Babak ke-2 | Interpretasi Rendezvous: Terbalik
Translated by : Koyomin
Aku mendesah.
Bukan untuk mengedarkan oksigen ke otak dan tubuh.
Bukan tindakan sengaja.
Hanya… sederhana saja…
Desahan untuk mengeluarkan emosi yang mengendap seperti sedimen, melayang dan menumpuk di hatiku.
“Meskipun ini sama sekali tidak membantu…”
Namun, aku tak bisa berhenti mendesah.
Berbaring di tempat tidur, menatap ponsel, aku terus mendesah berulang kali.
“Seandainya aku tahu, seharusnya kupelajari cara sederhana meredakan stres…”
Orang dewasa mungkin memilih alkohol atau rokok, sayangnya aku masih di bawah umur. Dan meskipun sudah dewasa, aku meragukan itu bakal jadi solusi stres yang baik.
Aku mengenal diriku—aku tak pernah pandai mengelola stres.
Olahraga ringan, membaca buku favorit, mendengarkan musik… Ada banyak cara menghilangkan stres, tapi tak ada yang berhasil bagiku. Atau mungkin bisa membantu stres ringan, tapi dalam situasi seperti ini, semuanya tak berguna.
Sejujurnya, sedikit stres itu menyenangkan—itu menyalakan semangat penelitian dan dorongan untuk mengatasi tantangan. Stres ringan bahkan tak perlu dihilangkan. Selama aku fokus pada riset dan melewati rintangan berikutnya, stres itu akan perlahan memudar.
“Mungkin itu sebabnya orang Jepang disebut workaholic.”
Gila Kerja
Tapi kali ini… melebihi yang kubayangkan.
Aku tak pernah membayangkan akan terpukul sedalam ini secara mental.
Berapa kali aku pernah hancur seperti ini? Secara emosional, sejak aku berusia tujuh tahun dan melihat betapa penuh penghinaan di mata papa, aku tak pernah merasa sedalam ini.
Kalimat Okabe itu menghantamku sangat keras.
"Tepat sekali... Phone Microwave (nama sementara) ini adalah... mesin waktu."
Kalau aku pejamkan mata, aku masih bisa mengingat momen itu dengan jelas. Nada suara Okabe masih bergema di telingaku.
Seolah waktuku terhenti di lab. Di kenyataan, sejak saat itu, aku hanya membuang waktu. Hanya memesan layanan kamar saat lapar, mandi saat berkeringat.
Hanya tindakan hewaniah yang digerakkan kebutuhan fisiologis—tak satu pun dilakukan dengan niat atau kesadaran nyata. Aku bahkan tak ingat rasa makan malam yang ku santap.
Lebih dari satu hari penuh telah terlewat seperti ini.
Sejak aku… sejak aku kabur dari lab Okabe—“Future Gadget Lab”—sejauh ini waktu telah berlalu.
……
Benar.
Aku kabur.
Dari perkataan Okabe.
Dari Phone Microwave (nama sementara) yang mereka buat.
Dari mesin waktu.
Saat Okabe mengumumkan itu dengan begitu penuh semangat, hal pertama yang kurasakan adalah keputusasaan.
Mesin waktu—obsesi seumur hidup papa. Sesuatu yang dia korbankan reputasi akademis, kredibilitas sebagai peneliti, keluarga… dan aku. Manifestasi pseudoscience yang sangat ku benci, dengki, dan iri. Penemuan yang melampaui akal sehat, sesuatu yang tak bakal pernah dicapai sains modern.
……Dan begini kenyataannya, tepat di depan mataku.
Itu ada.
Aku tak bisa menyangkal eksperimen yang kulakukan, data yang kutelaah, fenomena yang terjadi tepat di hadapanku. Phone Microwave itu benar-benar mesin waktu.
Bukan trik sulap atau apapun.
Bukan delusi atau halusinasi kolektif.
Fakta yang tak terbantahkan, secara harfiah.
……Itu adalah mesin waktu.
Tapi aku tak bisa menerimanya. Mata dan telingaku sebagai seorang peneliti, ilmu dan pengalamanku—tak ada yang bisa mengakui kebenaran ini. Meskipun ada “keyakinan tak tergoyahkan” dalam hatiku yang sudah menerimanya.
Aku—Makise Kurisu—
Tak bisa menerima bahwa itu mesin waktu.
Tak bisa menerima bahwa mesin waktu bisa dibuat, atau bahwa itu ada.
Jadi, aku memilih untuk kabur.
“Ini bohong… Tidak mungkin mesin waktu bisa ada…”
Menatap Okabe yang bersorak kegirangan, aku bergumam kata-kata itu pada diriku… lalu melarikan diri.
Seperti anak kecil yang menolak kenyataan, aku berlari.
Meski itu rasa ingin tahuku sendiri yang membuatku ikut eksperimen… Mereka memberi alasan berbagai macam, tapi pada akhirnya, mereka tetap menerimaku... dan entah kenapa...
Akulah yang mengkhianati kebaikan mereka dan lari. Aku tak bisa menahan diri—aku harus kabur.
Sejujurnya, aku bahkan tak ingat bagaimana aku sampai di hotel. Aku hanya lari tak melihat ke belakang, dan tiba-tiba aku di kamarku, menangis di kamar mandi.
Aku menangis sejadi-jadinya, tanpa kendali—bisa disebut meronta. Sangat memalukan.
Karena…
“Karena aku benar-benar menolak menerimanya! Mesin waktu? Serius?!”
Aku selalu, selalu, selalu, selalu, selalu, selalu, selalu, selalu, selalu, selalu, selalu, selalu, selalu, selalu, selalu, selalu, selalu, selalu, selalu, selalu, selalu, selalu, selalu, selalu, selalu, selalu, selalu, selalu, selalu, selalu menyangkalnya!
Menyangkal mesin waktu!
Ya, aku menulis makalah itu untuk papa.
Tapi itu cuma alat. Cara untuk menunda kemungkinan realisasinya ke masa depan jauh, menenangkan papa-ku, dan membuat jalan bagi riset mendatang. Makalah itu mungkin mengeksplorasi kemungkinan mesin waktu, tapi tetap menyimpulkan bahwa sains modern tidak bisa mencapainya.
Dengan kata lain, itulah satu-satunya alasan aku kompromi.
Karena itu untuk papa-ku.
Karena itu tak bisa dibangun sekarang.
Kalau tidak, siapa yang mau menerima sesuatu seperti mesin waktu?!
Karena mesin waktu itu yang mencuri papa dariku!
Bahkan setelah semua itu, papa masih tak bisa membangunnya!
“Kenapa… kenapa kau bisa melakukannya?! Bukan papa-ku, bukan aku—tapi kau, Okabe?!”
Aku pernah bilang bahwa dibandingkan denganku, Okabe Rintarou lebih mirip dengan papa. Itu tidak salah.
Atau mungkin lebih tepatnya:
Papa dan Okabe adalah orang-orang dari dunia yang berbeda dariku.
Itulah mengapa dia bisa membangun mesin waktu.
Mengapa dia bisa melakukan apa yang aku tak bisa.
Bukan hanya itu—dia melakukan apa yang bahkan papa-ku gagal lakukan. Dia menyelesaikan mesin waktu.
“...Aku tak akan menerimanya.”
Bagaimana bisa aku menerimanya?
“Mesin waktu… Phone Microwave (nama sementara)…”
Aku… tidak akan pernah menerimanya.
☆
Aku menatap kosong jam di ponselku.
2010/07/30 22:49
Email yang membuatku kabur dari Future Gadget Lab tiba pada 17:30 kemarin—artinya lebih dari dua puluh empat jam telah berlalu.
Namun emosiku belum reda.
Aku tak menangis seperti sebelumnya, tapi juga belum tenang.
Jadi… meskipun tak ada kaitannya langsung, aku terus membuka "@channel". Aku harus mengalihkan diri, atau aku akan runtuh. Tentu, ada yang bilang ada hal lebih baik daripada mengintip forum anonim.
Tapi dalam keadaan mentalku saat ini, keluar rumah hampir mustahil.
Aku bisa pura-pura singkat saat pesan layanan kamar, tapi aku tidak punya kepercayaan diri untuk tampil di depan orang lain dalam waktu yang lama. Aku mungkin meledak menangis atau mempermalukan diri dalam beberapa menit.
Aku punya harga diri. Aku menolak orang melihatku dalam keadaan menyedihkan seperti itu.
Dalam kondisi seperti ini, pergi keluar untuk menenangkan pikiran bukan pilihan.
Aku berpikir untuk membaca buku, tapi tak bisa memaksa diri untuk melakukan sesuatu yang produktif.
Jadi satu-satunya pengalihan—yang bisa menghabiskan waktu dan mengosongkan pikiranku (meski, mengingat kepribadianku, kosong total itu mustahil)—adalah membuka "@channel".
Dan kemudian… aku cepat sadar betapa bodohnya aku.
Aku berdebat dengan John Titor lagi di papan pesan.
032 Name: KuriGohan & Kamehameha [sage] ID: c4YGJaGO
Sejujurnya, ini mulai membosankan…
Tak ada satupun yang kau katakan yang konkret.
Aku akui kau berusaha membunyikan dirinya meyakinkan,
tapi aku tak jatuh tertipu.
2010/07/30 (Fri) 22:55:42
Untuk melupakan bahwa mesin waktu itu benar-benar ada, untuk meredakan stresnya, aku sengaja berdebat dengan penagih pseudoscience—“warga forum penjelajah waktu”. Dari sudut lain, ini mungkin bukan bentuk penghilang stres.
Kalau pikiranku jernih, aku pasti sadar itu. Tapi saat itu, aku tak bisa menilai dengan benar.
Aku hanya terdorong dorongan impulsif untuk mengekang penganut itu, untuk membuatnya diam.
—Ngomong-ngomong, postingan di atas merespons teori John Titor tentang mesin waktu. Setelah debat sepanjang hari, penjelasannya tak melampaui spekulasi ilmiah modern tentang perjalanan waktu.
Namun, apapun trik forum yang kulakukan, apapun pengetahuan riset asli yang kuberikan, John Titor tak mundur.
Tebakanku awal—bahwa John Titor mungkin orang tua—mungkin benar. Tanpa pengalaman hidup dan ketenangan yang cukup, mustahil mempertahankan ketenangan seperti itu, kecuali mereka telah melalui beberapa situasi sulit atau telah mengumpulkan banyak pengalaman.
Atau, John Titor mungkin saja seseorang… berbeda jauh dari orang biasa.
Topik favoritnya adalah paradoks waktu—subjek paling menarik ketika membayangkan mesin waktu.
034 Name: johntitor [sage] ID: nE2bVz8AO
Orang tampaknya punya gagasan tetap tentang waktu.
Waktu bukan seperti sungai tunggal, mengalir hanya dari masa lalu ke masa depan.
2010/07/30 (Fri) 22:66:17
Aku rasa itu wajar.
Rasionalitas manusia dibangun di atas keterkaitan sebab-akibat dan logika.
“Karena sebab ‘aku menanam semangka,’ maka akibat ‘semangka tumbuh’ terjadi.” Begitulah logika sebab-akibat.
Dan logika adalah: “Buah dari famili Cucurbitaceae adalah sayur. Semangka adalah buah dari Cucurbitaceae. Oleh karena itu, semangka adalah sayur.”
Manusia bergantung pada dua konsep ini untuk berpikir rasional. Sistem pendidikan di seluruh dunia menekankan memperkuat gagasan ini sejak dini.
Kita hidup di era rasio—tanpa berpikir logis, kita tak bisa berfungsi dalam masyarakat.
Namun, mesin waktu dapat menciptakan fenomena yang bertentangan dengan keterkaitan sebab‑akibat atau logika, seperti paradoks kakek (grandfather paradox).
Pikiran banyak orang tak bisa menerima kontradiksi seperti itu.
Oleh karena itu, yang menolak mesin waktu berargumen:
“Hal-hal yang bertentangan dengan sebab-akibat atau logika tidak bisa ada di alam semesta ini. Oleh karena itu, mesin waktu mustahil untuk dibuat.”
Argumen sederhana dan tegas—yang sudah sering kudengar.
Namun, dalam fisika—terutama fisika kuantum—fenomena yang sedikit menentang logika konvensional memang terjadi. Tentu saja, fenomena ini tidak benar‑benar melanggar teori—hanya di luar kemampuan pemahaman rata-rata manusia.
Atau dengan kata lain:
Ada tingkatan dan kesulitan teori yang berbeda. Yang mudah dipahami baik-baik saja, tapi semakin kompleks teori itu, sering disalahpahami oleh orang yang tak berpendidikan sebagai “bertentangan dengan akal sehat.”
Bahkan, fisika kuantum sering dianggap sejenis dengan pseudoscience karena alasan ini.
Fisika kuantum berjalan benar‑benar di luar cakupan pemahaman perseptual manusia. Fenomena anehnya dulu membuat Einstein menolaknya dengan keras, menyatakan, “Tuhan tidak bermain dadu.”
Dan inilah dilemanya:
Untuk membahas mesin waktu, kau harus masuk ke ranah fisika kuantum. Karena fisika kuantum menggambarkan dunia mikroskopis—dengan kata lain, asal usul dunia.
Oleh karena itu, konsep waktu yang dibicarakan John Titor juga berkaitan dengan bidang mekanika kuantum.
☆
Seperti yang telah kusebutkan sebelumnya, konsep waktu John Titor meski memiliki kemiripan dengan interpretasi jamak dunia Everett, tapi dalam beberapa aspek, konsepnya justru lebih maju.
Dia mengatakan bahwa ketika suatu fenomena terjadi yang mampu mengubah kondisi dunia secara drastis—misalnya kembali ke masa lalu dan membunuh kakek sendiri—dunia akan mengalami divergensi.
Inilah yang disebut sebagai "divergensi worldline".
Pada akhirnya, dunia akan terbagi menjadi "worldline di mana kakek tidak dibunuh" dan "worldline di mana kakek dibunuh". Dan karena "aku yang membunuh kakek" berasal dari "worldline di mana kakek tidak dibunuh", maka aku tidak akan terpengaruh oleh tindakan pembunuhan tersebut.
Lebih tepatnya, dunia akan berpindah sepenuhnya ke "worldline di mana kakek tidak dibunuh" pada saat pembunuhan terjadi. John Titor menyebut bahwa saat "pergerakan worldline" terjadi, Divergence akan berubah.
Divergence berarti "perbedaan" atau "penyimpangan", dan menurut Titor, ini adalah "unit yang mengkuantifikasi sejauh mana suatu worldline menyimpang dari worldline awal".
Dia mengatakan, semakin tinggi nilai Divergence, semakin jauh worldline saat ini menyimpang dari worldline awal. Divergence dinyatakan dalam persentase dan juga disebut sebagai tingkat perubahan worldline.
—Ngomong-ngomong, perbedaan antara dunia kita dan dunia asal Titor konon adalah 0,571024%. Artinya, Titor berasal dari worldline yang berbeda. Tapi aku tidak tahu apakah angka ini tinggi atau rendah.
Bagaimanapun, dia bilang bahwa ketika "pergerakan worldline" terjadi, ingatan manusia akan terstruktur ulang.
Dunia akan memanipulasi berbagai kebetulan dan probabilitas, mengoreksi kontradiksi yang disebabkan oleh pergerakan worldline dengan cara memutar balik waktu, dan masa lalu yang sudah dikoreksi tidak akan tersisa dalam ingatan orang.
Kalau diutarakan secara ekstrem, bahkan jika "divergensi worldline" terjadi saat ini, aku tidak akan ingat bahwa hal itu pernah terjadi. Aku juga tidak akan ingat penyebabnya.
Tidak ada yang akan menyadari "divergensi worldline", berkat pembangunan ulang ingatan dan perubahan masa lalu ini.
"Jadi, jika aku mati di sini sekarang, lalu terjadi 'divergensi worldline' dan dunia berpindah ke 'worldline di mana aku tidak mati', maka tidak ada satu pun orang—termasuk aku sendiri—yang akan ingat bahwa aku pernah mati, ya..."
Aku sengaja mengucapkannya keras-keras agar lebih mudah dipahami.
Tiba-tiba, perutku terasa nyeri tanpa alasan yang jelas.
...Rasanya aku pernah merasakan sakit di bagian ini sebelumnya. dan mungkin nyeri tersebut telah menyebabkan beberapa hal yang sangat mengganggu bagiku?
"Rasanya aku pernah merasakan hal aneh seperti ini sebelumnya..."
Pertanyaan itu muncul sebentar di benakku.
Tapi tidak bertahan lama. Keraguan yang samar seperti awan di langit sulit bertahan di pikiran. Apalagi saat ini ada pertanyaan yang jauh lebih besar, mana mungkin aku memikirkan hal ini.
Aku mencoba mengajukan pertanyaanku kepada Titor di ujung lain internet...
198 Name: KuriGohan & Kamehameha [sage] ID: c4YGJaGO
Jika kita tidak bisa merasakan perubahan tingkat worldline, bagaimana bisa Titor mengamati nilainya?
Ah, aku tahu.
Mesin waktu pasti punya alat pengukur tingkat perubahan, ya? Aku ngerti deh www
2010/07/30 (Fri) 23:06:31
...Awalnya aku ingin menantangnya, tapi di tengah mengetik, aku malah menemukan jawabannya sendiri.
Lagipula, aku sudah lebih dari sehari berdebat dengan John Titor di papan pesan ini. Aku bisa menebak jawaban apa yang akan dia berikan.
"Dasar aku bodoh banget..."
Aku menggerutu pada diri sendiri, lalu mencoba mengirim pesan lagi dari sudut pandang berbeda.
Tapi dia tidak merespons. Dia hanya terus membahas teori konspirasi tanpa bukti bahwa eksperimen pembuatan lubang hitam oleh SERN "sebenarnya sudah berhasil, tapi disembunyikan dari publik".
Dan bahwa di masa depan, SERN akan menggunakan teknologi lubang hitam untuk membuat mesin waktu dan mengubah dunia menjadi distopia. Saat aku sedang memikirkan cara membantah omong kosongnya, sesuatu berubah di papan pesan...
Atau lebih tepatnya, mungkin hanya aku yang merasakan perubahan ini.
Hououin Kyouma—Okabe—muncul di "@channel".
☆
Kata-kata pertama Hououin Kyouma—alias Okabe Rintarou—di "@channel" (meski tidak tepat disebut "kata-kata" karena ini pesan teks) adalah tanggapan terhadap ramalan distopia John Titor.
475 Name: Hououin Kyouma [sage] ID: VigrFpib0
Jadi, untuk mengubah masa depan itu,
kau butuh IBN5100?
2010/07/30 (Fri) 23:47:22
Saat melihat nama itu, aku langsung melompat dari tempat tidur!
"Apa—Hououin!? ...Okabe, Rintarou."
Napasku tertahan. Kenapa aku begitu terkejut?
Tanpa kusadari, detak jantungku semakin kencang, napasku tersengal-sengal. Jelas-jelas ini gejala hiperventilasi akibat stres.
Bayangan Phone Microwave (nama sementara) dan Okabe yang berdiri di depannya sambil berteriak muncul di kepalaku.
"Tepat sekali... Phone Microwave (nama sementara) ini adalah... mesin waktu."
Mendengar kalimat itu, aku hanya bisa terdiam, mengucapkan kata-kata penolakan, lalu kabur. Kenangan yang tertancap seperti paku di hatiku terasa panas dan perih seperti luka sungguhan.
Aku menyadari tanganku menggenggam ponsel dengan kencang.
"Kenapa... kau... ada di sini...?"
Pertanyaan yang bodoh.
Bodoh sekali.
Dari awal, Okabe memang punya kaitan dengan John Titor. Bukankah karena melihat percakapan mereka berdua, mendorongku untuk mengunjungi Future Gadget Lab?
Selama Okabe masih bersemangat tentang mesin waktu dan yakin bahwa Titor benar-benar ada di tahun 2000, tentu wajar jika mereka bertemu lagi. Dan karena aku sudah berdebat dengan John Titor di "@channel" selama berjam-jam, tentu saja mungkin Okabe akan muncul di tempat kejadian.
Aku tahu itu, tapi aku sama sekali lupa. Aku pasti terlalu terpukul sampai otakku tidak berfungsi normal. Atau jangan-jangan aku malah menunggu Okabe muncul?! Itu pun dengan identitas "KuriGohan & Kamehameha" yang tidak dia ketahui?!
"...Permainan hukuman macam apa ini?"
Sambil bergumam, aku tanpa sadar mengirim pesan yang memprovokasi mereka—benar-benar cari masalah. Jujur, aku tidak tahu harus menulis apa dalam situasi seperti ini.
—Jadi, nada pesanku mungkin agak kasar.
Tapi mereka berdua hampir tidak bereaksi. Mereka terus melanjutkan percakapan dengan tenang.
506 Name: johntitor [sage] ID: nE2bVz8AO
Kau benar.
Untuk menghentikan rencana SERN, aku butuh fungsi IBN5100.
2010/07/30 (Fri) 23:50:39
668 Name: Hououin Kyouma [sage] ID: VigrFpib0
John Titor yang muncul di tahun 2000
juga mengatakan hal yang sama sepertimu...
2010/07/30 (Fri) 23:56:43
Okabe terus mengikuti omongan Titor.
Tapi situasi mereka berdua sedikit berbeda dari kemarin. Mereka berbicara dengan asumsi bahwa kedua pihak sama-sama tahu tentang IBN5100, sebuah istilah misterius.
"IBN... maksudnya perusahaan IBN?"
IBN adalah salah satu produsen komputer tertua di dunia. Perusahaan ini sudah ada sejak era kalkulator elektronik—bahkan sebelumnya, sejak zaman sistem pemrosesan data berbasis punch card.
Bisa dibilang merek ini menciptakan sejarah komputer. Siapa pun yang bekerja di bidang terkait komputer di negara maju pasti tahu nama IBN.
Setelah mencari di internet, ternyata IBN5100 adalah komputer desktop personal pertama IBN yang ditujukan untuk konsumen umum, dirilis tahun 1975.
Jelas, saat itu komputer hanya tersedia untuk perusahaan dalam bentuk mesin besar. Meskipun IBN5100 ditujukan untuk individu, harganya masih sangat mahal, sehingga tidak banyak konsumen yang membelinya. Kebanyakan dibeli perusahaan sebagai terminal untuk mengoperasikan komputer besar.
Ada satu fakta yang tidak kuketahui: sekitar sebulan lalu, ada kabar bahwa PC ini tersembunyi di suatu tempat di Akihabara. Meskipun termasuk komputer antik, harganya juga setara barang antik, dan banyak kolektor yang mencarinya.
Tapi menurut diskusi di "@channel" dan berbagai situs, PC ini belum ditemukan. Bahkan sebagian orang menganggap ini hanya rumor.
"Kenapa butuh PC kuno seperti itu?"
Tidak, mereka sudah menjelaskan "kenapa".
Untuk menghentikan rencana SERN.
Tapi aku tidak mengerti hubungan antara "menghentikan rencana SERN" dan keberadaan PC antik ini.
672 Name: johntitor [age] ID: /p3RJYvh0
Titor yang muncul 10 tahun lalu?
Seperti yang pernah kukatakan, sayangnya aku tidak pernah ke tahun 2000.
Tapi mungkin kau melihat versi diriku dari worldline lain.
Menarik sekali. Aku ingin ngobrol panjang lebar denganmu kapan-kapan.
john&[email protected]
Ini emailku. Hubungi aku, akan kubalas.
2010/07/31 (Fri) 00:02:19
Tepat setelah jarum jam melewati pukul 12, saat ID "@channel" berubah sesuai tanggal, Titor mengirim pesan terakhirnya.
"Dia benar-benar tidak paham aturan '@channel'..."
Aku terdiam membaca pesannya.
Pesan yang mencantumkan alamat email itu jelas melanggar etika "@channel". Sangat tidak disarankan membagikan informasi pribadi di sini, bahkan informasi sendiri. Seharusnya ada yang melaporkan pesan ini ke moderator atau admin.
Tapi hal yang lebih menggangguku adalah kalimat "mungkin kau melihat versi diriku dari worldline lain". John Titor sebelumnya juga pernah merespons pesan Okabe dengan cara serupa.
Menyadari keberadaan worldline lain... Apakah itu mungkin?
Aku ingin mengajukan lebih banyak pertanyaan, tapi percakapan mereka berakhir di sini. Hanya menyisakan para pengguna "@channel" yang bingung dan aku yang kesal.
"Apa mereka lanjut berbicara via email...?"
Tidak ada yang tahu.
Satu hal yang pasti: aku, seperti pengguna lain, "ditinggalkan". Begitu menyadarinya, dadaku terasa sesak.
Aku memutuskan koneksi internet dan menutup ponsel dengan kasar.
Entah mengapa, aku bahkan tidak ingin membuka "@channel" lagi.
Aku menghela napas.
Kali ini, aku tidak tahu kenapa aku menghela napas...
☆
Seolah Terjaga, Seolah Terlelap...
Dalam keadaan setengah sadar, aku melewati malam itu.
Aku berguling-guling di tempat tidur.
Rasanya seperti bermimpi, tapi juga seperti tidak menutup mata semalaman. Meski tidak merasa kurang tidur, tapi juga tidak punya energi untuk bangun lebih awal dan melakukan apa pun.
Namun, gejolak emosi yang menguasai diriku hingga tadi malam sudah mereda.
Meski aku membenci mesin waktu, setidaknya aku tidak lagi gelisah karena rasa jijik itu.
Mesin waktu—Phone Microwave (nama sementara).
Jika aku menutup mata, bayangan microwave biasa yang memancarkan listrik dengan liar langsung muncul di pikiran.
Dan email yang benar-benar terkirim ke masa lalu.
"Gelombang elektromagnet sekuat itu bisa saja menyebabkan error pada ponsel. Tidak ada yang aneh."
Aku mencoba mencari penjelasan yang masuk akal untuk meyakinkan diriku sendiri. Biasanya, aku selalu bisa menepis argumen meragukan seperti ini dengan mudah.
"Tapi, pisang itu juga nyata..."
Meski error ponsel bisa dijelaskan, keberadaan pisang yang berubah menjadi gel tidak bisa disangkal. Aku sendiri yang memulai eksperimen itu—mana mungkin mereka memanipulasinya?
Tentu, jika mereka pesulap kelas dunia, mungkin saja. Tapi aku tahu itu tidak mungkin. Jika sulap mereka bisa menciptakan pemandangan yang kulihat, mereka pasti sudah jadi pesulap profesional. Tidak perlu melakukan aktivitas klub di Akihabara.
"Tepat sekali... Phone Microwave (nama sementara) ini... adalah mesin waktu."
Suara Okabe masih terngiang di telingaku.
Dan setiap kali suaranya kembali, semua hipotesis yang kubangun untuk meyakinkan diriku sendiri langsung runtuh. Sudah tidak terhitung berapa kali aku membangun dan menghancurkan penjelasan-penjelasan itu.
Pada dasarnya, penelitian adalah proses menyangkal terus-menerus hingga akhirnya menemukan kebenaran yang tersisa. Itu benar.
Tapi terlepas dari prinsip itu, bagiku, mesin waktu adalah musuh. Khayalan atau delusi yang sangat ingin kusangkal.
Tapi... aku tidak bisa menyangkalnya sepenuhnya.
Aku merasakan wajahku berkerut oleh emosi yang tak bisa kukendalikan. Untuk memutus perasaan itu, dengan gerakan kasar, aku mendorong diri untuk duduk dari tempat tidur.
"...Mana mungkin."
Itu tidak mungkin mesin waktu. Sungguh konyol.
Aku tidak akan pernah menerima produk pseudosains seperti itu.
Tidak akan pernah.
Aku menghela napas lagi.
Secara tidak sadar, kepalaku menoleh ke arah tas cucian yang menumpuk di kursi dekat dinding. Begitu melihatnya, aku tidak bisa lagi pura-pura tidak tahu.
"...Aku harus mencuci."
☆
Keputusanku untuk mencuci bukan hanya karena tumpukan baju kotor, tapi terutama karena aku sadar tidak bisa terus-terusan mengurung diri di kamar hotel.
Aku tidak bisa menyangkal bahwa sebagian kegelisahanku berasal dari kurang gerak. Olahraga ringan bisa melancarkan peredaran darah, meningkatkan fungsi otak, dan menenangkan pikiran.
Kemarin, kondisiku benar-benar tidak memungkinkan untuk bertemu orang lain. Tapi sekarang sudah jauh lebih baik—justru tidak keluar akan memperburuk keadaan.
Alasan besar lainnya adalah tidak adanya mesin cuci koin di hotel ini atau semacamnya menjadi alasan lain kenapa aku memutuskan untuk keluar.
Hotel ini tergolong mewah, mungkin karena itu mereka berusaha meminimalkan kebutuhan tamu untuk mengurus kebutuhan sendiri. Artinya, cucian tinggal diserahkan ke layanan laundry hotel.
—Aku pernah bertanya kepada staf di mana mesin cuci koinnya, tapi mereka hanya tersenyum ramah dan berkata, "Tenang saja, biar kami yang urus." Hampir saja pakaianku dicuci paksa.
Tapi, laundry hotel berbayar.
Dan beberapa pakaianku agak memalukan untuk dicuci orang lain. Jadi, lebih baik aku yang menanganinya sendiri.
Meski ingin mencuci di luar, tapi karena hotel ini menyediakan layanan laundry, aku sungkan bertanya di mana tempat cuci koin. Mereka mungkin akan mengira aku tidak puas dengan pelayanan hotel.
—Sebenarnya, keinginanku untuk mencuci sendiri sudah seperti kritik terhadap layanan mereka.
Aku memutuskan untuk mencari mesin cuci koin sambil jalan-jalan, menyusuri jalan menurun ke pusat Akihabara. Jalan turun Hongou sudah mulai kulalui dengan lancar.
Setelah berjalan lurus sekitar 15 menit sampai jalan Chuuou, tiba-tiba aku berbelok dan sedikit memutar...
"...Radio Kaikan."
Gedung delapan lantai dengan papan neon warna-warni itu muncul di pandanganku. Di bagian atap hingga lantai delapan, ada benda bulat seperti satelit buatan yang menancap di dinding.
Sesuai rencana awal, tiga hari lalu, papa seharusnya mengadakan konferensi pers di sini.
Berbeda dengan yang kubayangkan, sekeliling gedung sudah dibuka. Meski Radio Kaikan masih ditutup, toko-toko di sekitarnya beroperasi normal. Bagaimana jika satelit itu jatuh atau gedungnya runtuh?
Meski ini kawasan depan stasiun dan tidak bisa ditutup lama, tetap saja terasa tidak mempertimbangkan keamanan. Atau mungkin ada perkuatan struktural di dalam yang tidak terlihat? Mungkin Radio Kaikan lebih kokoh dari yang kukira.
Sudah tiga hari berlalu, asal-usul satelit itu masih menjadi misteri.
Awalnya publik menduga itu satelit bekas Uni Soviet, tapi Rusia—yang mewarisi arsip dan pengelolaannya—sudah membantah. Sampai sekarang, tidak ada yang tahu negara asalnya, investigasi mandek, apalagi rencana pembongkarannya.
Tapi, apa benar itu satelit?
Satelit yang jatuh di lokasi ini dalam kondisi utuh sudah mustahil, dan seharusnya dampak tumbukannya lebih parah.
Dengan ragu, aku menatap ke atas—tentu saja tidak menemukan jawaban.
...Persis seperti hubungan antara papa dan aku.
Sudah melihat yang ingin kulihat. Sekarang waktunya mencari mesin cuci koin. Saat aku berbalik, tiba-tiba seseorang yang tak kukira muncul di jalanan Akihabara. Tanpa sengaja, aku mengeluarkan suara kaget—dan dia mendengarnya, lalu menoleh.
"...Asisten, ya..."
Dia—Okabe Rintarou—memandangku dan bergumam begitu.
☆
“……Asisten, ya.”
Begitu mendengar ucapannya, hal pertama yang terpikir olehku adalah, “Siapa yang dia sebut asisten?” Namun, kata-kata itu tidak sempat terucap.
Begitu kata-katanya sampai di telingaku, secara refleks aku sudah berbalik dan bersiap melarikan diri kembali ke jalan yang tadi kulewati. Tidak ada waktu untuk berpikir. Tubuhku sudah bereaksi sendiri.
“Tunggu!”
Namun, langkahku dihentikan ketika Okabe menarik kerudung hoodie yang kukenakan dari belakang. Aku nyaris terjatuh.
“Apaan sih!?”
Aku protes atas tindakan Okabe yang seperti mencubit anak kucing itu. Tapi Okabe malah menarikku paksa tanpa memberiku kesempatan untuk berkutik.
“Ikutlah denganku sebentar...”
“Ha!? Hei, tunggu!”
Dia membawaku masuk ke sebuah gang sempit yang dipenuhi mesin penjual otomatis. Meski disebut gang, tempat ini tidak jauh dari jalan utama dan masih ramai dilalui orang. Mungkin dia ingin membicarakan sesuatu.
Tentu saja. Setelah berbuat seperti itu dan kabur di tengah-tengah, wajar saja jika dia akan menuntut pertanggungjawabanku.
Sesampainya di dalam gang, Okabe melepaskanku karena dia harus mengecek pesan atau sesuatu di ponselnya. Ah, bajuku jadi kusut. Tidak perlu sampai seginanya kan.
“Duh! Ini bahunya jadi berantakan!”
Aku membenahi kekusutan bajuku sambil menggerutu. Tapi Okabe justru membuat ekspresi muram sambil melihat ponselnya. Sepertinya dia sedang melototiku. Apa dia memang marah?
“Tidak ada informasi dari sini…. …Eh, dia tidak becus sama sekali!?”
“Kenapa aku yang dipelototi?”
Aku mengeluh kesal melihatnya mengabaikanku.
“Jangan hiraukan, ini bukan karenamu.”
“Kalau mau melampiaskan emosi, bisakah berhenti.”
“Kau sedang merajuk? Mayuri juga khawatir jangan-jangan kau sedang kesal. Padahal sudah dewasa, jangan bersikap kekanak-kanakan.”
……Apakah ini utas untuk "Kau tidak berhak mengatakan itu" hari ini? Pikiranku tiba-tiba mendingin, dan amarahku meluap.
“Aku tidak mau dengar itu darimu. …Lagipula, apa yang mau kau bicarakan?”
“Sederhana saja. Berhentilah merajuk dan kembalilah bekerja ke lab, Christina.”
Mendengar kata-katanya, jantungku berdegup kencang di dalam dada.
Hanya sekejap. Perasaanku berkecamuk dengan liar.
Apa maksudnya? Pada diriku yang kabur, dia bilang ‘kembalilah’? Aku yang datang tanpa diundang.
……Apa dia tidak marah?
Tadinya kupikir, ketika dia menyuruhku masuk ke gang ini, aku akan dimarahi. Aku agak takut kalau-kalau dia akan membentakku seperti Papa. Tapi, ternyata tidak. Apa pun maksudnya, dia menyuruhku kembali. …Padahal aku sudah kabur.
Sejujurnya, aku senang mendengarnya. Termasuk kata-katanya tadi bahwa Shiina-san (Mayuri) khawatir. Ini pengalaman pertamaku ada orang yang mengkhawatirkanku, padahal kami hanya sebentar bersama.
Tapi, di saat yang sama. Seberapapun senangnya aku mendengar kata-kata itu, aku tidak berniat untuk kembali memasuki lab itu—Future Gadget Lab. Aku tidak berniat mendekati mesin waktu itu lagi.
Setiap kali berurusan dengan mesin waktu, aku merasa diriku menjadi tidak karuan.
Kerinduan pada Papa dan kebencian pada neuro-sains. Keduanya mengamuk dengan brutal dalam diriku setiap kali mendekati mesin waktu, mengubah diriku dari “anggota masyarakat mandiri berusia 18 tahun” menjadi “anak berusia 11 tahun yang senang dan sedihnya bergantung pada perkataan Papa”.
Aku disadarkan bahwa pengetahuan dan pengalaman yang kukumpulkan selama tujuh tahun ini dan kukira ‘kokoh’, ternyata tidak ada artinya. Aku sudah muak dengan perasaan seperti itu.
Aku menyembunyikan kekacauan perasaanku, menutupi kegembiraan atas kata-kata Okabe dan kebencian pada mesin waktu dengan wajah poker, lalu berbicara. Nada suaraku sengaja dipenuhi dengan sarkasme dan kekesalan.
“Setidaknya tolong konsistenlah dengan panggilanku...”
“Dengarkan orang bicara! Zombie!”
“Siapa yang tidak mendengarkan di sini!?”
……Meski begitu, di saat yang sama, memang benar bahwa berurusan dengan pasien chuunibyou yang bernama Hououin Kyouma ini sangat melelahkan. Ini adalah hal yang berbeda dari rasa terima kasih atas ucapannya atau kebencian pada mesin waktu.
Aku menghela napas. Entah kenapa, belakangan ini aku sering sekali menghela napas.
“Haa…, Kenapa aku bisa terlibat dengan orang seperti ini? Aku ingin memukul diriku yang kalah pada rasa ingin tahu waktu itu.”
Ucapanku tadi adalah yang sebenarnya, dan ini juga persaaanku yang sebenarnya.
Di tengah gumamanku, ponsel Okabe kembali bergetar. Sepertinya ada pesan lagi. Okabe bereaksi berlebihan dan wajahnya seperti orang yang baru meminum sesuatu yang pahit.
“Apa, lagi!?”
“Apa email-nya seburuk itu?”
“Ini di luar kewajaran…”
Di tengah ucapannya, wajah Okabe tiba-tiba terkejut. Seperti menyadari sesuatu. …Tidak, bukan. Aku rasa aku mulai paham. Ekspresinya ini berbeda.
Ini adalah tanda chuunibyou-nya akan kambuh dan dia akan mulai berucap nonsense.
“Ha! Mungkin saja, wanita itu juga agen dari Organisasi…”
“Organisasi? Apa itu?”
Sambil bertanya, kurasakan mataku menyipit sinis.
“Organisasi ya organisasi. Mereka yang mengontrol rahasia yang melampaui negara dan mengendalikan dunia dari bayang-bayang, politik, ekonomi, agama…”
“Sudah jelas-jelas teori konspirasi. Sungguh, Terima…”
Tepat pada saat aku hendak menyatakan bahwa aku tidak sanggup mengikutinya mendengar Okabe berbicara tak karuan,
Aku mengerem sekuat tenaga ucapan yang nyaris terluapkan dari mulutku. Aku tidak sengaja membocorkan kata-kata dari @channel di kepalaku. Aku membeku, memikirkan bagaimana cara menutupi situasi ini.
“……Ada apa?”
Melihat itu, Okabe menatapku dan bertanya. Wajahnya dekat! Jangan mendekat!
“Ti-tidak ada apa-apa! Ini beneran bukan apa-apa! Kalau terus mendesak, aku akan memukulmu!!”
Karena Okabe mendekat, rencanaku untuk menutupi situasi jadi buyar. Kenapa pria ini bisa begitu mudahnya memasuki batas jarak pribadiku…? Okabe terlihat sedikit tercengang melihat kemarahanku.
“Hun, melampiaskan amarah. …Ikutlah. Setelah mengambil cucian, akan kuberikan tugas.”
Dia bersikap seolah ingin berkata “ya, sudahlah” pada ucapanku. Lalu dia mulai berjalan seolah-olah wajar bagiku untuk mengikutinya. …Apa dia pikir dunia ini berpusat padanya? Aku mengeluarkan suara dengan rasa heran.
“Hah? Kau pikir dengan berkata begitu, aku akan dengan patuhnya mengikuti…”
Di tengah gumamanku, tiba-tiba aku menyadari satu kata di akhir ucapan Okabe. …Cucian. Bukankah dia bilang sesuatu tentang cucian?
“……Cucian? Kau mau pergi ke binatu?”
“Sudah kukatakan tadi. …Cepat ikut.”
☆
“……Ternyata ada di sini…”
Aku bergumam melihat tempat binatu yang kudatangi bersama Okabe.
Lokasinya dekat dengan Tsuma Koi Zaka, jadi tidak terlalu jauh dari hotel.
“Di hotelmu memangnya tidak ada?”
“Karena hotelnya terlalu mengutamakan penampilan, jadi tidak ada. Tapi, memasukkan semua pakaian yang dipakai ke layanan kamar juga tidak sesuai dengan gayaku.”
Sambil membalas, Okabe masuk ke dalam laundry koin.
“Bersyukurlah padaku karena sudah mencarikannya… Tch, tidak ada perubahan.”
Di tengah ucapannya, dia mendecak, dan ketika kulihat, di ujung pandangannya, pengering berputar-putar. Sepertinya dia berharap, karena pengering berputar, seperti halnya Phone Microwave (nama sementara) yang juga berputar di dalamnya, akan terjadi perubahan tertentu.
Imajinasi yang seenaknya. Aku mengikuti Okabe masuk ke toko sambil berkata.
“Bukankah itu sudah jelas. Kau pikir sesuatu akan terjadi hanya karena berputar?”
“Justru di tempat yang dianggap sudah pasti, jawabannya tersembunyi. Lagipula, tak kusangka microwave yang disambungkan dengan ponsel akan melahirkan mesin waktu…”
Mendengar kata-kata Okabe, bayangan Phone Microwave (nama sementara) yang mengeluarkan percikan api dan pesan ponsel yang dikirim ke masa lalu kembali berkilas di kepalaku. Tanpa kusadari, aku berteriak.
“Itu bukan mesin waktuuuu!!”
Okabe menatapku dengan ekspresi terkejut. Tapi, aku tidak bisa menghentikan kata-kata yang meluap.
“Itu pasti suatu kesalahan… Mesin waktu hanya ada di dunia pseudo-sains. Aku tidak akan terlibat dengan hal seperti itu.”
“Kenapa kau menyangkal apa yang telah kau lihat dengan matamu sendiri sampai segitunya?”
“……Tidak ada alasan khusus.”
Aku tidak tahan melihat tatapan Okabe yang menatapku, lalu memalingkan pandangan. Entah dia menyadarinya atau tidak, Okabe mulai dengan gerakan chuunibyou-nya yang biasa.
“Ha, mungkinkah, trauma masa lalu… Ya, itu saat kau berusia lima tahun, Christina disambar petir di padang rumput Arkansas…”
“……Aku tidak disambar.”
Okabe berbicara panjang lebar dengan wajah yang seolah tahu segalanya. Aku menyela-nya dengan dingin. Seketika, wajahnya menjadi tenang.…… Mungkin, chuunibyou-nya ini semua hanya topeng? Sebuah topeng sosial untuk berurusan dengan dunia luar atau…
“Lalu, kenapa?”
“Sudah kukatakan kan? …Karena secara teori tidak mungkin.”
“Teori hanyalah permainan kata-kata. Cepat atau lambat, akui saja apa yang terjadi di depan matamu.”
Okabe… mengatakan sesuatu yang sangat sulit kuterima.
Memang ada momen ketika teori menjadi permainan kata-kata. Melihat contoh masa lalu, dunia ilmu pengetahuan lama tidak bisa lepas dari otoritarianisme.
Hingga akhir abad ke-19, ilmu pengetahuan menganggap fisika Newton yang dibangun sebelumnya sebagai hal mutlak, dan penelitian yang mencocokkan fenomena yang terjadi di dunia nyata dengan fisika Newton sebagai premisnya adalah arus utama.
Tren ini belum hilang hingga kini. Bahkan Big Bang dan lubang hitam yang kini dikenal luas oleh orang awam, awalnya diejek karena tidak sesuai dengan akal sehat dan teori umum. Nama-nama ini sendiri awalnya diberikan untuk mengejek keberadaan mereka.
Namun, kita hanya bisa dengan bangga mengatakan bahwa kenyataan lebih benar daripada teori hanya ketika semua orang mengakui kenyataan itu. Dan untuk itu, diperlukan kekuatan politik, kegiatan penyuluhan yang tekun, dan memastikan daya ungkit. Baik ilmuwan maupun orang biasa sama-sama tidak ada artinya jika tidak ada yang mendengarkan kata-kata mereka.
Big Bang, lubang hitam, bahkan fisika kuantum pun membutuhkan waktu lama untuk diakui. Selama itu, teori selalu mendahului kenyataan.
Jika kita mengabaikan fakta ini dan hanya melihat kenyataan sambil melupakan teori, yang menanti adalah penolakan dari dunia akademis, jalan yang sama seperti Papa. Hanya itu yang tidak bisa kutoleransi.
“……Tidak.”
“Hun, kenapa keras kepala sekali.”
“Sudah kubilang tidak! Aku… tidak akan mengulangi kesalahan yang sama seperti Ayah!!”
Keras kepala atau apa pun, ada hal yang tidak bisa kuterima. Sama sekali tidak!
Amukanku membuat Okabe terdiam. Sepertinya dia kehilangan kata-kata.…… Melihat wajahnya, aku juga menjadi sedikit tenang. Sepertinya kepalaku kembali memanas. Kebiasaan burukku adalah menjadi tidak sadar diri ketika sedang bersemangat. Karena itulah aku sebisa mungkin tidak ingin marah dan berusaha untuk tetap tenang, tapi…
“Maaf,… aku jadi emosional.”
“Fufu… Fuahahaha! Jangan khawatir! Aku sengaja membuatmu marah untuk menguji kualitasmu!”
Kenapa pria ini harus mengatakannya dengan sengaja, hal-hal yang membuat orang kesal?! Api batin yang kuberusaha keras untuk dipadamkan berubah dari api kegembiraan menjadi api kemarahan dan berkobar. Mungkin saat ini, pandanganku dipenuhi aura pembunuh.
Malahan, Okabe yang melihat mataku jelas-jelas panik.…… Tenang, tenanglah, Makise Kurisu. Sejenak, aku berpikir untuk menghitung bilangan prima, tapi kemudian ingat bahwa itu tidak terlalu efektif untukku dan berhenti. Untuk orang yang bisa menghitung bilangan prima dengan lancar, itu tidak cocok.
“……Bagaimanapun, Phone Microwave (nama sementara) bukanlah mesin waktu.”
“Aku mengerti. Maaf sudah memaksamu untuk bergabung sebagai labmem. Kau tidak perlu datang lagi.”
Kepadaku yang berbicara tegas, Okabe menjawab dengan jujur yang mengejutkan.
“Tapi hanya ini yang akan kusampaikan… Lab Member Nomor 004 akan menjadi nomor yang dipensiunkan. Nomor ini akan selamanya milikmu.”
Ah, sadar. Atau lebih tepatnya, aku merasa merinding. Kalimat “Apa yang dia bicarakan?” mengambang begitu banyak di dalam hatiku. Mungkin, di dalam hatinya, musik latar sedang diputar seperti adegan film. Kurasa ini cara penyutradaraannya yang paling keren.
Okabe berbalik untuk pergi dengan gaya. Tapi aku tak punya kewajiban untuk menemaninya. Sama sekali tidak! Aku meraih kerahnya dari belakang, seperti balas dendam untuk kejadian tadi.
“Apa yang kau gaya-gayaan itu!”
“Wah! Apa yang kau lakukan, itu adalah perpisahan yang bagus!”
Okabe berbalik sambil menjauh dan mengangkat suara protes. Tapi, aku tidak menghiraukannya.
“Itu yang bikin kesal. Cucianmu masih ada, kan?”
Lagi pula, yang awalnya punya urusan di sini adalah Okabe. Cucianku bisa dilakukan nanti…
“Aku yang pergi.… Dah.”
Saat aku berkata dan hendak pergi, hoodie-ku ditarik dari belakang lagi dan aku terjengkang.
“Ini balasannya, renungkan tindakan gegabahmu sendiri.”
Lagi-lagi ulah Okabe… Kalau balas membalas, ini bukan pertengkaran anak-anak, tidak akan ada habisnya, kan!? Sudahlah… aku tidak sanggup lagi.
Dengan perasaan jengkel, aku hendak keluar kali ini, tetapi Okabe menghentikanku lagi.…… Apa yang ada di pikirannya!? Ketika aku berbalik untuk menyatakan ketidakpuasanku, Okabe menatapku dengan ekspresi serius yang tak terduga.
“……Tentang IBN5100, apa kau tahu sesuatu?”
“IBN……?”
Itu adalah nama PC desktop buatan IBM yang dibicarakan Okabe dan John Titor tadi malam. Mereka berencana menggunakannya untuk mengungkap rencana SERN. Tapi aku sengaja pura-pura tidak tahu.
“……Untuk apa?”
Lalu……
“Penasaran?”
Nada bicara apa itu? Mungkin, kau berbicara dengan pemikiran bahwa aku sudah menyerah, atau semacamnya? Ketika aku diam, dia bertanya lagi.
“Penasaran, kan?”
Memang seperti yang dikatakannya, aku penasaran. Ada pepatah “Rasa ingin tahu membunuh kucing”, yang berasal dari legenda Barat bahwa kucing yang konon memiliki sembilan nyawa pun, jika terlalu dikuasai rasa ingin tahu, akan menghabiskan nyawanya.…… Itulah kondisiku sekarang.
“Aaaah, sudahlah! …Cuma sedikit, saja.”
Ketika aku tidak tahan dan berteriak, Okabe mulai berbicara dengan penuh kemenangan.
Isinya, seperti yang juga dibicarakan di '@channel', “SERN sedang meneliti tentang perjalanan waktu”. Dan “untuk memecahkan program enkripsi mereka, diperlukan fungsi khusus IBN5100”.
Jujur, yang kupikirkan setelah mendengarnya adalah “mengecewakan”. Ke mana pun perginya, pria ini tidak bisa lepas dari pseudo-sains… Sekarang, aku benar-benar membenci rasa ingin tahuku sendiri.
“Hun, Konyol sekali.… Rugi mendengarnya.”
Berbagai kesan yang kurasakan terhadap Okabe mungkin salah. Pada akhirnya, apakah dia hanya seorang penganut ilmu ngawur dan sejenis dengan John Titor…
Bagaimanapun, karena ada orang seperti dia dan John Titor, Papa akhirnya menghancurkan hidupnya.
Dengan wajah muak, aku meninggalkannya di tempat itu dan mulai berjalan. Okabe berteriak dari belakang.
“He, dengan hidung… Kau mengejek dengan hidung? Dasar kauuu, aku pasti akan membuat hidung sombongmu itu malu! Tunggu dan lihatlah, Christinaaa!!”
“Sudah kukatakan bukan Tiiina, tahu!”
☆
Sambil berjalan dari binatu menuju hotel, aku menyimpan perasaan muram.
Bisa saja semua ini, termasuk John Titor, hanyalah akting sandiwara dan trik Okabe. Mungkin juga karena aku yang, merasa kecewa tidak bisa bertemu Papa, tanpa sadar mencari pelampiasan, telah kehilangan kewaspadaan dan ketenangan yang biasa kumiliki, sehingga terjebak.
Jika sudah mulai mencurigai, tidak akan ada habisnya.
Pada dasarnya, seperti yang dikatakan Descartes, jika ditarik ke akarnya, segala sesuatu selain "Aku berpikir, maka aku ada" dapat diragukan keberadaannya secara mendasar, bagaikan ilusi.
Jadi, sejauh apa pun, apa pun bisa diragukan. Bisa tidak dipercaya.
Tapi... kenapa ya?
"Meski begitu... aku..."
Pikiranku ruwet. Aku sendiri tidak bisa memahami isi hatiku dengan baik.
"SERN sedang meneliti perjalanan waktu, dan untuk mengungkap program rahasianya, diperlukan fungsi khusus IBN5100. Bagaimana, kaget?"
Kata-kata Okabe terngiang di kepalaku. Kenapa...?
Aku menggeretakkan gigi. Gerahamku bergemeletuk.
Kemudian, dengan begitu saja aku membuka ponselku dan mulai menulis sebuah kalimat dalam email yang akan kukirimkan pada senpai di Institut Ilmu Otak Universitas Viktor Chondria.
"Senpai itu pasti... Bahkan jika senpai tidak tahu, profesor pasti tahu sesuatu."
☆
GUNG... GUNG... GUNG...
Suara mesin cuci dan pengering bergema di dalam ruangan laundry koin yang tidak terlalu luas.
Aku menunggu cucian yang kumasukkan ke mesin cuci selesai di laundry koin yang diberitahu Okabe kemarin siang.
Mesin cuci dan pengering. Dua mesin itu menari waltz yang tak diketahui kapan berakhirnya.
Dengan latar belakang rantai putaran yang tak diketahui ujungnya, aku membaca balasan email yang kukirim kemarin.
"Kurisu, terima kasih untuk emailnya dari Jepang yang jauh. Soal pertanyaanmu, setelah kutanya profesor, katanya memang IBN5100 punya fungsi untuk menganalisis bahasa pemrograman khusus..."
Katanya, fungsi itu sendiri hampir tidak diketahui oleh siapa pun di luar peneliti IBM.
"IBN5100 sendiri terlalu tidak dikenal, dan fungsinya juga tidak begitu penting, jadi sepertinya sudah terlupakan."
Di dalam ruangan yang dikuasai suara mesin cuci dan pengering, aku bergumam tercengang.
"Jadi... itu benar?"
Bayangan menakutkan menyergap seluruh tubuhku... Bagaimana jika.
Bagaimana jika.
Ini murni hipotesis.
Bagaimana jika yang dikatakan Okabe dan John Titor semuanya benar?
Bagaimana jika Phone Microwave (nama sementara) itu benar-benar mesin waktu?
Bagaimana jika SERN sedang berusaha membangun dystopia?
Tentu saja, tidak semuanya pasti benar. Okabe jelas adalah penderita chuunibyou dengan kebiasaan berkhayal seperti yang terlihat, dan John Titor hanya berpura-pura tidak tahu etika '@channel'—aku tidak bisa tidak berpikir begitu.
Tapi, bagaimana jika salah satunya benar?
Seperti cerita tentang fungsi IBN5100 itu!
Sama seperti ketika aku meragukan Okabe kemarin, sesuatu yang membingungkan dan tidak bisa kupahami menyebar di dalam hatiku. ...Mungkin tidak. Mungkin yang kubutuhkan bukanlah meragukan atau mempercayai.
Dengan perasaan baru yang muncul dalam hatiku, aku menggulir ke bawah isi email. Di sana tertulis sebuah kata yang akan menentukan arah hatiku ke depannya.
"Aku tidak tahu dalam situasi seperti apa Kurisu sekarang. Tapi, profesor bilang kamu mungkin sedang kebingungan. Jadi, akan kusampaikan pesannya. Perkataanya, 'Apa yang mustahil hari ini, akan menjadi mungkin besok'..."
...Apa yang mustahil hari ini, akan menjadi mungkin besok.
Itu adalah kata-kata Konstantin Tsiolkovsky, yang disebut sebagai bapak pengembangan antariksa.
Dia adalah jenius yang telah menyelesaikan teori roket antariksa bahkan sebelum Wright bersaudara menerbangkan pesawat untuk pertama kalinya. Namun, karyanya tidak dihargai hingga usia tuanya, dan dianggap sebagai omong kosong belaka oleh komunitas ilmuwan pada masa itu.
Profesor di laboratorium sering berkata padaku:
"Dia adalah jenius. Tapi karyanya tidak dihargai. Kenapa? Karena dia tidak memiliki kekuatan politik. Bahkan sebagai ilmuwan, untuk mewujudkan mimpinya, dibutuhkan kekuatan—kekuatan politik—untuk membuat seseorang mendengarkan mimpinya. Kurisu, jangan lupakan itu."
Karena itulah aku selalu berusaha meningkatkan daya ungkapku, dan berusaha menerbitkan makalah secara teratur untuk menarik perhatian. Aku datang ke Jepang memenuhi undangan seminar ATF yang bukan bidang keahlianku juga untuk itu—untuk mendapatkan kekuatan politik.
Tapi di saat yang sama, profesor selalu berkata, "Gairah 'ingin tahu' adalah sekutu terbaik peneliti kapan pun." Itulah titik awalnya.
Alasan profesor menyampaikan pesan seperti ini hanya satu.
Dia menyuruhku kembali ke niat awal.
Dia menyuruhku jujur pada perasaan "ingin tahu".
Memang, aku merasa "ingin tahu". Saat mengetahui tentang Okabe dan penelitiannya. Tapi, justru karena itu aku menyangkal perasaan yang kurasakan saat itu, rasa ingin tahu—perasaan "ingin tahu". Aku tidak jujur pada perasaan itu.
Aku membuka ponsel.
Jariku bergerak, menampilkan... nomor telepon Okabe Rintarou.
"...Aku sudah memutuskan."
...Aku mengambil napas.
Bukan napas lega, tapi untuk mengalirkan oksigen ke seluruh tubuh dan mengaktifkan otakku.
Tentu saja, aku sama sekali tidak berniat mengakui atau menerima ilmu ngawur.
Tapi bahkan untuk menyangkalnya, itu harus didasarkan pada akumulasi yang logis dan rasional. Bukan dengan menjadi emosional dan melarikan diri darinya.
Jadi kukatakan. Satu kata. Singkat. Kecil. Tapi, dengan tekad.
"Aku... tidak akan lari lagi."
☆
Kuil Yanabayashi.
Sebuah kuil yang terletak di selatan Stasiun Akihabara, di seberang sungai. Konon, ini adalah salah satu kuil utama di Akihabara, dan namanya bahkan tercantum dalam buku panduan.
Sinar matahari sore yang menyinari dari barat mencelup kuil yang hijau ini menjadi warna jingga kemerahan. Aku tidak terlalu suka panasnya musim panas, tapi aku tidak membenci senja musim panas yang terasa lengket dan membelit ini.
Ketika tiba di kuil, Okabe sudah duduk di bangku dekat tempat air minum. Sebagai tata krama, aku membersihkan tangan dan mulut, berdoa, lalu mendekati Okabe. Dialah yang memulai percakapan.
“Telepon tadi untuk apa?”
Baru saja, aku meneleponnya untuk menanyakan di mana dia berada. Mungkin dia menanyakan hal itu. Saat aku duduk di bangku yang sama dan menyampaikan maksudku, Okabe berkata dengan kasar.
“Aku tidak ingat memanggil siapa pun.”
“Aku tidak ingat ada yang dipanggil.”
Setelah itu, keheningan mengalir di antara kami.
Nah, sekarang aku sudah sampai, tapi bagaimana cara memulainya?
Aku tidak datang dengan menyusun strategi. Alasan aku tidak langsung ke sini dari laundry hanyalah karena aku kembali ke hotel untuk menaruh cucian.
Saat aku sedang bingung, seorang gadis cantik berpakaian miko muncul di halaman kuil.
“Maaf sudah menunggu…”
Rambut hitamnya yang indah mengalir lembut dan halus.
Tubuhnya yang ramping dan langsing seperti pohon willow, cocok untuk menjadi miko di kuil yang bernama Yanabayashi (hutan willow).
Dan kulitnya yang halus serta sikapnya yang anggun.
Aku belum pernah melihat gadis cantik yang begitu cocok dengan pakaian miko sebelumnya.
“Oh, sudah ditanyakan?”
Ketika gadis itu menyapanya, Okabe berdiri seolah terpental.
Aku merasa agak risih karena dia kenal gadis secantik itu. Biasanya, tidak perlu merasa seperti itu, tapi entah kenapa, rasanya jadi tidak enak.
Mungkin ini karena aku terjebak dalam pemikiran umum Amerika, tempat aku dibesarkan selama tujuh tahun.
Di Amerika, sejak masa pelajar, strata sosial kita sudah ditetapkan dengan jelas, dan hubungan interpersonal dibangun tanpa menyimpang dari sana. Dalam logika itu, Okabe dan gadis cantik ini bukanlah orang yang berada di strata yang sama, sehingga hubungan persahabatan mereka terasa aneh.
Mungkin begitu.
Ngomong-ngomong, perasaan tidak senang ini hanya terhadap Okabe, dan tidak terlalu terhadap gadis cantik ini.
“Iya, ketika kutanya ayah, katanya komputer itu memang disumbangkan ke kuil kami.”
“Benarkah!?”
Mendengar perkataan gadis cantik itu, Okabe membalas dengan kegembiraan yang terkejut. Pada saat itu, aku sudah bisa menebak tujuan dia datang ke kuil ini.
“Komputer… Maksudnya IBN5100!?”
PC retro legendaris, ada di tempat seperti ini? Dengan penuh keheranan, aku berkata, dan gadis itu pun bereaksi.
“Iya… Um, siapa orang ini?”
“Asistenku. Jadi tentang IBN…”
“Tunggu dulu!”
Okabe berkata dengan datar dan hendak melanjutkan pembicaraan. Tapi aku yang hanya diperkenalkan dengan satu kata tidak menerimanya dan menyela.
Okabe menjawab dengan kesal, “Apa?”
“Apa maksudmu memperkenalkanku dengan asal seperti itu! Lagipula, aku bukan asistenmu!”
“Aku tidak datang ke sini untuk memperkenalkanmu.”
“Itu tidak sampai sepuluh detik, kan?”
“Sungguh menyebalkan… Makise Kurisu… asistenku.”
Kepadaku yang berbicara cepat, Okabe memperkenalkanku dengan sikap yang terlihat menyerah dan asal-asalan. Karena kecerobohannya, aku yang tadinya ingin marah kehilangan semangat untuk bertengkar. Aaaah, sudahlah…
“Ya, ya. Baiklah, asisten saja. …Lalu, kamu?”
Sebenarnya, jujur saja, aku lebih ingin mendengar tentang gadis cantik ini daripada memperkenalkan diriku. Mungkin, aku sangat haus akan komunikasi dengan orang sebaya—khususnya perempuan.
Gadis cantik itu menjawab dengan ragu-ragu. Sikapnya itu sekali lagi membuatku merasa ada sesuatu yang melankolis, seolah semakin menonjolkan pesona gadis ini.
“U-Urushibara Ruka.”
“Berapa usiamu?”
“Tahun ini. Aku berusia 17,.”
“Satu tahun lebih muda dariku…”
Pesona sebanyak ini meskipun hanya terpaut satu tahun... Kurasa memang ada gadis-gadis yang cantik alami di luar sana.
“Oh, begitu? Makise-san terlihat dewasa, dan cantik…”
“Tidak juga… Kamu juga…”
Dipuji cantik oleh gadis secantik ini, bahkan jika itu hanya basa-basi, membuatku senang. Sebaliknya, aku membalas dengan pendapat jujur dan tulus.
Tapi reaksinya terhadap itu agak aneh.
“Eh? U, um…”
Dia memerah dan gelisah. Sikapnya itu juga lucu, tapi ada apa?
“Um… Aku akan panggil ayah.”
Setelah berkata begitu, gadis itu berlari ke kantor kuil. …Seolah melarikan diri. Melihat tingkahnya, aku mengantarnya pergi dengan ekspresi sedikit bingung.
“Hum. …Ketidaktahuan adalah kebahagiaan.”
“Apa maksudmu?”
Okabe bergumam pelan, dan aku melemparkan pertanyaan. Tapi dia hanya berkata, “Entahlah,” dan mulai berjalan, tidak menjawab pertanyaanku.
☆
Beberapa belas menit kemudian, aku dan Okabe sedang melakukan kerja berat yang tidak biasa.
“Hah... hah... hah... Kenapa aku harus melakukan ini bersamamu!”
“Diam dan angkat. Jalan kita masih panjang.”
Dengan napas tersengal-sengal, Okabe menyela kata-kataku dengan dingin. Dia juga tampak kesulitan.
Saat ini, kami meminjam IBN5100 yang disumbangkan ke kuil dan sedang mengangkutnya ke lab. ...Dengan tangan kosong.
IBN5100 memang PC desktop yang dirilis untuk penggunaan pribadi. Tapi pada akhirnya, ini adalah PC retro yang dibuat dengan teknologi tahun 1975, dan ukurannya cukup besar. Beratnya bahkan mencapai sekitar 55 pon—artinya 25 kilogram.
Aku, sebagai perempuan berusia 18 tahun biasa tanpa pelatihan khusus, jelas tidak sanggup mengangkatnya sendiri, dan Okabe juga tidak mungkin bisa mengangkatnya sendirian, sehingga pada akhirnya kami berdua berusaha mengangkatnya bersama.
—Itu tidak masalah, tapi kenapa aku harus berada dalam "posisi seperti kencan buta" dengan Okabe? Maksudku, aku tahu ini cara paling efisien, tapi... um, wajah kami terlalu dekat.
Saat aku sedang melamun, tiba-tiba Okabe mulai bergerak. Dengan cara yang membuatku berjalan mundur!
“Wah. Hei, tunggu dong. Aku jadi harus jalan mundur.”
“Berjalanlah dengan gesit, Asisten.”
“Hei, tu... tidak bisa, jalan mundur benar-benar tidak bisa!”
“Seorang asisten seharusnya bisa.”
“Terima kasih atas harapannya, tapi tidak bisa! Minta diubah ke jalan menyamping, lakukanlah! Aku bisa jatuh!!”
Menerima protesku, Okabe dengan enggan mengambil posisi berjalan menyamping. Namun, itu tidak mengurangi kelelahan akibat beratnya. Dari Kuil Yanabayashi ke Laboratorium Gadget Masa Depan—lab—biasanya hanya sekitar sepuluh menit. Tapi sekarang, sepertinya tidak akan semudah itu.
“M... maaf, istirahat sebentar!”
“Apa, sudah menyerah? Lemah sekali, Zombie. Di mana kekuatan super yang hanya dimiliki orang mati?”
“Tidak ada hal seperti ituuuu!!”
Tapi, Okabe juga lelah, dan pada akhirnya kami harus beristirahat beberapa kali. Kami menurunkan kotak berisi IBN5100 ke jalan dan mengatur napas. Di sela-sela itu, seolah mengisi waktu luang, aku berbicara pada Okabe.
“Ayahnya Urushibara-san, orang baik ya... Langsung meminjamkannya.”
“Ya. Berkat itu, banyak hal jadi lebih mudah.”
Okabe berkata sambil membeli Dr. Pepper dari mesin penjual otomatis di jalan. Aku juga sudah membeli kopi kaleng dan meminumnya, lalu membalasnya. Suaraku terdengar haru.
“Hubungan orang tua dan anak yang baik, iri sekali...”
“...Asisten.”
Okabe bergumam pelan. Dia memanggilku asisten lagi... dasar ini. Aku menjawab dengan nada sedikit kesal.
“Sudah kukatakan jangan panggil asisten! ...apa?”
“Tidak... sudahlah.”
Okabe menarik kata-katanya dengan agak ragu. Di sisi lain, karena ada sesuatu yang sedikit menggangguku, aku bertanya lagi.
“Hmm. ...Ngomong-ngomong, ‘El Psy Congroo’ yang kau ucapkan saat berpisah dengan Urushibara-san tadi, apa artinya?”
“Fufu, fuhahahahaha... Kau ta... guhk, ghuk, guha!!”
Okabe mulai tertawa terbahak-bahak, lalu tiba-tiba batuk. Orang yang tidak biasa berolahraga, jika tiba-tiba melakukan aktivitas berat, memang mudah batuk setelahnya. Dan dia malah tertawa terbahak-bahak di saat seperti itu... Aku setidaknya menepuk-nepuk punggungnya.
“Sudah tenang?”
“U, um. ...Segera pulih. Itu adalah kode untuk mencapai rencana agung. Kode itulah yang mengaktifkan kehendak mulia dan memandu kesadaran untuk menghancurkan kerajaan seribu tahun palsu, dengan kata lain, itu adalah Resonansi Suci Kesadaran Mendalam!”
“...Artinya, tidak ada maknanya, ya?”
“Apa!? Kenapa kau tidak mengerti makna rencana agung ini!”
Aku menghabiskan kopi kalengku dan berkata.
“Ayo, kita pergi.”
☆
Ketika kami sampai di gang tempat Laboratorium Gadget Masa Depan berada, langit sudah mulai berubah dari warna jingga kemerahan menjadi biru nila. Jarak pendek dari Kuil Yanabayashi ke sini memakan waktu lebih dari tiga puluh menit.
Kami berdua saling melemparkan kata-kata menyindir tentang betapa lamanya waktu yang dibutuhkan sambil bergerak terhuyung-huyung mendekati lab. Tiba-tiba, ada yang memanggil.
"Okabe Rintarou!"
Suara wanita muda. Bisa dibilang seorang gadis.
Melihat ke arah suara, terlihat seorang gadis yang tampak lincah berbaju training jersey dan celana spandex.
Rambutnya yang cerah dikepang dua menjadi kuncir, dan matanya yang bulat menatap kami dengan penuh rasa ingin tahu. Dari penampilannya, dia terlihat seperti atlet yang cukup terlatih.
Dia menyembulkan kepala dari toko di lantai satu gedung yang bernama "Braun Tube Workshop". Lalu, dia mendekati kami.
"Apa ini?"
Dia menunjuk kardus sambil berkata. Nadanya santai.
Kupikir, di sekitar Okabe ada lebih banyak perempuan daripada yang kuduga.
Atau lebih tepatnya, aku belum pernah melihat laki-laki selain Hashida. Mungkin dia memang punya kehidupan sosial yang baik?
"Kau ingin tahu? Biasanya, ini masalah yang sangat rahasia dan aku tak bisa ceritain begitu aja, tapi..."
Sambil masih memegang barang bersamaku, Okabe menunjukkan tanda-tanda akan mulai berbicara panjang. Aku tidak tahan dan berkata.
"Duh, kalau mau lama, aku akan turunkan dulu."
"Tahanlah, Asisten."
"Kalau begitu, jangan bertele-tele dan katakan dengan cepat!"
"Jangan bodoh! Ini adalah item paling penting. Di mana lagi aku bisa bertele-tele kalau bukan di sini?"
Dia berbicara dengan cepat dan penuh energi. Aku menyadari bahwa pengucapan Okabe jauh lebih lancar daripada yang kuduga. Tepat ketika aku mulai kehilangan minat dan berpikir sebaiknya kutinggalkan saja dia, gadis berkuncir dua itu berbicara dari samping:
"Mungkin IBN5100?"
Mendengar pertanyaan itu, Okabe terkejut. Pria ini, dia juga cerita pada gadis ini? Ke mana perginya organisasi rahasia dan kerahasiaan itu?
"Benar."
"Dasar! Bukankah sudah ketahuan, Christina!"
Padaku yang berkata dengan dingin, Okabe melemparkan kata-kata menyalahkan. Tapi gadis di depan kami sama sekali tidak peduli dan melanjutkan pertanyaannya.
"Di mana kau menemukannya?"
"Disumbangkan ke Kuil Yanabayashi, dimana ilmuwan gila yang terpilih oleh dewa ini. Ho..."
Okabe mulai berbicara panjang lebar lagi. Sepertinya sudah menjadi hal biasa bagiku untuk memprotes dengan wajah muak ketika dia mulai ngelantur.
"Sudah kubilang, kalau mau lama, ininya turunkan dulu..."
"Makise, Kurisu?"
Tepat saat aku akan berbicara, namaku tiba-tiba dipanggil. Ini benar-benar di luar dugaan.
Memalingkan pandangan ke arah suara... aku sedang ditatap.
"Ehh? E, iya... Eh, siapa orang ini?"
Sedikit, tatapannya membuat bulu kuduk merinding. Berat badannya tertumpu. Aku ingat postur ini. Banyak di antara mahasiswa dan ilmuwan Amerika. ...Postur menyerang orang yang pernah menjadi tentara.
"Pekerja paruh waktu di Braun Tube Workshop."
Entah dia menyadarinya atau tidak, Okabe menjawab dengan santai. Tapi aku, lebih bingung daripada takut dengan tatapan gadis itu yang seperti membidik mangsanya.
Aku tidak begitu mengerti arti tatapannya. Apakah aku dibenci? Sesaat aku berpikir mungkin dia menyukai Okabe dan bermusuhan dengan perempuan di dekatnya, tapi itu bukan sekadar kesan seperti itu.
"A... um...?"
Lalu, suara memecahkan ketegangan.
"Hei! Pekerja paruh waktu, ngapain kau menganggur?"
Seorang pria botak dengan aura tepercaya yang sepertinya adalah pemilik "Braun Tube Workshop" memanggilnya. ...Pekerja paruh waktu? Sekarang itu, Okabe juga bilang begitu, kan?
Mendengar suara itu, gadis itu menggeser berat badannya perlahan dan mundur. Lalu hampir dalam satu gerakan, dia menghilang ke dalam toko. Untuk seseorang yang muda, gerakannya seperti orang yang pernah dilatih di suatu tempat. Dia terlihat seperti orang Jepang, tapi mungkin bukan? Aku teringat pada rekan-rekan di laboratorium yang memiliki pengalaman wajib militer.
"Kenapa aku ditatap seperti itu?"
Hanya itu yang kutanyakan.
"Itu karena tatapanmu yang jahat."
Setidaknya, itu alasan yang tidak bisa kuterima.
☆
Pada akhirnya, dengan bantuan Hashida dan Shiina-san yang ada di lab, kami berhasil membawa IBN5100 masuk.
Kupikir dengan ini, seperti kata Okabe, enkripsi SERN atau semacamnya bisa dipecahkan, tapi sepertinya tidak bisa digunakan begitu saja. Wajar saja karena ini adalah produk dari lebih dari 30 tahun yang lalu.
"Karena ini dari era sebelum ada lingkungan internet, tidak bisa dihubungkan begitu saja... Setidaknya, kita butuh suku cadang sebanyak ini."
Hashida menulis catatan, dan Okabe menerimanya. Lalu, dia langsung menyodorkannya ke depanku.
"Begitu katanya. Aku serahkan padamu, Asisten."
"...Bisakah kau berhenti mengatakannya seolah-olah itu sudah hal jelas?"
"Bukankah kau asisten?"
"Sa, salah!"
Sama sekali tidak. Aku tidak ingat pernah menjadi asisten! Saat aku hendak membantah, Hashida memberiku dukungan.
"Okarin, pergilah. Makise-shi tidak terlalu mengenal Akihabara, kan?"
Pendapat yang wajar. Lagipula, aku sama sekali tidak tahu lokasi toko suku cadang.
"Tch... Apa boleh buat, Mayuri, ayo pergi!"
"Mayushii akan berusaha keras menemani agar Kurisu-chan menyukai lab... jadi dia akan menunggu di sini."
Wajah Okabe berkerut. Haruskah dikatakan terkejut, atau tercengang. Dia gemetar sambil menatapku dengan pandangan penuh curiga.
"Christina! Dasar kau... Jangan-jangan Mayuri juga terpikat oleh pesonamu..."
"Tidak mungkin!"
Aku langsung membalas. Jangan seenaknya menetapkan preferensi seksual orang!
"Makise-shi dan Mayushii... Perkembangan Yuri, datang?"
"Jangan bayangkan! Mesum!!"
Aku menyela Hashida yang mengucapkan khayalannya dengan bahasa '@channel'. Sudah kukatakan mesum dilarang!
"Pertemanan gadis memang bagus, ya~♪"
Apakah dia membaca situasi, mengabaikan, atau polos. Shiina-san mengatakan sesuatu yang luar biasa. Karena tidak ada niat jahat, aku tidak bisa marah. Aku menyembunyikan perasaan dengan senyum masam dan berkata.
"Le... lebih baik cepat tunjukkan."
Shiina-san tetap ceria. Apakah dia memang polos? Aku agak iri.
"Kalau begitu, aku akan mulai dengan menunjukkan kamar mandi di belakang~♪"
"He? Ada shower juga?"
"Iya. Tapi, kalau airnya terus menyala, kadang-kadang berubah menjadi air dingin, jadi hati-hati ya."
Membuka tirai, Shiina-san menunjuk ke ruang shower sambil berkata. Tanpa kusadari, aku melirik sekeliling. Dari area yang cukup luas di lab, ruang shower ini berada di posisi yang terlihat jelas.
"Hei, jangan-jangan Mayuri-san juga kadang menggunakannya?"
"Iya, terkadang."
Mendengar jawaban polos Shiina-san, membuat kepalaku sedikit pusing.
"Tolong. Janji tidak akan mandi di sini lagi. Terlalu berbahaya!"
Dari paruh kedua kalimat, aku melihat ke arah Okabe. Karena menyadari maksud sebenarnya, dia memprotes dengan berteriak.
"Jangan lihat aku!"
"Ini tindakan bunuh diri, atau lebih tepatnya, kenapa kau ada di sini? Apa kau tidak dipaksa dengan ancaman untuk menjadi anggota?"
Aku menatap langsung Shiina-san. Jika dia diancam, aku harus menolongnya. Padaku yang berpikir begitu, dia menunjukkan senyuman yang begitu cerah.
"Mayushii adalah sandera Okarin."
………………………………………………………………………………………………………….
"Sepertinya lebih baik menelepon polisi."
"Tunggu."
Padaku yang mengeluarkan ponsel, Okabe mengucapkan kata untuk menghentikan.
"Baru saja dia bilang sandera, kan!? Itu bukti yang jelas!"
"Bukan begitu~. Mayushii menjadi sandera atas kehendak sendiri."
Jariku yang sedang menekan tombol ponsel berhenti. Shiina-san tetap tersenyum.
"Hah... Maksudnya bagaimana?"
"Hun, aku pergi dulu."
Menanggapi pertanyaanku, Okabe mendengus dengan tidak senang dan berjalan ke pintu masuk untuk pergi membeli suku cadang. Shiina-san juga menuju pintu masuk untuk mengantarnya.
"Hati-hati di jalan~"
Kata-kata perpisahan Shiina-san terdengar. Aku tidak bisa memahami "sesuatu" di antara mereka berdua dan hanya bisa berdiri diam.
☆
"Hei, Shiina-san..."
"Panggil Mayuri saja~. Dan, bolehkah Mayushii memanggilmu Kurisu-chan?"
Saat aku hendak berbicara dengan Shiina-san, dia tersenyum dan bertanya padaku. Ucapannya yang terlalu langsung membuat napasku sesaat terhenti. Senyumnya memang sangat menawan.
"A... U, um. Boleh saja."
Di saat seperti ini, aku benar-benar menyadari betapa sedikitnya pengalamanku berinteraksi dengan orang sebaya.
"Terima kasih~, Kurisu-chan♪ Lalu, apa? Ada hal lain yang ingin kamu tanyakan?"
Setelah mendapat penjelasan tentang lab dari Shiina-san—eh, Mayuri, kami berdua pergi berbelanja. Sepertinya Mayuri akan pulang setelah ini.
"Um... Sebenarnya, ini agak sulit dibicarakan... tapi apa arti 'sandera' itu?"
"Mayushii ada di 'sini' karena dia adalah sandera. Mayushii tidak boleh jauh dari Okarin."
Ia berbicara dengan suara pelan khasnya. Di tengah-tengah, dia berputar dengan langkah ringan, dan ujung roknya berkibar. Itu adalah gerakan yang sering dilakukan anak-anak, tapi sungguh menakjubkan bahwa bahkan di usia remaja, tidak terasa aneh jika dilakukan oleh seseorang yang secantik dirinya.
"Eh, jadi. Alasanmu berada di lab tadi..."
Sebagai alasan menjadi anggota lab—labmen, dia mengatakan dirinya adalah 'sandera'. Jika dia berkata berada di lab karena 'sandera', itu adalah penalaran melingkar. Itu tidak membuktikan apa pun.
Tapi di tengah kata-katanya, aku menyadari sesuatu. Bagaimana jika arti 'sini' berbeda? Bagaimana jika bukan di lab... bukan di Future Gadget Lab?
Baru saja, dia berputar. Bagaimana jika itu bukan hanya kebiasaan atau gerakan... tapi dia menunjukkan area sekitar dan mengatakan 'sini'?
Dengan ekspresi tercengang, aku menatapnya, dan Mayuri membalas dengan senyuman yang semakin melebar. Lalu tiba-tiba dia menengadah ke langit. Terbawa, aku juga menengadah dan melihat beberapa bintang berkelap-kelip, meski tertutupi oleh cahaya kota Akihabara.
Seperti ingin meraih bintang-bintang itu, gadis itu mengulurkan tangan kanannya perlahan ke langit.
"...Mayuri, kenapa kau mengulurkan tangan?"
"Mayushii berpikir... apakah bisa menyentuh bintang..."
"Apakah mungkin menyentuh bintang?"
Saat aku berkata begitu, Mayuri menurunkan tangannya dan menatapku. Dia terlihat sedikit sedih.
"Itu tidak boleh... Tidak ada gunanya. Karena Mayushii adalah sandera, dia harus berada di sisi Okarin..."
Sulit dikatakan bahwa aku benar-benar mengerti. Tapi, aku mengerti. Arti 'sini'.
'Sini' berarti tidak di sisi lain.
Ada berbagai cara untuk mengekspresikan sisi lain. Ada yang menyebutnya alam baka atau sisi lain, ada juga yang menyebutnya di luar batas kewarasan dan kegilaan. Memutuskan hubungan sosial dan menjadi pertapa mungkin juga berarti pergi ke sisi lain.
Mayuri bercerita.
Dulu, neneknya meninggal. Dia sangat sedih sampai merasa jika tidak berada di dekatnya, nenek akan kesepian, dan kembali ke kehidupan sehari-hari terasa seperti melupakan nenek, sehingga dia memutuskan kontak dengan kenyataan.
Terus... terus. Untuk waktu yang cukup lama, bahkan dia sendiri tidak ingat berapa lama, dia tidak pernah meninggalkan makam neneknya. Dan saat itu, meski tidak begitu mengerti, sepertinya Okabe, yang adalah teman masa kecil Mayuri, selalu berada di dekatnya.
Pada suatu hari hujan. Tiba-tiba, dari celah awan, sinar matahari yang megah menerobos, dan tanpa sadar dia berpikir, "Yang menjemput telah datang." Itu mungkin fenomena yang disebut cahaya Rembrandt—atau juga disebut tangga malaikat.
Lalu dia mengulurkan tangan, ingin menggenggam tangan yang menjemputnya... Saat itulah.
"Mayuri!"
Rupanya dia mendengar suara Okabe. Baginya yang seolah hidup dalam keheningan hingga saat itu, suara itu akhirnya sampai di telinganya. Okabe memeluknya dan berkata.
"Aku tidak akan membiarkanmu dibawa pergi... Mayuri adalah sanderaku... Korban untuk percobaan manusia."
Itu adalah ucapan ilmuwan gila dari acara TV yang mereka tonton bersama saat masih anak-anak.
Tapi kata-kata itulah yang membawanya kembali ke 'sini'—ke dekat Okabe, dari keadaan autistiknya yang terputus dari dunia luar.
"Begitu ya... Mayushii adalah sandera Okarin... Kalau begitu, tidak ada jalan lain."
Pada saat itu, perasaan "oh, begitu" menyebar.
Satu asumsi yang kutebak kemarin. Dugaan bahwa chuunibyou-nya adalah topeng sosial untuk berinteraksi dengan dunia luar. Dalam arti tertentu, itu benar. Lebih tepatnya, itu mungkin topeng yang dikenakannya untuk menahan Mayuri di 'sini'.
—Meskipun, karena sudah terlalu lama dikenakan, mungkin sudah sangat dekat dengan wajah aslinya...
"Karena itu... Mayushii ada di 'sini'."
☆
Sambil mengobrol, kami berjalan di sekitar kota Akihabara, dan orang-orang yang mengenakan yukata mulai terlihat di sekeliling. Awalnya hanya beberapa orang, tetapi seiring waktu jumlahnya semakin banyak.
"Ada festival?"
"Itu festival kembang api."
Aku mengangguk mengerti pada kata-kata Mayuri. Memang tadi, aku merasa mendengar suara yang menggema dari kejauhan.
"Kembang api ya..."
Melihat ekspresi ceria orang-orang di sekitar, tanpa kusadari langkahku terhenti.
Sepertinya waktu kecil, aku pernah pergi menontonnya beberapa kali. Sebagian besar sebelum aku cukup dewasa untuk mengingat, jadi ingatanku tidak jelas, tapi sepertinya Papa juga ikut...
"Kamu ingin pergi?"
"Bu... bukan begitu."
Mayuri menatapku dan bertanya, membuatku kaget. Aku buru-buru memalingkan muka. Bukan berarti aku tidak ingin pergi, tapi yang sebenarnya lebih dari itu, aku ingin mendengar lebih banyak dari Mayuri.
Jika tidak ada perubahan khusus, rencananya adalah pergi ke restoran keluarga untuk minum teh bersama.
Karena tiba-tiba memalingkan muka, aku sedang berpikir apa yang harus dilakukan selanjutnya ketika Mayuri tiba-tiba berseru.
"Ah, Okarin. Tuturu~!"
Mayuri menyanyikan kata-kata aneh dan berlari. Di depannya ada Okabe.
—Ngomong-ngomong, "Tuturu!" ini sepertinya semacam sapaan, sama seperti "El Psy Congroo" milik Okabe. Entah kenapa, jika Okabe yang mengatakannya terkesan chuunibyou, tapi jika Mayuri yang mengatakannya terasa imut, dan aku tidak tahu kenapa. Mungkin ada prasangka karena itu "Okabe".
Aku juga mendatangi Okabe dan bertanya.
"Sudah menemukan suku cadangnya?"
"Semuanya sudah ada di sini."
Okabe berkata sambil menunjuk barang-barang di tangannya.
"Begitu... Jadi... sekarang kita akan mencoba berbagai hal, ya?"
"Tertarik?"
Okabe tersenyum dengan seringai nakal dan bertanya. Mendengar pertanyaan itu, tenggorokanku tercekat.
Okabe menunjukkan senyum kemenangan. Dia pikir aku adalah orang yang kalah pada rasa ingin tahu.
"Ada, kan?"
Aku tidak peduli lagi kalah pada rasa ingin tahu.
Atau lebih tepatnya, aku berhenti menyangkal rasa ingin tahu. Karena aku merasa itulah jalan sebagai peneliti yang kuyakini... Tapi, satu-satunya hal yang tidak kusukai adalah melihat Okabe dengan wajah penuh kemenangan.
"Ah, sudah! Sedikit saja. Tapi bukan minat pada konspirasi SERN atau hal tidak masuk akal seperti itu. Hanya ingin memastikan fakta...!"
Setelah berkata tegas, aku meminta maaf pada Mayuri.
"Maaf, sepertinya aku akan kembali ke lab lagi."
Sayang sekali tidak bisa minum teh bersama, tapi tidak ada yang bisa dilakukan. Memang itulah diriku.
"Begitu ya. Baiklah, Mayushii mau pulang saja."
"Um..."
Dipenuhi perasaan bersalah, aku hanya mengangguk menanggapi Mayuri, yang kemudian berbalik untuk pergi... Tapi, setelah berjalan beberapa langkah, dia menoleh padaku.
"Kurisu-chan... Kamu akan datang lagi, kan?"
"Um. Selama belum kembali ke Amerika, aku adalah anggota, kan."
Aku mengangguk dengan kuat pada pertanyaan itu. Tanpa kusadari, air mataku hampir menetes. Meski pertemuannya masih singkat, sepertinya aku telah mendapatkan teman baru.
☆
Begitu kembali ke lab, Okabe memberitahuku bahwa sejak aku pergi, eksperimen dengan Phone Microwave (nama sementara) tidak pernah berhasil. Sepertinya itulah alasan mereka mengalihkan fokus penelitian ke arah mengungkap konspirasi SERN.
Tapi pada titik ini, Okabe masih belum memberitahuku mengapa IBN5100 diperlukan—artinya, apa rahasia SERN yang harus diungkap. Dari gerakan dan pandangannya, jelas dia menyembunyikan sesuatu...
Tapi, baiklah. Aku akan menunggu sampai dia memberitahuku. Membangun hubungan kepercayaan membutuhkan waktu.
Sambil mendengarkan, aku mengenakan jas lab yang kupinjam. Pakaian ini memang sempurna untuk melakukan eksperimen.
"Haa... memang lebih nyaman, jas lab."
Begitu aku mengatakannya. Okabe berdiri dari kursinya dengan ekspresi campuran kaget dan terharu. Lalu dia mendatangiku dan menggenggam kedua tanganku dengan ekspresi haru.
Hei!? Ti-tiba-tiba, ja-jangan pegang tanganku!
Aku berteriak dalam hati, tapi tubuhku di dunia nyata tak bergeming. Okabe berkata dengan tenang dan senang.
"...Mataku tidak salah... Kau memang yang terbaik."
"A-apa ini tiba-tiba, jijik."
"Jas lab! Memang di lembaga penelitian, jas lab adalah seragam! Tidak peduli berapa kali kukatakan pada Daru dan Mayuri, mereka tidak mengerti... tapi sepertinya kau mengerti! Ayo, mari kita bersama-sama memasukkan tangan dan berdiri!"
Tiba-tiba dia mulai mengoceh tentang semua itu. Sepertinya kapasitas paru-parunya juga bagus. Di sela-sela itu, aku berhasil sadar kembali dan mengambil jarak.
Di depanku, Okabe berpose dengan kedua tangan di dalam jas lab.
"Cepat!"
Dia menyuruhku diam dan menegur, dan entah bagaimana aku membiarkan diriku terbawa suasana. Akhirnya aku berpose.
"Se-seperti ini?"
"Benar! Inilah pose kecerdasan dan ekstase yang hanya bisa dipancarkan oleh mereka yang berada dalam penelitian!! Jas lab itu akan kuhadiahkan untukmu. Mari kita berbagi sepuasnya!"
Okabe tertawa terbahak-bahak dengan ekstase. Tidak bisa... dia ini. Mungkin dia bermaksud memuji, tapi rasanya seperti dihina.
Aku bingung apakah harus protes atau tidak, tiba-tiba perutku keroncongan.
"Lapar?"
"Cerewet? Aku belum makan sejak siang."
"Baiklah. Hari ini aku sedang senang..."
Berkata demikian, Okabe mulai mengobrak-abrik sesuatu di dapur. Lalu dia mendatangi Phone Microwave (nama sementara) dan sepertinya mulai menghangatkan sesuatu seperti microwave biasa.
"Nikmatilah."
Dan yang dihidangkan adalah pisang yang dihangatkan. Tanpa kusadari, wajahku menjadi muak.
"Kamu serius?"
"Tidak puas?"
Di dunia ini ada tumis pisang, juga hidangan pisang hangat. Pasti ada orang yang menyukainya. Tapi setidaknya, menurut pengetahuanku yang pernah tinggal di Jepang, ini bukan selera umum. Setidaknya tanyakan dulu sebelum menghidangkannya.
"Tentu saja! Tak ada yang lain?"
Ketika ditanya, Okabe menjawab dengan cara yang sangat keren.
"Ada mie cup yang disimpan..."
Mendengar kata-katanya, hatiku sedikit tergugah. Sekarang yang kupikirkan, sejak datang ke sini, karena berbagai alasan, aku belum makan mie cup. Aku teringat kenangan ketika mendapat mie cup Jepang yang diimpor oleh senior, rasanya sangat enak.
"Tidak mau? Ternyata memang dibesarkan di Amerika..."
Diam sejenak, sepertinya Okabe salah paham. Diam. Bahkan aku terkadang tidak bisa berpikir secepat itu.
Tapi, jika diketahui bahwa aku suka mie, sepertinya akan memberikan elemen kemenangan lagi untuk Okabe di masa depan. Hati-hati, balaslah tanpa ketahuan.
"Aku mau mie cup. Rasanya apa saja?"
"Kecap dan garam."
Ah, ada rasa garam. Senang... Eh, jangan lengah. Harus membalas dengan tenang tanpa ketahuan. Tetap tenang.
"Rasa garam. ...Dan garpunya."
☆
Perutku sudah sangat lapar, waktu sudah lewat tengah malam, bahkan lewat jam 3 pagi.
"Ini dia... ini diaaaa!!"
Tiba-tiba Hashida berteriak kegirangan.
"Misi Kedua! selesai!"
Dia memberitahu bahwa berhasil menyusup ke SERN menggunakan IBN5100. Yang dilihatnya sekarang adalah PC dari penanggung jawab perencana Large Hadron Collider—fasilitas untuk melakukan eksperimen energi tinggi dengan menabrakkan energi besar.
Jika sesuai dengan yang diumumkan SERN, ini adalah atasan departemen yang sedang melakukan eksperimen apakah bisa menghasilkan lubang hitam. Dan seperti yang dikatakan Okabe dan lainnya, jika SERN memang merencanakan konspirasi, pasti ada orang yang terlibat.
Melihat ke layar, terpampang deretan huruf bahasa Inggris. Meski fasilitasnya berada di perbatasan Prancis dan Swiss, sepertinya tidak menggunakan bahasa kedua negara itu.
"Bukan bahasa Prancis? Um, penguasaan ruang-waktu, dan penghancuran sejarah berdasarkan itu."
"Oh, Makise-shi bisa membaca bahasa Inggris?"
Ketika aku membacanya, Hashida berkata dengan kagum.
Rupanya dia berencana membacanya dengan software terjemahan, tetapi file yang ditampilkan di layar ini adalah file gambar, sehingga tidak bisa diterjemahkan ke bahasa Jepang dengan software terjemahan.
"Bagus sekali, Asisten. Kepergianmu ke Amerika juga semua untuk hari ini, untuk saat ini."
"Mana mungkin. Um... Dengan kata lain, mewujudkan utopia termasuk dari masa lalu hingga masa depan... Itu akan menjadi alasan keberadaan SERN menuju abad ke-21."
Yang tertulis di sana sangat mengejutkan.
Seperti klaim Okabe dan John Titor, SERN telah meneliti perjalanan waktu sejak 40 tahun yang lalu. ...Menipu para peneliti di seluruh dunia, termasuk aku.
Menurut mereka, mereka memungkinkan pembuatan dua atau lebih singularitas lokal buatan dan pembuatan lubang hitam Kerr melalui sesuatu yang disebut Lifter—dengan kata lain, teori yang sama dengan makalah yang kutulis dan klaim John Titor.
Dengan tubuh gemetar karena terkejut, aku melanjutkan membaca. Tapi, yang tertulis berikutnya adalah sesuatu yang lebih mengerikan... sebuah kengerian.
"Um, program tahap tiga, eksperimen hewan. Program tahap empat. ...!!"
Karena terlalu mengejutkan, aku terbata-bata, dan Okabe bertanya dengan heran.
"Ada apa?"
Itu adalah hal yang wajar.
Jika membuat mesin waktu dan mempraktikkannya, pasti diperlukan proses. Baik pesawat, roket antariksa, atau obat antikanker, apa pun yang digunakan manusia, pasti telah dilakukan.
"...Eksperimen pada manusia."
Dan.
Dalam eksperimen itu, tertulis bahwa orang mati...
Bahkan Okabe menjadi hati-hati, dan Hashida juga gelisah.
Sedangkan aku, justru agak terkejut dengan diriku yang lebih tenang dari yang kubayangkan. Atau mungkin wajar. Mereka dalam arti itu adalah siswa yang luar biasa, dan aku adalah peneliti di lembaga penelitian yang tepat. Meski kedengarannya aneh, kesiapannya berbeda.
Kami selalu berjuang dengan tekanan bahwa penelitian kami memengaruhi puluhan ribu, bahkan miliaran orang. Dan... untung atau tidak, berkat Okabe dan Papa, aku sudah cukup khawatir.
"Sudah sampai sini, masih takut?"
Suara yang dingin dan tanpa ampun yang bahkan mengejutkanku sendiri. Okabe akhirnya menunjukkan ekspresi mengerti. Sepertinya ia telah memutuskan untuk melanjutkan. Tapi…
"...Kau pulang saja."
Kata-kata yang diucapkan setelahnya tidak terduga.
☆
"Kalau kau tahu lebih dari ini, ada kemungkinan kau dalam bahaya. Kau jenius dengan masa depan yang cerah, kan?"
Okabe berkata dengan wajah serius yang belum pernah kulihat sebelumnya. Jujur, aku terkejut dia bisa membuat ekspresi seperti itu.
"Jangan-jangan, kamu mengkhawatirkanku?"
"Tentu saja! Lagipula kau... kan asistenku."
Di tengah-tengah, nada suaranya jelas berubah. Dalam situasi seperti ini, aku justru yakin.
Seperti dugaan, chuunibyou Okabe adalah topeng. Wajah serius yang terlihat tadi. Itu mungkin wajah asli Okabe yang 'sebenarnya'. Sebaliknya, itu berarti dia benar-benar mengkhawatirkanku.
Aku bersyukur. Aku juga senang.
Tapi, aku tak bisa pulang.
"Terima kasih deh. Tapi aku tak akan pulang. Kalau seperti ini, aku akan penasaran dan tidak bisa tidur."
"Kau tidak akan menyesal?"
"Tidak."
Aku menjawab singkat pertanyaan Okabe. Tidak mungkin menyesal.
Ini adalah penistaan. SERN telah menipu ilmuwan di seluruh dunia. Ini sangat berbeda dalam skala dan dimensi dengan teknik seperti sementara tidak membicarakan konten penelitian terbaru untuk presentasi atau kuliah di konferensi, atau untuk makalah berikutnya.
SERN telah menginjak-injak perasaan 'ingin tahu' semua peneliti di luar mereka. Bukan sikap yang pantas untuk organisasi penelitian internasional.
Ilmu pengetahuan... adalah milik bersama umat manusia.
Memang, terkadang digunakan sebagai alat perang oleh negara. Itu juga salah satu kebenaran bahwa ilmu pengetahuan telah berkembang seperti itu. Tapi bahkan begitu, prinsip besar bahwa ilmu pengetahuan adalah untuk semua orang tidak boleh dihancurkan.
Tidak masalah jika yang pertama menerima manfaat suatu teknologi adalah orang yang mengembangkannya atau orang di sekitarnya. Wajar juga jika berikutnya adalah pengusaha atau negara yang menginvestasikan dana. Tapi, pada akhirnya, suatu teknologi harusnya menyebar secara bertahap, bukan dimonopoli.
Apalagi, menyembunyikan kebenaran selama 40 tahun, alasan apa pun itu, sebagai peneliti tidak bisa memaafkannya! Terlebih jika itu untuk rencana yang mungkin membuat seseorang sengsara!!
"Bagaimana dengan Daru?"
"Ya, aku adalah super hacker, dan bahkan jika melihat, aku tidak akan melakukan kesalahan yang bisa dilacak."
Hashida yang ditanya menjawab dengan nada sangat santai. Dia punya keyakinan, bukan kecemasan. Sepertinya kegelisahan tadi bukan karena bahaya pada dirinya sendiri, tetapi murni kekhawatiran untuk keselamatan teman-temannya—Okabe dan Mayuri. Karena Okabe sudah memutuskan, sepertinya tidak ada keberatan.
"Baiklah. Maka, mulai sekarang nama operasi ini adalah 'Kotak Laegjarn'!"
"Kenapa mitologi Nordik?"
"Pasti karena terdengar keren, kan?"
Sepertinya Okabe juga sudah kembali ke kondisi biasanya.
Menanggapi itu, aku dan Hashida juga bergumam dengan nada menyela.
"Lagipula, memberi nama operasi atau semacamnya..."
Menyela kata-kata kami berdua, Okabe mendeklarasikan dengan tegas.
"Daru, mulai operasi!"
☆
Hashida dengan cepat mengoperasikan terminal.
Yang muncul adalah tulisan 'Jellyman's Report'. Dengan membuka file acak di dalamnya, kami merasakan ketakutan yang menggelisahkan—sesuatu yang telah kami antisipasi tetapi tidak bisa dihindari.
"Jellyman's Report 10 Subjek, James McCarthy, 31 tahun. Asal, Amerika. Tanggal eksperimen 28 Januari 2005, 13:05. Hasil eksperimen Z-Program. Human is dead, mismatch."
Dengan datar, aku membacakan teks yang muncul di layar.
Human is dead. ...Artinya dia sudah mati.
"Diyakini tidak tahan terhadap kompresi tak terbatas oleh gravitasi super dan melewati singularitas dalam lubang hitam Kerr. ...Pada 3 April 1921, seorang pria ditemukan tewas dengan tubuh kanannya tertanam di dinding gedung di Fourteenth Street, New York. Mayat tidak dikenal itu..."
Seluruh tubuhnya berubah seperti jelly yang lembek.
Teks terakhir adalah dari artikel surat kabar yang dilampirkan. Di sana, meski hitam putih, jelas terlihat foto manusia yang telah berubah menjadi gel. Jika berwarna... mungkin akan berwarna hijau fluoresen.
Hanya dengan ini, dua hal menjadi jelas.
Dengan menghubungkan artikel yang dilampirkan dan laporan, SERN telah berhasil dalam eksperimen mesin waktu, meski tidak sempurna.
Dan, subjek eksperimen mesin waktu yang gagal meninggal dalam keadaan seperti gel, sama seperti Gel Banana.
Jumlah Jellyman's Report adalah empat belas.
Setidaknya empat belas orang telah meninggal, dan beberapa di antaranya dilampirkan dengan foto hijau fluoresen yang cerah—sama seperti Gel Banana yang sudah biasa dilihat Okabe.
Okabe jelas terkejut.
"Sudah cukup... Aku mau membeli minuman."
Okabe keluar dari lab dengan limbung. Dia mungkin pergi membeli Dr. Pepper, karena seingatku dia menyukainya.
"Sepertinya dia cukup terkejut."
Apakah dia baik-baik saja? Di Jepang, jarang ada kesempatan melihat mayat. Meski mayat yang menjadi gel melalui internet, dampaknya tidak kecil. Bahkan aku pun tidak sepenuhnya baik-baik saja.
Di tengah itu, Hashida melipat tangan dan menggelengkan kepala sambil bertanya.
"Tapi,... kenapa bisa menjadi seperti jelly?"
Menanggapi pertanyaan Hashida, aku pindah ke dapur.
"Biar kujelaskan sedikit."
Aku memutar keran dan mengalirkan air. Lalu merendam spons cuci piring dalam air dan berkata.
"Berdasarkan data sejauh ini, kita dapat menyimpulkan bahwa SERN mengembangkan teknologi perjalan waktu menggunakan lubang hitam Kerr. Jika begitu, artinya massa 10 pangkat minus 24 kg didorong ke tempat 10 pangkat minus 19 meter dan dikirim ke masa lalu."
Aku menjelaskan secara singkat.
Hashida mengerutkan kening dengan wajah tidak mengerti. Mungkin dia berpikir, "Tolong dalam bahasa Jepang." Tapi, itu sudah diduga.
Dengan tangan kiri membuat lingkaran, aku memegang spons yang berisi air.
"Artinya, seperti mencoba memasukkan spons ini melalui lubang sempit ini. Jadi..."
Sambil berkata, aku memaksa memasukkan spons ke dalam lingkaran tangan kiri.
Lalu, air meluap dari sana.
"...Isinya menjadi berongga."
Inilah... alasan kelahiran Jellyman dan Gel Bananas.
Molekul yang dikompresi oleh gravitasi tinggi kehilangan ikatan antarmolekulnya masing-masing.
Molekul yang saling berdekatan terputus, dan perjalanan waktu dilakukan hanya dengan memasukkan 'bahan manusia atau pisang' ke dalam 'cetakan manusia atau pisang'.
"Artinya, sangat sempit?"
Hashida berkata seolah memastikan, mungkin sudah mencapai pemahaman tertentu.
"Ya. Didorong paksa ke tempat yang sangat sempit..."
"...Penjelasan itu terlalu erotis, normalnya."
"Hah? Apa yang erotis..."
Sampai di situ, aku akhirnya menyadari apa yang dimaksud Hashida.
"Ha! Hashida Mesum!"
"Makise-shi juga cukup imajinatif."
"Jangan disamakan!!"
Pada diriku yang berteriak, Hashida mengangguk dengan wajah puas.
"Yah, tapi aku jadi mengerti. Terima kasih, Makise-shi."
Seperti yang diharapkan dari peretas yang bisa meretas SERN, sepertinya pemahamannya tinggi. Setelah itu, dia sendiri mencoba memahami lebih dalam dengan menggunakan diagram dan sebagainya. Sepertinya dia juga memiliki bakat sebagai peneliti.
...Dan beberapa saat kemudian.
Saat fajar hampir tiba.
Pintu lab terbuka. ...Okabe membuka pintu dan masuk. Menghadap ke sana, aku bertanya.
"...Apa yang akan kau lakukan?"
Yang pertama kembali adalah keheningan. Lalu ada suasana kebingungan.
Jelas, kesimpulannya sudah pasti. Pandangannya tidak bergerak gelisah. Napasnya juga tidak terganggu. Hanya ada keraguan dalam dirinya.
"Jangan diam saja. Aku tahu ini mengejutkan. ...Tapi setelah mengetahuinya, kita harus mengambil kesimpulan."
Aku mengucapkan prinsip, meski mungkin keras.
...Karena menurutku, setidaknya dia adalah orang yang bisa menarik Mayuri kembali ke 'sini', jadi dia bisa mengambil kesimpulan itu.
Tapi, cara dia mengambil kesimpulan, bagiku tidak terduga...
Dan pada saat yang sama, pada tingkat yang seharusnya diantisipasi, itu sangat seperti dirinya.
"Fufu, fufufu... fufufu... fuwaaaahahahahaha! Kesimpulan? Sudah pasti."
Tawa terbahak-bahak tiba-tiba. Meski sudah hampir fajar, Okabe tertawa tanpa mempedulikan gangguan tetangga. Tanpa kusadari, aku mengeluarkan suara bodoh, "Hah?"
"Di sini ada Future Gadget No. 8, Phone Microwave (nama sementara). Kita akan membuat mesin waktu yang sempurna lebih dulu dan mengalahkan SERN!"
Itu adalah deklarasi.
Sebuah deklarasi untuk mengubah dunia, takdir, segalanya.
"Dan mengubah struktur dunia!"
Okabe terus tertawa terbahak-bahak.
Jika dikatakan seperti dirinya, itu adalah kesimpulan yang sangat sesuai.
Dalam gaya Okabe, ini mungkin juga "Pilihan Steins;Gate".
Tapi pada saat yang sama, perasaan tak terlukiskan menyergapku, dan aku bergumam dengan kejujuran lainnya.
"Aku tidak sanggup terlibat..."
Entah mengapa, suaraku terdengar senang.