya!"

O-orang ini... mengira sekarang dia lebih unggul dariku ya!

Aku berusaha menahan amarah dengan diam.

Kalau sekarang marah, hanya akan memuaskan mereka berdua.

"...Sepertinya kalian berdua memang orang mesum."

Kubisikkan... dengan amarah membara. Tapi Hashida—aku takkan lagi memanggilnya "-san"!—justru tersipu malu, seolah merasa tersanjung.

"Ah, tidak segitunya juga..."

"Ini bukan pujian!"

"Sebaliknya, yang membayangkan hal mesum kan lebih mesum. Iya kan, gadis jenius mesum?"

"Siapa yang mesum!"

Aku berteriak sambil berdiri dari posisiku yang berjongkok. Tidak bisa begini terus, nanti dia akan menertawakanku lebih jauh.

Kutarik napas dalam-dalam, mengganti udara di paru-paru. Ini untuk menenangkan pikiran dan mengembalikan kesadaranku. Aku harus mengendalikan emosi.

Sebagai ahli neurosains, ini hal yang wajar.

"Oke. Jujur saja, ini sudah tingkat dimana semestinya aku menuntutmu dengan tuduhan melakukan pelecehan seksual, tapi untuk sekarang akan kubiarkan."

Kukatakan se-tenang mungkin.

Kudengar Okabe masih bergumam "Sekarang...?", tapi aku mengabaikannya! Aku pura-pura tak dengar dan melanjutkan:

"Jadi tolong jelaskan detailnya. Pisang ini... ada hubungannya dengan microwave itu kan?"

Aku melihat pisang, lalu jari menunjuk ke microwave di ruang dalam. Tapi tiba-tiba Okabe menghalangiku.

Dia menutupi microwave dengan seluruh tubuhnya dan berteriak:

"Ini rahasia tingkat tinggi! Future Gadget No. 8 - Phone Microwave (nama sementara) adalah senjata rahasia lab kami!"

Jujur saja, reaksinya mengejutkanku. Kukira dia akan menyombongkannya dengan bangga... Ngomong-ngomong, apa maksud "nama sementara" ini?

Saat aku masih bingung, Hashida dan Okabe mulai berdiskusi di depanku. Sepertinya mereka ingin memanfaatkanku.

Baiklah, tidak masalah. Asalkan bisa memuaskan rasa penasaranku.

"Tapi, kalau Makise-shi, mungkin bisa menjelaskan fungsi aneh ini."

"...Hmm—, tidak, tapi..."

"Jujur saja, mustahil kita berdua bisa menemukan penyebabnya."

"T-Tapi, ini kan Future Gadget Lab..."

Setelah berkata demikian, Okabe tiba-tiba tertawa 

"Fuhahahahahaha...". 

Sepertinya dia dapat ide, lalu dengan gaya berlebihan menunjukku:

"Kau, Barusan kau bilang Christina, kan?"

"Aku tidak bilang apa-apa?!"

Jawabku tanpa ragu. Sepertinya aku mulai terbiasa. Tidak, seharusnya tidak boleh terbiasa, tapi manusia memang mudah beradaptasi.

"Kalau mau tahu rahasia Phone Microwave (nama sementara) ini, ada syaratnya. Pertama! Kau harus jadi Labmem Future Gadget Lab."

"Maksudmu menjadikanku anggota lab?"

Syaratnya membuatku bingung. Ini menguntungkanku, tapi sikapnya terlalu melunak tiba-tiba. Kalau bukan karena satu masalah, mungkin akan langsung kuterima.

"Tapi, pertengahan Agustus aku harus kembali ke AS..."

"Sampai kau pulang saja cukup."

Dia langsung menjawab. Aneh sekali.

Ekspresi tadi saat dapat ide, apa maksud sebenarnya?

"Ada satu lagi!"

"Masih ada?"

"Jangan menuntut pelecehan seksual yang kulakukan padamu!"

Pada saat itu, nafasku terhenti.

Bagaimana bisa pria ini bersemangat mengatakan hal begitu tanpa malu? Aku terlalu terkejut sampai tidak bisa bicara. Jadi dia sendiri mengakui itu pelecehan seksual ya.

Aku mengerti... ekspresi dapat ide barusan... ternyata ini maksudnya.

"Itu saja!"

Okabe mengumumkan tanpa rasa malu... benar-benar tidak tahu harus bilang apa.

"Okarin sangat berpikiran sempit! Dia sangat berpikiran sempit sebagai manusia! Dia sangat mengagumkan dan aku mengaguminya!!"

Bahkan sesama orang mesum, Hashida pun memandang rendah ucapan Okabe.

"Diam! Gimana? Kurasa syaratnya tidak buruk?"

Paruh pertama untuk memarahi Hashida, paruh kedua untukku. Sambil itu, Okabe mulai berjalan mengitariku. Aku tahu apa yang akan dilakukannya.

Gerakan khas penjahat di film. Berputar-putar mengelilingi protagonis.

"Menguntungkan untukmu saja kan? Sungguh menyebalkan, bikin adrenalinku meningkat..."

Tapi aku tidak wajib mengikuti kelakuannya.

Saat dia berjalan mengitariku, aku juga berbalik mengitarinya. Kami seperti berputar-putar saling ingin berada di belakang lawan.

"Jadi bagaimana? Christina."

"Sudah bilang jangan pakai Tina!"

"Maaf ya, Zombieeee."

"Panggil yang benar. Hououin 'Mesum' Kyouma."

"Diam. Gadis Jenius 'Mesum'!"

Kami terus berputar saling menatap tajam. Kalau di manga atau anime, mungkin sudah ada percikan api di antara tatapan kami?

Hashida melihatku, lalu Okabe, lalu bergumam dengan nada tidak jelas serius atau bercanda:

"Pertarungan tatapan mesum... panas!"

“"Diam, mesum!"”

Aku dan Okabe bersamaan membentaknya. Suara kami bersatu.

Lalu kami saling menatap lagi.... Baiklah, aku mengalah kali ini.

"Ya sudah... Aku terima syaratmu. Jadi jangan panggil aku mesum lagi. Aku juga tidak akan memanggilmu mesum lagi."

"...Baiklah. Mulai sekarang kau Labmem No.004, Christinaaaaa!"

"Tina juga dilarang."

Yang satu ini tidak bisa kutahan.

Akhirnya, Okabe dan Hashida mulai menjelaskan fungsi senjata rahasia Future Gadget Lab mereka, Future Gadget No.8 - Phone Microwave (nama sementara).

—Di tengah penjelasan, Okabe malah menyimpang dan mulai membual tentang prestasinya, tapi langsung kuhardik.

Menurut mereka, awalnya alat ini dirancang untuk memanaskan makanan seperti bento dari jarak jauh.

Masukkan bento ke Phone Microwave (nama sementara) sebelum pergi, lalu kirim sinyal dari telepon saat di luar, maka saat kembali akan ada bento hangat yang siap dimakan.

...Jujur saja, menurutku lebih cepat beli bento langsung di jalan, dan di musim panas juga khawatir basi, tapi kupendam saja pendapatku ini.

—Ngomong-ngomong, penemuan Future Gadget Lab lainnya termasuk Bit Particle Gun (remote TV yang dimasukkan ke pistol mainan) dan Bamboo-Copter Camera (kamera di helikopter bambu yang hanya bisa mengambil gambar berputar).

Kembali ke topik, masalah muncul saat suatu kali salah memasukkan perintah ke Phone Microwave (nama sementara).

Untuk menggunakannya, harus memasukkan waktu pemanasan via ponsel.

Saat itu yang ingin dipanaskan dari jarak jauh adalah "Juicy Karaage #1" (ayam goreng beku) yang sudah ditaruh di dalam sehingga seharusnya sudah mencair.

Tapi alih-alih memasukkan #120, Labmem No.002 salah mengetik 120#.

Saat kembali, yang menantinya bukan "Juicy Karaage #1" hangat. Di dalam Phone Microwave (nama sementara) ada "Juicy Karaage #1" yang membeku keras.

Mendengar ini, mungkin ada yang berpikir "apa microwave-nya rusak sehingga ayam gorengnya tidak mencair?"

...Tapi tidak sesederhana itu.

Seperti sudah dijelaskan, "Juicy Karaage #1" sudah ditaruh sebelumnya dan seharusnya dalam suhu ruang.

Tapi setelah salah input, malah membeku lagi.

Ini membuktikan Phone Microwave (nama sementara) memiliki fungsi lain selain memanaskan.

Dipicu rasa penasaran, Okabe dan Hashida melakukan berbagai eksperimen. Garam, gula, kecap... lalu pisang. Hasil paling mencolok adalah pisang.

Saat memanaskan pisang dengan input 120# alih-alih #120, pisang tidak memanas atau membeku, tapi berubah menjadi keadaan aneh yang mereka sebut "Gel Banana".

Yaitu gel semi-transparan hijau neon itu.

Setelah diperiksa di universitas, molekul pisang itu ternyata hancur. Dengan kata lain, pisang itu bukan lagi pisang, tapi sesuatu yang lain.

Okabe mendeskripsikannya sebagai "pisang dengan lubang fraktal tak terhingga dalam skala mikro".

Bagaimana prosesnya sampai pisang bisa berubah menjadi gel seperti ini, masih sama sekali tidak diketahui.

"——Sangat menarik."

Aku mengatakannya dengan penuh rasa ingin tahu. Entah mengapa, perasaanku jauh lebih bersemangat dibandingkan saat melakukan penelitian di laboratorium.

"Mari kita dengarkan pendapatmu."

"Setidaknya, kita bisa mengesampingkan hipotesis konyol seperti senjata elektromagnetik atau teleportasi."

Tanpa ragu aku menolak klaim tidak berdasar yang baru saja diteriakkan Okabe. Dia langsung mengkerut dan terdiam.

Setidaknya dalam tahap verifikasi saat ini, seharusnya tidak ada ruang untuk opini atau harapan pribadi. Banyak contoh di masa lalu yang gagal karena tidak bisa mengamati objek penelitian secara objektif. Apalagi pemikiran pseudo-sains—yang terpenting sekarang adalah melihat realita.

Dan kemudian...

"Bisakah kita melakukan eksperimen lagi? Aku ingin melihatnya langsung."

Setelah mengatakan itu, dengan cepat aku memetik satu pisang "biasa" dan memasukkannya ke dalam Phone Microwave (nama sementara), lalu memasukkan waktu pemanasan menggunakan ponsel.

Setiap kali melakukan eksperimen, aku merasakan kepuasan yang tak tergantikan. Hari ini perasaan itu bahkan lebih kuat.

Apakah karena aku sedang menantang fenomena yang tidak diketahui? Tidak, kurasa bukan. Di Viktor Chondria University Brain Science Institute, aku juga pernah beberapa kali memverifikasi hal-hal yang belum dipahami.

Lalu apa sebenarnya perasaan ini?

"Okabe, Hashida, tolong perhatikan pisangnya."

Setelah mengaktifkan Microwave Phone (nama sementara), aku meminta mereka berdua mengamati tandan pisang yang tersisa di meja.

Okabe membantahku dengan omongan tidak jelas, tapi kuabaikan.

Sementara mereka mengamati tandan pisang, aku fokus memperhatikan pisang di dalam Phone Microwave (nama sementara). Jika aku mengamatinya tanpa berkedip, merekam fakta dan fenomena langsung ke dalam ingatanku, mungkin aku bisa mendapatkan pencerahan.

Atau mungkin ini hanya alasan saja. Aku hanya ingin "tahu" perubahan apa yang akan terjadi pada pisang di dalam Phone Microwave (nama sementara) itu.

"Sudah 60 detik. Ada perubahan?"

Mataku masih tertancap pada Phone Microwave (nama sementara) saat aku bertanya pada mereka yang mengamati pisang di meja. Hashida menjawab, 

"Tidak ada."

"100 detik."

Aku terus menyebutkan waktu yang berlalu. Kemudian di detik berikutnya—tepatnya pada detik ke-104—perubahan terjadi. Pisang di dalam Phone Microwave (nama sementara) menghilang di depan mataku.

Aku tidak berkedip sama sekali, terus mengamatinya. Mustahil melewatkan detail apa pun.

"Muncul!"

Saat aku masih terkejut dengan fenomena itu, Hashida berteriak. Tampaknya pisang itu muncul di sisi mereka. Tapi aku hanya bisa terdiam di tempat, terpaku oleh situasi abnormal yang melampaui akal sehat. Bahkan setelah microwave berbunyi "ding", aku masih tidak bisa bergerak.

"Bagaimana di sisimu?"

Okabe bertanya padaku.

"Eh? Ah, um... Pada detik ke-104, pi... pisangnya menghilang. Tiba-tiba lenyap."

"Sudah kubilang ini teleportasi. Dan yang pertama dalam sejarah manusia!"

Okabe mengangguk puas.

"Teleportasi... Apakah itu mungkin? Tapi memang benar-benar berpindah... Sulit dipercaya..."

Tapi aku masih tidak bisa melepaskan keraguanku. Bahkan jika benar teleportasi, kita masih harus memverifikasi penyebabnya, atau tidak ada artinya.

"Mungkin quantum teleportation? Tapi tidak, itu hanya terjadi pada level kuantum..."

Saat aku masih memegang kepala bingung, Okabe berkata dengan tegas:

"Jangan lari dari kenyataan. Apa yang kau lihat adalah segalanya."

Aku melotot padanya sebagai balasan. Kau juga tidak melihat realita di depan mata, hanya suka bicara dengan delusimu sendiri...! Karena orang sepertimu lah pseudo-sains tidak pernah hilang dari dunia!

Aku ingin memarahinya seperti itu. Tapi sekarang bukan waktunya.

"Apa benar ini teleportasi? Berbahaya kalau langsung mengambil kesimpulan."

"Kalau begitu, fenomena apa ini menurutmu!?"

"Setidaknya saat menggunakan tandan pisang utuh atau nugget beku, tidak terjadi teleportasi, kan?"

Okabe mengangguk setuju. Saat dia hendak berbicara, suara asing terdengar.

"Ara? Ada Tamu?"

Refleks aku menoleh ke sumber suara. Yang kulihat adalah seorang gadis dengan wajah manis, rambut pendek, dan mata besar yang berbinar-binar.

Sekilas terlihat seperti SMP, tapi dari garis jari dan lehernya, sepertinya lebih tua sedikit.

Ilustrasi Pertama Jilid 1 The 1st Act


"Ah, maaf menggangu. Aku Makise Kurisu. Maaf berkunjung tiba-tiba."

"...Shiina Mayuri."

"...Shiina Mayuri."

Gadis berambut pendek itu menyapaku.

Namanya sudah kudengar dari Okabe sebelumnya.

Labmem No. 002. Orang pertama yang menemukan fenomena aneh Phone Microwave (nama sementara).

—Sebagai catatan, sang direktur Okabe adalah *001*. Hashida *003*. Artinya, di lab ini, dia lebih senior daripada Hashida.

Aku keluar dari ruang dalam menuju ruang depan—seperti dugaanku, ternyata benar disebut ruang tamu.

"Sepertinya aku sudah jadi Labmem..."

"Labmem!?"

Seketika. Shiina-san bereaksi besar saat mendengar kata "Labmem" dariku. Dia menyandarkan tubuh ke depan, matanya berkaca-kaca.

"...Eh? ya..."

"Labmem... perempuan!"

Dengan wajah penuh sukacita, Shiina-san langsung memelukku. Aroma lembut memenuhi hidungku. Aku kaget dibuatnya—sudah lama tidak mengalami kontak fisik yang begitu spontan.

Ini kali keberapa aku terkaku hari ini? Dengan susah payah aku bertanya padanya yang sedang terharu:

"S-sesulit itu menemukannya?"

"Uh-huh!, kamu Labmem perempuan pertama setelah Mayushii lho!"

Dia menggenggam erat tanganku dan mengayunkannya dengan semangat. Memang Labmem baru sampai *004*, dan *004* adalah aku, jadi wajar aku menjadi Labmem perempuan pertama selain dia.

Tapi kegembiraannya melebihi itu. Pasti ada alasan lain di pikirannya. Aku tidak mengerti bagaimana dia bisa begitu terharu.

"Begitu ya..."

"Salam kenal ya!"

Shiina-san tersenyum polos. Sudah lama aku tidak melihat senyum begitu tulus. Bahkan mungkin ini pertama kalinya.

Tidak mengharapkan imbalan apa pun, hanya memberi kebahagiaan dan kebaikan murni—itu tidak mudah. Dia pasti gadis baik hati yang bisa berteman dengan siapa pun dengan cepat.

Meski bingung dengan antusiasmenya, aku tetap membalas senyum:

"Ya. Salam kenal."

Saat kami saling menyapa, tiba-tiba terdengar suara aneh dari belakang.

"Apa?"

Setelah ditanya, ternyata Okabe dan Hashida sedang mendiskusikan apakah Phone Microwave (nama sementara) menunjukkan fenomena tertentu. Dari diskusi itu, terungkap fakta baru—Hashida pernah menyaksikan fenomena pelepasan listrik.

Dengan berkata "Kenapa tidak bilang dari awal?", aku kembali ke ruang dalam—ruang pengembangan.

"Jelaskan secara spesifik."

"Eh? Jadi, ada kilatan seperti petir yang keluar dari microwave..."

Hashida menjawab sambil menggaruk kepala. Mendengar itu, Okabe kembali bertanya.

"Kapan itu terjadi?"

"Kayaknya kemarin siang...? Pas Okarin liat berita satelit jatuh dan langsung berlari keluar... Aku lagi nyoba hubungkan ponselku ke microwave..."

Dari penjelasan Hashida, saat itu dia sedang menguji Phone Microwave (nama sementara). Dia menggunakan ponselnya sendiri sebagai pengganti ponsel khusus untuk mengatur setelan penerimaan email.

Sepertinya aku mendapatkan petunjuk baru untuk memecahkan misteri fenomena ini.

Sementara Okabe justru bersemangat karena hal lain.

"Jadi, saat aku mengirim email itu, ponselmu terhubung ke Phone Microwave (nama sementara)?"

"Email yang bilang Makise-shi ditusuk? Itu kan dikirim seminggu lalu?"

Lagi-lagi. Setiap kali topik tentang "aku ditusuk" muncul, ada perasaan aneh yang sulit diungkapkan. Apa dia benar-benar ingin aku mati? Ini kutukan macam apa? Tapi protes sekarang hanya akan membuat segalanya lebih kacau, jadi aku memilih diam.

"Bukan. Itu dikirim kemarin siang... bersamaan waktunya dengan pelepasan listrik yang kau lihat."

Hashida terlihat bingung, tapi aku merasa melihat secercah petunjuk. Aku menyela Okabe dan bertanya pada Hashida:

"Dalam kondisi apa microwave saat pelepasan listrik terjadi?"

"Waktu itu sedang mode uji coba, jadi seharusnya dalam fungsi rotasi berlawanan arah jarum jam..."

...Uji coba?

Apakah karena itu terjadi pelepasan listrik? Dan pelepasan listrik inilah yang menyebabkan fenomena teleportasi misterius? Memikirkan itu, aku berbisik pada Okabe:

"Mungkin kita harus mencoba merekonstruksi kejadiannya..."

"Aku tahu... termasuk emailnya. Mayuri, bawa Juicy Karaage #1 ke sini!"

Okabe berbicara pada Shiina-san yang duduk di sofa ruang tamu. Dia mengangguk dan mengiyakan, lalu mengambil sekantong nugget ayam beku dan memasukkannya ke dalam Phone Microwave (nama sementara).

"Kalian mau makan? Mayushii bisa berikan masing-masing satu lho~♪"

Shiina-san tersenyum riang.

...Apakah Shiina-san tidak sadar ini eksperimen dan mengira hanya memanaskan nugget?

Aku sedikit khawatir dan bertanya pada Okabe:

"Apa perlu dimasukkan sesuatu ke dalamnya?"

"Aku juga penasaran apa yang terjadi pada benda di dalamnya saat rotasi berlawanan arah jarum jam."

Dia sepertinya tidak paham maksud pertanyaanku. Aku khawatir jika nuggetnya hilang, Shiina-san akan menangis... Ya sudah, jika terjadi sesuatu, aku akan menggantinya. Maaf ya.

Dalam hati aku meminta maaf pada Shiina-san. Tapi aku tidak menghentikan eksperimen karena aku juga ingin melihat hasilnya langsung.

Okabe menutup pintu Phone Microwave (nama sementara) sambil mencabut ponsel khusus dan menggantinya dengan ponselnya sendiri.

Mungkin ingin menciptakan kondisi sedekat mungkin dengan saat pelepasan listrik terjadi. Setelah memastikan ponsel terpasang dengan baik, Okabe memanggil Hashida.

"...Daru."

Hashida langsung menekan tombol dan mengaktifkan Phone Microwave (nama sementara). Suara khas mesin berdengung. Okabe lalu berkata padaku:

"Asisten. Kirim email ke ponselku."

Apa itu asisten? Asisten!!

“Sejak kapan aku jadi asistenmu ini!! Lagipula aku tidak tahu alamat email-mu!”

"Hmph, asisten yang tak berguna... Daru, pakai ponselmu saja. Kirim email padaku."

Okabe kemudian meminta Hashida mengirim email.

Tampaknya "email" yang ia maksud adalah surel yang dikirim ke ponsel Hashida sekitar waktu pelepasan muatan listrik terjadi kemarin. Jika unsur-unsur tersebut memang telah dikonfirmasi, sebaiknya dibuat ulang sebanyak mungkin.

"Isinya apa?"

"Biar kutentukan... Tulis 'Christina adalah orang mesum'."

Dengan jengkel aku menjawab Okabe:

"Sudah kukatakan mesum dilarang."

Tentu aku tahu itu tidak akan menghentikannya. Tapi setidaknya aku harus protes.

"Kalau begitu ambil jalan tengahnya... Tulis 'Okarin adalah orang mesum'."

Kecerdikan Hashida membuat Okabe cemberut.

"Hashida-san, Good Joob." 

Aku mengacungkan jempol padanya.

"Aku kirim ya."

Setelah memastikan email terkirim, Okabe melihat ponselnya. Mungkin mengecek kapan email akan diterima.

"Tinggal menunggu email masuk ke ponsel..."

Mendengar itu, aku juga mengalihkan pandangan ke ponselnya. Hashida mungkin melakukan hal yang sama. Jadi tidak ada yang memperhatikan "dia". ...Gerakan Shiina-san!

"Sudah matang belum, ya..."

Saat aku menyadari maksudnya, dia sudah memegang gagang pintu Phone Microwave (nama sementara).

"Eh, tunggu!?"

Okabe berteriak mencoba menghentikannya, tapi terlambat. Pintu sudah terbuka. Bersamaan dengan itu... kilatan putih menyembur dari microwave!

Dengan suara berderak, microwave mengeluarkan kilatan petir.

Okabe berhasil melindungi Shiina-san di detik terakhir, dan mereka berdua terjatuh ke lantai. Kilat mengamuk tepat di atas kepala mereka.

Aku dan Hashida juga berhasil berlindung ke tempat aman dan lolos tanpa cedera.

Namun, hal yang sama tidak berlaku untuk barang bawaan dan perabotan yang tertinggal di dalam ruangan. Mereka hanya bisa menahan sambaran petir dalam diam. Asap mengepul memenuhi ruangan.

Ketika pelepasan listrik akhirnya mereda, yang terlihat hanyalah tirai asap.

"*Uhuk... Nyalakan ventilasi."

Hashida berjalan meraba-raba ke dapur melalui asap dan menyalakan kipas ventilasi. Suara angin terdengar, dan pandangan dengan cepat menjadi jelas lagi.

Hal pertama yang kulihat adalah meja yang terbelah dua.

Phone Microwave (nama sementara) tadinya berada di atas meja ruang pengembangan yang terlihat kokoh ini, tapi sekarang terbelah dengan tragis.

Phone Microwave (nama sementara) sendiri terlihat seperti menghancurkan meja dan terbenam ke dalam lantai. Dari penampilannya, sepertinya meja tidak kuat menahan beratnya.

"...Apa yang terjadi?"

Aku tidak percaya dengan pemandangan di depan mataku, bergumam pelan.

"Apakah karena gelombang elektromagnetik...?"

"Jangan konyol. Elektromagnetik dari microwave tidak mungkin merusak meja secepat ini."

Benar sekali. Fenomena yang terjadi di depan mataku adalah sesuatu yang seharusnya tidak mungkin terjadi.

Tidak mungkin terjadi.

Semangat bereksperimen yang tadinya menggebu-gebu langsung sirna dalam sekejap. Digantikan oleh perasaan gelisah yang tak bisa dijelaskan, atau kecemasan aneh.

"Aduh~ gosong semua... Padahal baru membelinya..."

Berbeda dengan kegelisahanku, Shiina-san memandangi nugget yang menjadi arang dengan mata berkaca-kaca. Sepertinya tidak terluka. Dalam hati aku berkata "nanti kubelikan lagi", dan aku tak bisa bereaksi lebih jauh.

"Yang lebih penting, bagaimana dengan lubang di lantai itu? Jika ketahuan Braun-shi, bahaya lho."

Aku juga tidak tahu harus bagaimana. Nanti dicari solusinya.

Saat mendengarkan suara mereka, aku mencoba mencari cara untuk menghilangkan rasa tidak sabar dan cemas ini, tetapi tampaknya rasa itu begitu parah sehingga tidak dapat diredakan dengan metode sederhana seperti pernapasan dalam atau pengendalian mata, yang dimaksudkan untuk menenangkan saraf.

Saat itulah, ponsel yang masih terhubung (dan sepertinya tidak rusak) dicabut Okabe. Dia membuka ponsel dan memeriksa kotak masuk.

"Bagaimana?"

Aku hanya bisa bertanya pelan. Dia menjawab singkat: "Ada."

Sepertinya eksperimen memberikan beberapa hasil. Seharusnya ini sesuatu yang membahagiakan, tapi entah mengapa perasaanku semakin gelisah.

Dari kedalaman kesadaranku, muncul suara peringatan.

Mungkin alam bawah sadarku mendeteksi sesuatu. Tapi aku belum memahami apa artinya.

"Tanggal penerimaan, 24 Juli pukul 17:30..."

Okabe membaca informasi di layar email. Tapi tanggal itu lima hari yang lalu. Aneh, kenapa dia membaca email lama?

"Tidak salah lagi. Terkirim ke masa lalu..."

Suara Okabe gemetar.

Di tengah kalimat, tiba-tiba dia seperti tersadar akan sesuatu dan tertawa terbahak-bahak, memenuhi ruangan.

Aku semakin tidak nyaman dengan kecemasan yang terus mengalir dan Okabe yang tidak jelas, aku bertanya kesal:

"Jadi bagaimana... Kau tahu sesuatu?"

"Ya... Semua fenomena terhubung menjadi satu. Aku melihatnya—jawaban unik yang diwakili oleh rangkaian peristiwa ini!"

Dia berteriak sambil berdiri dengan gerakan dramatis seperti aktor di atas panggung.

"...Sungguh?"

Entah kenapa, suaraku gemetar. Okabe mungkin tidak memperhatikan, dengan santai menunjuk pisang yang tersisa di meja ruang tamu.

"Pisang yang dipetik dari tandannya, kembali ke tandan asalnya"

Lalu dia menunjukkan layar ponselnya padaku, yang masih aktif.

Di antara beberapa email, ada yang bertuliskan "From: Daru". Dia menunjukkan dua email—keduanya diterima pada 17:30 lima hari lalu.

Saat aku masih bingung apa arti kedua email ini, Okabe berbicara perlahan dan angkuh seperti menyampaikan vonis.

Atau mungkin dalam artian tertentu, ini memang vonis.

"Email... terkirim ke lima hari yang lalu."

Pernyataan langsung.

Tapi maknanya lebih dari ribuan kata.

—Bagiku, itu berarti keputusasaan.

"Itu tidak mungkin..."

Kurasakan ujung jari menjadi dingin.

Tubuh dan pikiranku, menolak menerima kenyataan ini.

Sebuah sistem yang mustahil dibuat dengan teknologi modern, sesuatu yang kubenci—faktanya ada di depan mata.

Okabe akhirnya menyatakan kenyataan yang tak bisa kuterima.

"Tepat sekali... Phone Microwave (nama sementara) ini adalah... mesin waktu."

The 1th Act/Time Travel Paranoia: Reverse …End

Steins;Gate Chouyoku no Divergence - The 1th Act/Time Travel Paranoia:Reverse...End

Gabung dalam percakapan